Byur
"Siapa yang suruh kamu tidur? Beresin seluruh rumah setelah itu buang sampah ke pojok kompleks" Setelah mengatakan hal tersebut ardila keluar dari kamar alya, meninggalkan alya dengan baju yang basah. Alya bangkit lalu membereskan semua kekacauan yang dibuat oleh ibu tirinya.
Kini alya berjalan dengan langkah gontai menuju tempat pembuangan sampah.
"Hai cantik. Mau kemana? Abang temenin ya" Alya menggeleng pelan. Tubuhnya beringsur mundur secara perlahan, namun itu semua sia sia karena ia sudah berada diujung gang. Preman tersebut menyeringai melihat alya yang sudah ketakutan.
"Cantik nggak usah takut gitu.. Ntar abang main pelan aja deh" Alya menangis ia menutupi seluruh anggota tubuhnya dengan kedua tangan.
"Sini abang peluk sayang" Preman tersebut berjalan kearah alya yang semakin histeris dalam tangisnya. Preman tersebut juga menoel pipi kanan alya yang terlihat mulus tersebut.
Bruakk
Alya dan ketiga preman tersebut menoleh ke sumber suara. Ya, kaisar datang dengan wajah yang terlihat merah padam.
"Berani lo nyentuh cewek gue. Nyawa lo gantinya" Kaisar mendekat kearah alya yang semakin ketakutan melihat penampilannya saat ini. Bagaimana tidak? Rambut acak acakan, celana jeans hitam yang sobek dibagian lutut, kaos putih yang dibalut sebuah jaket dari geng motor. Serta memakai aksesoris seperti kalung dan gelang. Jangan lupakan wajah bengis dari seorang Kaisar Alandra.
"Pergi sebelum gue bunuh kalian" Desis kaisar yang terdengar mengerikan ditelinga mereka.
"Gue nggak akan pergi sebelum menikmati barang bagus yang sudah didepan mata" Ucap preman yang memiliki tubuh macho dan dibagian matanya terdapat bekas sayatan.
"Barang? Lo anggep cewek gue barang?" Kaisar berjalan gontai namun itu semua terlihat mengerikan dimata mereka
"Pergi atau gue bunuh?" Preman tersebut saling menatap satu sama lain.
"Bos, dia cowok yang disuruh non vania buat nggak dilukain. Udah cabut aja bos katanya dia juga anak konglomerat, cabut bos udah" Ucap preman yang bertubuh cungkring tersebut
"Oke gue bakal pergi." Ketiga preman tersebut berjalan menjauhi kaisar dan alya. Kaisar berjalan perlahan menuju alya yang terduduk memeluk lututnya ketakutan.
"Sini.. Udah aman, sekarang bangun" Kaisar menatap alya yang masih terdiam.
"Aku takut sa" Alya bangkit, memeluk tubuh kaisar. Menyalurkan ketakutan yang mendalam disana.
"Nggak usah takut ada aku yang akan selalu ngejaga kamu na" Kaisar membalas pelukan alya sedangkan alya menangis didalam dekapan kaisar. Kenapa hari ini terasa sangat berat sekali dimatanya.
"Ayo pulang aku anter" Kaisar menguraikan pelukan mereka, menggandeng tangan alya dan melangkahkan kakinya menuju rumah alya.
"Makasih udah nolongin aku sa" Kaisar mengangguk perlahan. Kini mereka berdua berpisah didepan rumah alya.
Alya membuka gerbang rumahnya, bukan disambut dengan sebuah kekhawatiran ataupun pelukan ia justru disambut dengan tamparan keras yang dilayangkan oleh sang ayah.
Kepala alya tertoleh kesamping, matanya terpejam merasakan rasa nyeri yang mulai menjalar diseluruh pipinya.
"Papa? Kenapa papa tampar al?" Satu pertanyaan terlepas dari bibir mungil alya. Air matanya turun membasahi pipi putihnya yang kini tampak sedikit memerah karena baru saja ditampar.
"Kamu tanya papa? Coba lihat diri kamu alya!! Lihat kelakuan kamu diluar, apa masih pantas jika kamu dikatakan perawan? Saya pikir kamu pasti sudah tidak perawan" Senyum sinis kevano lemparkan terhadap anak gadisnya yang tengah menatapnya tak percaya.
