"Mengapa kau tidak mengangkat teleponku?," tanya sosok itu lagi dengan memasang muka gusar.
"Tadi aku sedang sibuk berbelanja," jawab Ronald santai, mencoba mencari alasan.
"Berbelanja katamu? Mana barang belanjaanmu? Aku tidak melihatnya," sosok itu mencerca banyak pertanyaan, matanya mengamati kedua tangan Ronald, tidak ada plastik atau pun paper bag yang ditenteng si pembasket itu.
"Aduh Citra, mengapa kau tidak percaya dengan apa yang aku katakan?," Ronald memutar badan ke samping, berhadapan dengan gadis cantik itu dan memegang kedua tangannya.
"Aku heran, mengapa kau selalu bertanya seperti ini?," sambung Ronald kembali masih dengan memegang tangan gadis itu.
Beberapa meter dari tempat mereka berdiri, sepasang mata terus mengamati dengan tatapan tajam penuh amarah.
"Iya, wajar aku tidak percaya. Aku tidak melihat ada barang yang kau bawa. Coba aku lihat, barang apa yang kau beli? Tunjukkan padaku! Agar aku bisa mempercayai perkataanmu," gadis itu masih ingin bukti, menatap penuh curiga pada Ronald.
Ronald menggelengkan kepala melihat kecurigaan Citra. Dia segera membuka tas ransel dan memperlihatkan isi di dalamnya kepada gadis itu.
Dalam sekejap, wajah sang gadis yang tadinya gusar, penuh rasa curiga dan tidak percaya, berubah menjadi ceria. Senyum manis seketika merekah dari bibirnya. Sekarang dia baru mempercayai perkataan Ronald setelah melihat kotak sepatu yang ada di dalam ransel.
"Mengapa kau tidak memberitahuku kalau kau mau pergi ke mall membeli sepatu ini? Pasti aku akan menemanimu," sang gadis bertanya sambil melingkarkan tangan ke lengan Ronald.
"Tadinya aku mau meneleponmu, tapi kufikir aku hanya mampir sebentar ke sini, makanya aku pergi sendirian. Aku juga tidak mau selalu merepotkanmu. Kau juga pasti lelah pulang sekolah," Ronald kembali berkata dusta menutupi hal yang sebenarnya.
"Ooh, so sweet sekali kekasihku ini. Masih memikirkan keadaanku. Ternyata tidak enak menjalin hubungan beda sekolah, kita jadi susah bertemu. Coba kalau kita satu sekolahan, pasti setiap hari kita bisa pulang bareng," gerutu gadis itu manja bergelayut di lengan sang pembasket.
"Tidak masalah beda sekolah, tapi kan seminggu sekali kita selalu bertemu. Jalan-jalan, nonton bioskop dan makan bareng," sahut Ronald menghibur gadis cantik yang telah Satu tahun lebih menjalin hubungan dengannya.
"Terus..., kau sendiri? Mengapa kau ke mall sendirian? Tidak meneleponku dulu? Biasanya setiap kali kau ingin pergi ke mall, kau selalu memintaku menemanimu," sambung Ronald bertanya ingin tahu, kedua matanya menatap heran pada gadis yang berdiri di depannya.
"Tadinya janji bertemu Ana di sini. Tapi setelah aku sampai di sini, Ana menghubungiku. Katanya dia tidak bisa ke sini, karena mamanya mendadak mengajaknya ke Supermarket untuk menemani mamanya belanja bulanan," Citra menjelaskan hal yang sebenarnya.
"Oh begitu, pantas saja kau tidak meneleponku. Aku juga terkejut saat kau menelepon dan memberitahuku bahwa kau ada di sini," Ronald mengangguk tanda mengerti.
"Ya sudah, sekarang kau mau kemana?," sambung Ronald bertanya, sembari matanya masih berputar memperhatikan sekelilingnya.
Hati Ronald kembali tenang karena dia tidak melihat Zafira berada di sekitarnya. Dia hanya melihat seorang pria bertopi hitam sedang berdiri membelakangi mereka sambil menundukkan kepala, sepertinya pria itu juga pengunjung mall yang sedang asyik memainkan ponsel.
"Aku mau beli tas. Kau mau kan membelikannya untukku?," jawab gadis di sebelah Ronald dengan manja.
"Apa pernah aku menolak keinginanmu?," Ronald bertanya tersenyum pada Citra seraya menyentuh hidung bangir Citra.
Citra anak orang kaya, manja, cantik, sedikit agresif, dan cukup pintar di sekolahnya, namun meski pun dia anak dari orang kaya, tetap saja sering meminta Ronald membelikan barang yang diinginkannya, karena sang papa membatasi saldo di ATM Citra, dengan tujuan supaya anak gadisnya tidak terlalu berfoya-foya menghabiskan uang.
"Terima kasih honey. Kau memang selalu bisa membuat hatiku senang," ujar Citra manja, kemudian menarik tangan Ronald berjalan mencari tas yang diincarnya.
Dua puluh menit berselang, Ronald sudah berada di meja kasir, membayar belanjaan Citra dengan menggunakan ATM.
Saking asyiknya Ronald dan Citra berbelanja, sampai-sampai tidak menyadari jika pria bertopi hitam masih terus membuntuti mereka.
"Sekarang tugasku sudah selesai, aku sudah membelikanmu tas. Kau pulanglah sekarang," suruh Ronald pada Citra yang tampak tersenyum melihat tas belanja yang ada di tangannya.
"Mengapa kau menyuruhku pulang sendiri? Kita pulang bareng saja ya," Citra menarik tangan Ronald mengajaknya pergi ke parkir.
"Mana bisa kau pulang bersamaku. Helm nya hanya satu. Aku tidak mau sampai ditilang polisi gara-gara kau tidak memakai helm," sungut Ronald memberitahu.
