Pukul 16:30.
Sepulang Fariz dan setelah menyelesaikan shalat Asar, mama Laras segera menemui Zafira di kamarnya.
Mama Laras membuka pintu yang memang selalu tidak dikunci oleh sang putri, kecuali jika tidur atau sedang selesai mandi dan memakai handuk, gadis belia itu baru akan mengunci pintu kamar.
Mama Laras masuk ke kamar Zafira. Anak belia berambut panjang itu sedang menyandarkan tubuh di headboard sambil memainkan ponsel. Matanya melirik sekilas pada sang mama yang sedang berjalan ke arahnya setelah menutup pintu. Kemudian fokus kembali pada benda yang ada di tangan.
Mama Laras duduk di pinggir tempat tidur seraya tersenyum lembut menyentuh rambut panjang Zafira yang masih basah karena baru selesai keramas, lalu menyelipkan dan merapikan anak rambut putri kesayangan ke balik telinga.
"Ternyata anak mama sudah mandi, rambutnya masih basah dan makin terlihat cantik," puji mama Laras tersenyum membuka pembicaraan sambil mengalihkan gerakan tangan, mengelus rambut di dahi Zafira.
"Sudah ma, tadi pulang dari luar, Zafira langsung mandi. Mama tahu sendiri, Zafira tidak nyaman kalau habis berpergian tidak langsung mandi,"
"Iya ya, mama tahu itu. Anak mama ini bersih dan higienis. Mama memang mengajarkan kalian untuk hidup bersih dan sehat sejak kecil," sahut mama Laras tersenyum terus mengelus rambut halus gadis belia berwajah cantik itu.
Raut wajah Zafira sungguh cantik. Perpaduan wajah mama Laras dan papa Arga. Mata sebening mata mama Laras. Bibir mengikuti bentuk bibir papa Arga. Berbibir tipis namun tetap menarik.
"Sayang, apa kau sudah shalat Asar?," mama Laras bertanya kembali mengingatkan sang anak.
"Sudah ma, tadi setelah selesai mandi, Zafira langsung shalat," Zafira meletakkan ponsel lalu menarik kaki dan bergeser mendekati sang mama, duduk melipat kedua lutut.
"Ma, besok Zafira minta izin pulang sekolah agak telat ya. Boleh kan?," pintanya dengan wajah imut menatap mama Laras yang duduk di hadapannya.
"Boleh saja, tapi kalau mama boleh tahu, kau mau kemana nak?," mama Laras menautkan alis memandang anak cantik itu penuh rasa ingin tahu.
"Zafira mau menemani Ronald membeli sepatu olahraga ma," Zafira menjawab jujur.
"Oh, jadi anak mama mau menemani kekasihnya belanja," mama Laras mencoba berseloroh lalu tersenyum menggoda sang putri.
"Ah mama bisa saja," Zafira mengerucutkan bibir.
"Sayang, mama sebenarnya kurang setuju kau terlalu dekat dengan Ronald. Bukan karena mama tidak menyukai Ronald, tapi karena umurmu masih 16 tahun nak. Belum saatnya kau menjalin hubungan dengan seorang laki-laki," sang mama menasehati anak belianya.
"Iya ma, Zafira tahu itu, Zafira juga tidak macam-macam di luaran. Zafira suka Ronald hanya sekedar suka biasa ma. Kagum karena dia pembasket populer di sekolah. Selain itu dia juga tampan dan berpostur tubuh sangat tinggi. Itu yang membuat Zafira selalu terkagum-kagum padanya. Mama tidak perlu khawatir, Zafira juga belum mau menikah. Lulus sekolah saja belum, kuliah juga belum," sahut Zafira menenangkan hati sang mama yang selalu mengkhawatirkan dirinya.
"Iya, harusnya memang begitu, jangan sampai terbawa pergaulan bebas. Mama dan papa tidak menyukai ith. Perjalananmu masih panjang. Setelah lulus sekolah, kau juga harus berkuliah dulu. Mungkin keluar negeri seperti anjuran papa,"
"Tapiiii.., nanti kalau Zafira sudah selesai sekolah dan sudah lulus kuliah atau sudah bekerja, Zafira boleh kan ma menjalin hubungan yang lebih serius dengan Ronald?," sang anak bertanya menatap mamanya penuh harap.
"Iya boleh, mama tidak pernah melarang kau menjalin hubungan dengan siapa pun. Mama serahkan semua keputusan padamu. Tapi mama hanya ingin memberi sedikit nasehat mengenai Fariz. Fariz itu anak yang baik. Setelah kau dewasa nanti dan saat usiamu sudah tepat untuk menikah, apa kau tidak mau berfikir ulang tentang Fariz? Mama yakin, Fariz itu pria yang baik untuk kau jadikan suamimu kelak," mama Laras mencoba menasehati dan membuka mata fikiran Zafira.
"Mama.., sudah berapa kali Zafira katakan pada mama, Zafira itu menganggap Fariz tidak lebih dari teman. Jadi sampai kapan pun Zafira akan selalu berteman dengan Fariz," ujar Zafira memberi pengertian pada sang mama.
Mama Laras menarik nafas seraya menggelengkan kepala mendengar jawaban Zafira.
Telah berulang kali dia memberi pencerahan pada Zafira tentang sosok Fariz namun sang anak tetap pada pendiriannya, hanya menganggap Fariz seorang teman, tidak lebih.
Mama Laras juga tidak pernah memaksa Zafira menuruti kehendaknya. Apapun yang akan terjadi ke depan, dia dan papa Arga tetap menyerahkan semua keputusan pada sang putri.
"Iya baiklah, mama tidak pernah memaksamu. Hanya saja mama, papamu, dan mama papa Fariz sebenarnya sudah menjodohkan kalian sejak kecil. Tapi kalau kau tidak menyetujui perjodohan ini, mama juga tidak akan memaksamu sayang. Semua keputusan mama serahkan pa padamu," ucap mama Laras dengan wajah keibuan mengusap lembut pipi Zafira.
"Iya ma, Zafira sudah tahu itu. Mama sudah berulang kali membahas masalah ini. Dan mama juga sudah tahu jawaban Zafira tetap sama, tidak akan berubah," jelas Zafira yakin.
"Baiklah. Mama mengerti. Tidak perlu terlalu kau fikirkan masalah ini. Yang penting sekarang tetap fokus belajar dan mengejar beasiswa supaya kau bisa kuliah ke luar negeri. Mama dan papa sangat bangga padamu dan Zafran. Kalian anak-anak yang pintar selalu mendapat nilai terbaik di sekolah," puji mama Laras mencium kening Zafira penuh kasih sayang.
Zafira memejamkan mata merasakan sentuhan penuh kasih dari sang mama, hingga usianya enam belas tahun, mama Laras tidak pernah membentak apalagi memukul Zafira atau pun Zafran. Mama Laras selalu mendidik Zafira dan Zafran dengan lemah lembut dan hingga detik ini Zafira dapat merasakan kasih sayang dan cinta yang begitu besar dari sang mama.
Sebenarnya Zafira merasa bersalah kepada mama Laras. Dia merasa telah menentang keinginan sang mama, karena setiap sang mama mencoba membuka mata dan hatinya mengenai sosok Fariz, namun dirinya selalu menutup telinga dan menolak permintaan sang mama agar bisa menerima perjodohan ini. Namun Zafira juga tidak menyalahkan dirinya, karena memang di matanya, Fariz hanyalah seorang sahabat. Hatinya tidak bisa dipaksa untuk menyukai sahabatnya sendiri.
*****
Keesokan hari, sepulang sekolah, Zafira tidak pulang bersama Zafran, sesuai rencana kemarin, gadis belia itu akan menemani Ronald berbelanja sepatu olahraga.
Kedua remaja itu berboncengan menggunakan motor besar milik si pembasket bertubuh jangkung menuju Plaza Indonesia Mall, salah satu mall ter-elit di Jakarta Pusat.
Zafira menaruh tas sekolahnya di tengah untuk membatasi agar tubuhnya tidak berdempetan dengan Ronald.
Gadis belia berkulit putih itu selalu mengingat pesan sang mama, untuk selalu menjaga diri dari sentuhan dan rayuan semua laki-laki yang dekat dengannya. Sang mama juga menekankan kepada Zafira jangan sampai menyerahkan kesucian apapun alasannya, sebelum adanya janji suci pernikahan.
"Setelah lulus sekolah, kau akan melanjutkan kemana?," Zafira mengeluarkan pertanyaan dari balik belakang punggung Ronald.
Ronald menjalankan laju sepeda motor dengan kecepatan pelan. Kepalanya sempat menoleh ke kiri melirik pada gadis di belakang.
"Belum tahu, sepertinya orang tuaku menyuruhku untuk melanjutkan study keluar negeri,"
"Oh ya? Baguslah, aku mendukungmu," sahut Zafira antusias.
"Kau sendiri mau kuliah dimana setelah lulus sekolah nanti?," Ronald balik bertanya ingin tahu.
"Sepertinya aku juga akan melanjutkan kuliah keluar negeri, tapi ini baru rencana, soalnya aku belum siap berpisah dengan mama dan papa..," jawab Zafira dengan hati resah.
"Kau bicarakan dulu dengan mama dan papamu. Kalian bisa cari solusi terbaik. Atau kalau kau tidak mau kuliah di luar negeri, kau bisa kuliah di sini saja. Masih banyak Universitas unggulan dan terbaik yang ada di Indonesia," Ronald memberi saran.
Zafira mengangguk membenarkan perkataan Ronald.
"Iya, benar juga, aku akan memikirkannya nanti," sahut gadis itu setuju dengan saran Ronald.
"Artinya kita susah bertemu, aku di luar negeri, kau di Indonesia," ujar Ronald di sela-sela suara berisik jalanan Ibu kota.
"Masih bisa, pas kau libur semester dan pulang ke Indonesia, selain itu, kau juga bisa setiap saat meneleponku," Zafira memberi solusi.
"Iya juga ya, aku bisa menemuimu saat aku pulang ke Jakarta," Ronald mengangguk-anggukkan kepala menyetujui solusi dari Zafira .
Zafira tidak menjawab, hanya bibirnya menyunggingkan senyum, kemudian mengedarkan mata memandangi suasana jalan yang mulai tampak macet.
Di sepanjang perjalanan keduanya terus mengobrol menceritakan berbagai hal.
Dan tanpa mereka sadari, saat mereka berdua tengah asyik bercengkerama, ada sebuah motor Ninja berwarna merah berada di belakang mereka dengan jarak sekitar delapan meter, yang sedari tadi mengikuti mereka.
Sepasang mata si penguntit terus mengamati gerak gerik Zafira dan Ronald yang asyik berboncengan di atas motor Ninja berwarna hijau.
...*******...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Nita
Fariz suka zafira tpi zafira nggak suka sama Fariz , lanjut kak
2024-06-10
1
Sugiharti Rusli
jangan terlalu cinta, kehidupan masih panjang Zafira,,,
2023-09-13
1
Zainab Ddi
farish cinta mati sama zafira
2023-08-22
1