Keseharianku dengan nenek Maria dipenuhi oleh aku yang selalu disuruh kesana kemari. Meskipun begitu, ini lebih baik daripada dijalanan dan mencari makanan sendiri, sedangkan disini saat aku sudah menyelesaikan permintaan nenek Maria aku akan diberi makan dan upah berupa uang koin.
“Adya, apakah kamu tertarik dengan sihir?”
Itu pertanyaan tiba-tiba
Beberapa hari setelah aku tinggal bersama nenek Maria tiba tiba nenek Maria menanyakan sesuatu kepadaku saat makan malam.
Sihir. Saat aku mendengar nenek Maria mengatakan kata itu mataku berbinar-binar.
“Nenek bisa sihir!?”
“Bisa, meskipun penampilanku kayak gini, aku termasuk penyihir hebat lo.”
Sihir…. Jika bisa aku ingin mempelajarinya, tanpa berpikir panjang aku menganggukkan kepalaku kepada tawaran dari nenek Maria.
“Oke kalau begitu, besok akan jadi kelas sihir pertamamu, jadi hari ini istirahat ya?”
Karena hari ini sudah larut malam maka kelas sihirku akan dimulai besok.
Aku tidak sabar untuk mempelajari sihir yang menyerah untuk kupelajari 6 bulan lalu.
Hari berganti dan tiba waktunya kelas sihir pertamaku.
Nenek Maria menyiapkan meja dan kursi sekaligus papan tulis di ruang tengah rumah. Aku duduk di kursi dan didepanku ada pensil dan buku. Sedangkan nenek maria sedang memilah milah buku dari rak buku.
Ini buruk,pikirku.
“Nek”
“Kenapa?”
“..Aku nggak bisa baca ataupun nulis”
Aku mengutarakan isi pikiranku saat aku melihat buku dan pensil diatas meja.
Nenek Maria melihat kearahku dengan tersenyum tipis.
“Sebelum belajar sihir sudah pasti kamu perlu bisa baca dan tulis. Dan kegiatan hari ini adalah belajar tentang itu”
Ternyata nenek Maria sudah menyadari akan hal itu. Aku yang dari daerah kumuh jelas tidak bisa baca ataupun menulis, jadi nenek Maria sudah menyiapkan kelas ini untuk belajar baca tulis.
“Oh ketemu”
Nenek Maria mengambil buku yang terletak pada pojokan rak buku.
“Apa itu nek?”
“’Panduan Belajar Bahasa Imperial Tingkat Dasar’ dari Imperial Academy”
“Imperial Academy?”, Aku memiringkan kepala tidak tahu.
Kata-kata asing masuk kedalam kupingku.
“Anggap saja itu adalah tempat belajar yang lebih besar dan banyak anak anak yang kesana”
“Ooo…Kayaknya sulit ya”
Saat aku mendengarkan penjelasan nenek Maria, aku membayangkan wajah anak-anak yang selalu ku temui di daerah kumuh.
Jika Imperial academy adalah tempat yang seperti itu, maka tempat itu termasuk tempat yang menakutkan bagiku.
Nenek Maria tertawa mendengar jawabanku.
“Entah apa yang kamu bayangkan, tapi aku jamin Imperial Academy nggak semengerikan itu”
Aku tak percaya dengan apa yang dikatakan nenek Maria. Sudah 5 tahun aku di daerah kumuh, tapi semua orang yang kutemui adalah manusia manusia yang selalu menindas orang lain. Tidak ada hari tanpa penindasan yang terjadi kepadaku. Saat hari berakhir, paling tidak aku akan menerima luka baru dari mereka.
Walaupun aku ingin membalas mereka, aku yang sendiri kalah jumlah dengan mereka. Akhirnya aku selalu berusaha untuk melarikan diri.
Tidak ada ingatan bagus di daerah kumuh itu.
Nenek Maria yang sepertinya melihat ekspresiku mengelus kepalaku dengan lembut.
“Nggak papa, kamu udah disini jadi nggak perlu khawatir lagi”
Bukan berarti aku takut dengan mereka. Jika situasinya memungkinkan untuk aku melawan balik aku selalu melakukannya. Entah itu batu, tongkat, atau mungkin pecahan kaca, aku selalu melawan balik jika ada kemungkinan. Yang membuatku muak adalah rasa sakit dari luka fisik yang aku tidak punya obat atau apapun untuk merawatnya, karena itu aku selalu lari karena jika aku terkena luka aku tidak bisa melakukan apa apa selain merintih kesakitan.
Nenek Maria tetap mengelus kepalaku. Aku yang mulai tidak nyaman menepis tangan nenek Maria dari kepalaku.
Entah kenapa nenek Maria tidak menunjukkan ekspresi tidak senang, tapi membuat ekspresi tersenyum yang aneh.
Nenek Maria meletakkan buku Bahasa itu dimejaku dan berdiri di depan papan tulis. Kemudian kelas pertamaku dengan nenek Maria dimulai.
Seperti yang diharapkan, aku kesusahan untuk mengikuti kelas. Pertama, aku perlu menghafalkan alphabet,bagaimana cara menulisnya, dan bagaimana cara mengucapkannya. Setelah itu, banyak kata-kata
yang dituliskan oleh nenek Maria di papan tulis dan aku disuruh membaca satu persatu. Saat aku membaca, aku menulis kata katanya. Menulis huruf demi hurufpun aku kesusahan, saat aku pertama kali mulai menulis aku menggenggam pensilnya dengan seluruh jariku. Nenek Maria datang dan membetulkan caraku memegang pensil dengan hanya jempol, telunjuk, dan tengah.
Berulang kali pensil jatuh dari telapak tanganku dan jatuh ke bawah meja. Tapi itu semua hanya pada 2 jam awal. Setelah itu aku semakin mahir untuk menulis kata demi kata.
Nenek Maria tampak terkejut tapi Kembali tersenyum kepadaku. Setelah itu kami istirahat sejenak.
“Tanganku sakit”, gumamku
“Kamu baru pertama kali memakai pensil dan lanjut menulis tanpa henti selama 2 jam. Jelas sakit”
Nenek Maria menertawakanku.
Aku yang melihat itu sedikit cemberut. Tapi kemudian ada sesuatu yang lembut dikepalaku.
“Tapi kamu 2 jam sudah lancar untuk menuliskan?”
“Iya, sudah”, aku menjawab sambil menepis tangan nenek Maria di kepalaku.
Nenek maria yang sedikit kecewa kembali bertanya kepadaku.
“Adya, apakah kamu dari lahir sudah didaerah kumuh?”
Pertanyaan aneh lagi.
“Iya?”
“Beberapa hari ini kita tinggal Bersama aku ngerasa aneh. Meskipun kamu dari daerah kumuh, kamu nggak pernah berbicara kasar. Dari semua orang yang pernah aku temui di daerah kumuh entah itu anak anak atau orang dewasa, dari penyusunan kata sampai intonasi mereka, pasti ada kata yang bertujuan untuk menyakiti orang. Tapi, kamu nggak pernah berbicara seperti itu dari awal kamu ada disini.”
Aku sedikit memiringkan kepala kepada penjelasan nenek Maria. Saat aku masih tinggal bersama orang tuaku, mereka selalu memarahiku saat aku meniru cara bicara orang dari daerah kumuh. Saat mereka mati mungkin secara tidak sadar aku mengikuti kata-kata orang tuaku selama ini.
Saat aku ditindas oleh orang di daerah kumuh, aku terkadang akan berkata kasar pada mereka saat melawan balik atau saat tersulut emosi. Tapi setelah itu aku selalu merasa kesepian, mungkin karena saat aku sendirian aku selalu sadar kalau nggak ada orang yang akan memarahiku atau memperhatikanku lagi jadi aku menghabiskan setiap malam melihat bintang dengan tatapan kosong.
“Udah, nggak papa.”
“!”