"Tiap hari gonta ganti pasangan. Nggak puas kamu malu - maluin saya selama ini? Kamu itu bukan cuma anak haram yang nggak tau diri. Ternyata kamu juga seorang pelacur yang—"
"CUKUP!! ALYA BILANG CUKUP!!" Kevano terdiam dengan sorot mata yang tak berubah. Datar dan akan selalu datar. Tangan alya mengepal ingin sekali ia memukul wajah didepannya dan mengatakan jika dirinya adalah darah daging kevano namun ia juga tak dapat membantah perkataan kevano karena itu memang benar adanya. Dirinya memang anak diluar nikah, dan ia sangat membenci fakta itu. Entahlah dirinya juga masih merasa bingung dengan semua kenyataan hidupnya.
Plakkk
"Lancang sekali mulut kamu berbicara seperti itu didepan saya.. Siapa kamu berani mengatakan hal tersebut, saya bahkan tidak akan berhenti memukul, menyiksa, bahkan mencaci maki kamu sebelum kamu tiada" Kevano membalikan badannya dan berjalan menjauh dari alya dengan langkah lebar dan dada yang memburu karena menahan emosi.
Alya menghela nafas panjang, kepalanya menengadah menahan air matanya yang siap untuk terjun bebas. Vania yang berada dibalkon kamarnya mampu melihat kejadian tersebut, ia berusaha keras untuk menahan tawanya yang siap mengudara.
"Gue nggak akan pernah kasih kesempatan buat lo dapet kasih sayang dari papa al.. Nggak akan karena papa itu cuma milik gue" Vania berbalik dan meninggalkan balkon kamarnya berlari kebawah untuk kembali menjalankan rencana kotornya.
"Papa... Hiks tolongin vania pa" Ardila dan kevano yang semula tengah bercanda berdua menoleh kebelakang menatap vania yang tengah berjalan sambil menangis.
"Eh sayang.. Kenapa nih kok nangis nanti cantiknya hilang lho, nggak boleh nangis papa jadi ikutan sedih nak" Papa menarik lembut pergelangan tangan vania dan mendudukan anak tirinya itu disampingnya.
"Anak mama kenapa nangis, ada yang jahat? Iya? Ngomong sini sama mama biar mama yang atasin semuanya" Bukannya tenang vania justru semakin terisak dibuatnya.
"Mama.. Papa.. Vania dipukulin sama temennya kak kaisar" Kevano mendelik mendengar penuturan vania dadanya naik turun menahan emosi.
"Lho kok bisa" Kening ardila nampak berkerut.
"Hiks.. Kak kaisar sama kak al pacaran, kak al kira nia mau rebut kak kaisar dari dia terus dia suruh temen kak kaisar buat mukulin nia" Dapat vania lihat bahwa sekarang ini ardila dan kevano berusaha keras untuk menahan amarahnya.
"Benar - benar tak tau diuntung anak itu mas.. Berani banget dia mukulin nia" Ardila menangis histeris hal tersebut tentu saja membuat kevano semakin marah. Dengan langkah lebar ia pergi menemui alya yang sedang berjalan menuju kamarnya.
"Berhenti kamu jalang!!" Ucap kevano yang terdengar menggema keseluruh penjuru ruangan. Alya menatap ayahnya bingung. Apalagi sekarang? Tolong sudahi ini semua.. Ia lelah sangat lah lelah..
"Iya pa? Ada yang mau diomongin sama alya?" Alya masih terdiam ditempatnya. Kedua netra nya menatap lekat manik mata sang ayah.
"Kamu apakan anak saya" Kening alya berkerut, apa yang ia lakukan pada adik tirinya yang suka drama itu. Haish pasti ini adalah bagian dari kisah drama picisannya.
"Aku nggak apa - apain nia pa" Jujur saja dirinya sudah sangat lelah seharian ini sekarang justru harus ditambah beban pikiran yang dibuat oleh adiknya.
"Pembohong!! Kamu kira saya akan percaya dengan mulut sialan kamu itu" Alya dibuat diam oleh perkataan laki - laki yang ada didepannya.
"Alya memang seburuk itu ya dimata papa?" Bukan jawaban yang alya berikan namun sebuah pertanyaan yang membuat vano semakin ingin menampar anaknya. "Ikut papa!! Papa akan buat kamu menyadari apa artinya kamu dimata saya" Vano menggenggam pergelangan tangan alya kencang kemudian menyeretnya menuju gudang.
Bruak
Dobrakan pintu terdengar nyaring dalam indera pendengaran mereka.
"Papa.. Maafin alya pa" Alya yang ketakutan beringsut mundur secara perlahan. Bagaimana tidak ia akan diikat didalam gudang dan papanya akan me' cambuk tubuhnya hingga dirinya memohon dan bersedia sujud dibawah kaki ayahnya itu.