"Oh iya juga ya, aku lupa kalau kau tidak membawa helm untukku. Baiklah kalau begitu, aku naik taxi saja," Citra akhirnya tidak keberatan naik taxi pulang ke rumah.
Setelah mengantar Citra hingga ke loby mall, Ronald bergegas berlari ke resto hendak menemui Zafira.
Namun langkahnya terhalang oleh sosok pria yang sedari tadi mengikutinya, pria itu berdiri tepat di depan Ronald sengaja menghalangi jalan si pembasket itu.
Ronald menggeser kaki ke arah kanan supaya bisa melewati sosok yang ada di depannya, namun pria bertopi hitam itu ikut melangkah ke kiri seakan dengan sengaja tidak memperbolehkan Ronald melewatinya.
"Heh! Ada masalah apa kau denganku?! Mengapa kau sepertinya sengaja menghalangi jalanku?!," bentak Ronald dengan muka kesal mencoba melihat wajah pria itu dari balik topi.
"Iya, aku memang punya masalah besar denganmu!," balas pria bertopi tidak gentar.
"Oh ya?! Apa masalahmu denganku?! Coba katakan!," Ronald mencoba menarik topi pria itu tetapi dengan cepat tangan pria itu menyingkirkan tangan Ronald yang hampir menyentuh topinya.
"Pengecut! Jangan bersembunyi di balik topimu! Kalau kau memang laki-laki, buka topimu dan tunjukkan padaku siapa dirimu!," Ronald kembali membentak dengan muka mulai memerah menahan amarah.
"Aku bukan laki-laki pengecut sepertimu! Bermain hati di belakang Zafira!," tukas pria itu yang ternyata adalah Fariz.
Fariz membuka topi dan dengan berani menunjukkan mukanya kepada Ronald.
"Oh, ternyata kau! Teman Zafira! Oh salah, salah! Kekasihnya Zafira?! Oh salah lagi.., pria yang suka sama Zafira tapi selalu ditolak Zafira? Benar kan? Kasihan sekali nasibmu! ck, ck, ckk..," cibir Roland tersenyum mengejek.
"Aku tidak peduli kau mau mengatakan apa pun tentangku! Yang jelas aku tidak akan membiarkanmu mempermainkan hati Zafira! Laki-laki kurang ajar!," Fariz memasang kembali topinya kemudian melayangkan satu pukulan ke muka kiri Ronald.
Ronald yang tidak menyangka Fariz akan memukulnya dengan tiba-tiba, tak sempat mengelak. Dan satu pukulan keras mendarat di pipi si playboy itu.
Merasakan sakit di pipinya, Ronald semakin terbakar amarah. Dia berjalan mendekati Fariz dan membalas memukul sahabat Zafira itu, satu pukulan tepat mengenai sudut bibir Fariz.
Fariz memegang sudut bibirnya dan ada sedikit darah menempel di ibu jarinya.
Fariz maju dengan cepat kemudian tanpa berfikir panjang menendang perut Ronald. Tak terelakkan, Ronald merasakan hantaman keras di perut, sehingga membuat tubuhnya terhuyung.
Fariz belum puas sampai di situ, menarik kerah baju Ronald yang tampak masih kesakitan, meringis memegangi perutnya.
"Kalau kau benar menyukai Zafira, jangan pernah mempermainkannya! Aku tidak akan pernah mengganggu hubungan kalian asalkan kau memperlakukan Zafira dengan baik! Tapi kalau kau hanya ingin menyakiti hatinya, maka kau jauhi Zafira! Atau aku akan membunuhmu!," bentak Fariz mendorong Ronald hingga nyaris terjerembab ke lantai.
Untung Ronald masih bisa menahan keseimbangan tubuh sehingga tidak terjatuh ke lantai.
Fariz memiliki postur tubuh sedikit lebih pendek dari Ronald, 177 cm, dengan begitu dia masih bisa menyeimbangi kekuatan Ronald dan tidak terlalu sulit baginya mendorong tubuh tinggi si pembasket itu.
Saat Fariz akan mendekati Ronald dan memberi pelajaran yang lebih keras pada si playboy, seketika tubuh Fariz dipegangi oleh dua orang pengunjung mall.
"Eh sudah, sudah! Jangan membuat keributan di tempat umum! Kalau Security melihat kelakuan kalian, kalian akan dikenakan hukuman!," tegas seorang pria berumur kurang lebih 50 tahun yang masih memegangi tubuh Fariz agar tidak melanjutkan aksinya.
Fariz seketika sadar, untung para pengunjung mall melerainya, jika tidak, pasti kejadian baku hantam akan terus berlangsung.
"Baik pak, aku akan pergi. Terima kasih sudah mengingatkanku," ucap Fariz mengangguk sopan kepada kedua pengunjung yang melerai perkelahiannya dengan Ronald.
Tanpa menoleh sedikit pun pada Ronald, Fariz segera pergi dari tempat itu.
Ronald masih terhuyung memegangi perut serta mukanya. Dia merasa tendangan Fariz cukup membuat tubuhnya meradang.
Ronald tertatih berjalan ke toilet untuk mencuci muka dan memperbaiki pakaiannya yang tampak berantakan.
Dia tidak mau Zafira sampai melihat keadaannya seperti ini, yang ada gadis itu pasti akan curiga padanya.
...*******...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Nita
direkam coba riz kayak di TV TV buat bukti😂
2024-06-10
1
Sugiharti Rusli
harusnya si Fariz ambil gambar pas Ronald sama cewenya, cuma mungkin dia lupa yah😄😄😉
2023-09-13
1
Zainab Ddi
kasian deh kamu zafira
2023-08-22
1