Suara nenek Maria masuk ketelingaku dan kehangatan menyelimuti tubuhku karena nenek Maria memelukku. Kemudian, aku baru menyadari jika aku menangis, pipiku terasa basah karena air mataku dan nenek Maria memelukku untuk menenangkanku.
Air mataku semakin bercururan bernostalgia dengan kehangatan orang lain.
“Huk..ugh”
Aku terus menangis di pelukan nenek Maria untuk beberapa menit.
Beberapa menit berlalu dan aku semakin tenang. Nenek Maria melepas pelukannya dan melihat kearahku.
“Udah nggak papa?”
Aku menganggukkan kepalaku.
Nenek Maria memberiku segelas air untuk menenangkanku.
“Maaf menanyakan hal yang aneh.”
Aku menggelengkan kepalaku.
Aku memang terkadang sedih dengan kepergian orang tuaku, tapi aku juga merasa terselamatkan saat mengingat kembali hidupku dengan mereka yang menjagaku untuk selelu menjadi diriku sendiri. Dengan begitu aku selalu gigih untuk bertahan hidup sampai saat ini.
Aku melihat kearah nenek Maria.
Nenek ini walaupun aneh, sudah mengembalikan rasa yang hilang sejak meninggalnya orang tuaku, jadi aku bersyukur kepadanya.
Aku mengambil pensilku dan kembali melatih tulisanku. Saat itu bel rumah nenek Maria berbunyi. Nenek Maria berdiri dan menyuruhku untuk tetap belajar. Nenek menuju kearah pintu depan dan membukakan pintu.
“Selamat pagi Nona Maria, saya disini ingin mengantar surat dari kerajaan.”
“Pagi, apakah ini sama dengan yang sebelum-sebelumnya?”
Entah kenapa tapi suara nenek Maria seperti sedang jengkel. Karena pintu depan ada dibelakang tembok jadi aku tidak tahu siapa yang datang, tapi aku tahu jika tamunya tidak terlalu disukai oleh nenek.
“Kalau begitu aku sudah berulang kali menolak tawaran itu, bilang kepadanya jika aku menolaknya dan kau bisa bawa pulang surat itu sama dengan surat yang lain.”
*Brak
Pintunya dibanting keras. Tanpa mendengar penjelasan dari tamu itu nenek langsung menutup pintunya.
Aku menghentikan pensilku terkejut dan berjalan kearah pintu depan.
“Kenapa nek?”
Nenek berbalik dengan wajah muak.
“Nggak ada apa apa, cuma orang kurang kerjaan yang nggak tahu kapan menyerah.”
Aku memiringkan kepalaku tidak paham.
“Nggak usah kamu pikirin, kamu sekarang lanjutin belajarmu.”
Aku mengiyakan perkataannya dan kembali ke kursiku.
Sekitar seminggu sudah berlalu dan kemampuan baca dan tulisku sudah berkembang lebih tinggi. Hari ini akhirnya nenek Maria mengajarkanku tentang sihir.
“Adya, kamu tahu apa itu sihir?”
Aku menggelengkan kepalaku.
“Sihir adalah hasil dari kita memanipulasi mana.”
Nenek mengangkat tangannya dan api muncul diatasnya.
Mataku terbuka lebar dengan pemandangan itu. Aku tidak berkedip sama sekali dan tiba tiba ada api yang muncul di telapak tangan nenek.
Nenek Maria yang melihatku tersenyum dan melanjutkan penjelasannya.
“Yang kamu lihat sekarang ini adalah aku yang mengumpulkan mana dari tubuhku dan membuat reaksi untuk api muncul.”
Nenek Maria menghilangkan apinya dan menulis sesuatu di papan tulis.
“Yang menjadi hal penting dari sihir adalah ini, lingkaran sihir. Kamu anggap lingkaran sihir ini adalah selang air dan
membantu kita agar mana itu terarah dan membuat reaksi sesuai keinginan kita. Jika lingkaran sihir itu jelek maka jangan harap sihir yang dikeluarkan akan menjadi bagus.”
Aku menulis apa yang dikatakan oleh nenek Maria. Dan aku mengankat tanganku.
“Tapi nek, aku nggak lihat lingkaran sihir di api tadi.”
“Itu karena yang dihasilkan cuma api kecil yang mudah dibuat tanpa lingkaran sihir. Biasanya lingkaran sihir digunakan jika sihir yang ingin digunakan lebih rumit.”
Kali ini nenek Maria mengangkat tangannya kesamping. Dan di atasnya muncul lingkaran merah yang melayang. Kemudian api muncul di atasnya, berbeda dengan api yang sebelumnya api ini terlihat lebih besar seperti jarum dan terasa panas walaupun aku duduk agak jauh dari nenek Maria, warnanya juga lebih gelap daripada api yang pernah kulihat.
“Contohnya seperti ini, aku menggunakan lingkaran sihir untuk mengubah bentuk, kepadatan, dan panas dari api ini. Dari situ kerasa kan?”
Aku mengangguk tertarik sampai aku menyadari sesuatu. Seolah nenek Maria menyadari apa yang aku pikirkan nenek menjelaskan.
“Kalau kamu bilang aku nggak merasakan panas sama sekali kamu salah. Saat aku menggunakan sihir ini, secara bersamaan aku menggunakan mana untuk melindungi tubuhku dari panas. Para penyihir paling tidak harus bisa melakukan ini, jika tidak mereka akan hangus duluan karena api yang mereka buat.”
Nenek menjelaskan itu dan menghilangkan apinya kembali. Kemudian kembali menulis sesuatu dipapan tulis.
“Lingkaran sihir membantu kita mengumpulkan mana lebih cepat dan akurat. Walaupun begitu, saat kamu sudah sangat mahir dengan sihir ada kalanya lingkaran sihir malah memperlambat keluarnya sihir itu. Perhatikan ini, aku akan mengeluarkan sihir yang sama secepat mungkin dan lihat perbedaannya.”
Nenek Maria mengangkat tangannya dan mengulangi proses api lancip tadi. Tangan diangkat, lingkaran sihir muncul, dan api muncul. Prosesnya sangat cepat bahkan kurang dari 1 detik.
“Ini yang kedua, jangan terlewat oke.”
Nenek menghilangkan api yang pertama dan kembali mengangkat tangannya. Aku nggak yakin perbedaannya akan jauh karena yang sebelumnya sudah kurang dari 1 detik. Namun..
“!”
Mataku terbuka lebar melihat itu. Aku tidak melihat apapun selain api yang ntah darimana tiba-tiba muncul.
“Hahah”
Nenek Maria tertawa melihat reaksiku.
“Apakah terlewat?”
Aku menganggukkan wajahku secepat kuda.
“Akan aku ulang jadi perhatikan dengan lebih baik.”
Aku memfokuskan mataku kearah tangan nenek Maria dengan lebih seksama.
“1 2-“
C-Cepat!
Setelah nenek Maria mengucapkan dua, sepersekian detik kemudian api lancip itu langsung muncul. Perbedaan yang diberikan benar benar jauh.
“Pertarungan sihir biasanya didominasi oleh kecepatan penyihir untuk mengeluarkan sihir mereka telat sedikit anggap saja nyawamu hilang. Dan sihir yang mereka gunakan nggak cuma ini ada lebih banyak lagi yang akan mereka keluarkan untuk mengalahkan musuhnya. Gimana? Menarik bukan?”
Aku tersenyum lebar melihat demonstrasi dari nenek Maria. Aku ingin melakukan hal itu juga!
Aku mendesak nenek Maria untuk mengajariku sihir lebih dalam lagi. Aku tidak menyangka sihir akan sebegitu menarik untuk dipelajari seperti ini. Aku menjadi lebih semangat untuk belajar sihir.
“Oke, tapi sihir seperti ini masih jauh untuk kamu pelajari. Mungkin masih 3 atau 4 bulan lagi. Sebelum itu aku ingin kamu paham dasar-dasar sihir ini dan belajar mengendalikan manamu sendiri.”
“Iya nek!”
Aku menjawab dengan riang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Rozuken
alurnya cepet banget tor
2023-08-02
1