"Anak tak tahu diuntung kau alya" Desis vano tak lupa dengan seringainya yang terus menghiasi wajahnya.
"Papa.. Alya jujur pa, alya nggak pernah ada niat untuk buat nia terluka" Alya menangis tak lupa ia bersujud dibawah kaki ayahnya. Namun bukan itu yang kevano inginkan saat ini.
"Harusnya kau tiada, kau menyusul saja ibumu yang pelacur itu ke neraka" Dengan kasarnya vano menarik rambut putrinya itu lalu mengambil gunting yang tersedia dimeja dalam gudang. "Papa ampun.., jangan potong rambut alya, ampun pa" Alya meraung tak karuan kala rambut hitam sepunggungnya dipotong acak oleh ayahnya.
"Maafin alya pa.." Vano tak menggubris anaknya yang masih saja menangis dikakinya memohon untuk tak disiksa lagi lebih dari ini. "Jika anakku kau buat menderita untuk apa kau bahagia. Tidurlah disini jangan pernah makan sampai saya menyuruhmu alya!!" Desis vano penuh penekanan disetiap katanya.
Brak
"Bunda.. Sakit. Alya nggak suka" Alya meringkuk diatas dinginnya lantai gudang, rasa dingin yang selalu membuatnya nyaman ketika berada disini
"Kenapa bunda pergi nggak ngajak alya" Alya kembali menitikkan air matanya, mati - matian menahan rasa sesak yang terus tertahan didalam sana. Alya memejamkan matanya membiarkan tubuhnya kembali kedinginan malam ini. Baru saja ia ingin memasuki alam mimpinya sebuah decitan pintu menyadarkan dirinya.
"Hai kak gimana sih rasanya tidur digudang? Ish aku juga pengen loh.. Ah ini apaan nih? rambut model baru ya, hm nggak kebayang sih kalo kak kaisar liat penampilan kakak yang kek gini" Ucap vania memperhatikan alya masih meringkuk dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Bentar ya kak, aku keluar dulu mau ambil sesuatu" Vania melangkahkan kakinya keluar menuju kamarnya yang berada dilantai dua. Ia masuk kedalam kamarnya dan menggapai ponsel yang berada diatas meja nakas.
"Heh gue akan bikin lo nyusul ibunda tercinta lo itu ke neraka dengan segera kak" Ia berjalan kembali menuju gudang. Dengan segera ia membuka kamera dan me' foto tubuh alya yang terbaring lemah tak berdaya dengan mata terpejam.
Ia membuka akun sosmednya dan menekan tombol upload, dirasa sudah selesai ia bertepuk tangan kecil tak lupa dengan senyuman licik miliknya.
"Dasar benalu!! Lo itu pantes nya mati tau nggak" Vania berjalan keluar gudang, meninggalkan alya sendiri disana. Tanpa dirinya sadari alya hanya memejamkan matanya tanpa berniat memasuki alam mimpinya. Ya, ia mendengar semua perkataan vania
"Salah gue dimana? Kalo gue bisa milih. Gue lebih milih buat nggak lahir didunia ini dan jadi beban buat kalian" Tak lama ia menutup kedua kelopak matanya bersiap memasuki alam bawah sadarnya.
Matahari bersinar dari ufuk timur dengan cerahnya, membuat sedikit cahayanya menyelusup masuk melalui ventilasi, alya melenguh pelan merasa tidurnya terusik oleh cahaya.
"Sakit bun" Gumam alya pelan.
Ceklek
"Keluar kamu!! Masakin makanan buat saya dan suami saya" Perintah ardila dengan nada tak bersahabatnya.
"Aku udah boleh keluar?" Tanya alya hati - hati takut menyinggung perasaan ibu tirinya itu.
"Cepat keluar atau saya hukum kamu dikamar mandi" Dengan cepat alya mengangguk antusias dan bangkit dari duduknya.
"Masak yang enak! Jangan lupa anak saya alergi seafood" Padahal dirumah mereka memiliki pembantu. Tapi kenapa yang selalu melakukan pekerjaan adalah dirinya, pikir alya. Namun, dengan segera ia tepis pikiran buruknya mengenai keluarga kecilnya itu.
"Iya ma" Alya berlari menuju dapur, rasa sakit yang ada ditubuhnya seolah menghilang kala ardila memanggilnya untuk memasak, alya yakin jika nanti ardila juga akan mengajaknya untuk makan bersama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments