...Selamat membaca🦎...
...-CICAK🦎-...
"Megah sekali, Bunda," gumam Citra dengan mata berbinar-binar.
Mendengar pujian dari putrinya, berhasil membuat Susi tersenyum senang. "Senang?" tanyanya.
Citra mengangguk menjawab.
"Di luar ekspektasi Citra," kata Citra menjawab seraya tersenyum.
"Menurut Bunda, ini sederhana."
Citra menahan tawanya. "Caram," gumam Citra.
Susi mengambil ponselnya dari dalam tas mouawad's 1001 nights diamond purse. "Rekam dulu, ah." Susi mulai membuat rekaman video.
Citra melihat pemandangan di sekitarnya. "Bener-bener bagus banget!" seru Citra berdecak kagum.
"Ehem!" suara seseorang berdehem mengagetkan Citra.
Citra tersenyum tipis ketika Bikbik ikut duduk di sampingnya. "Gimana? Lo seneng 'kan?" tanya Bikbik sembari terkekeh pelan.
Citra mengangguk. "Banget." sahut Citra.
Bikbik menghela napas panjang.
"Lega gue. Sekarang, tinggal nunggu debat nya-eh, debay nya aja." ucap Bikbik membuat pipi Citra merah merona.
"Masih jauh!"
Bikbik tersenyum simpul. "Btw, lo udah tau wajah calon suami lo kaya gimana? Namanya?" tanya Bikbik yang ingin mengetahui.
Citra menggelengkan kepalanya pelan. "Astaga, Citra," gumam Bikbik menepuk jidatnya sendiri.
"Kata Bunda sih, ganteng. Pasti ganteng lah!" ucap Citra.
Bikbik tersenyum pasrah. Ia memencet pipi Citra pelan. "Yakali cantik, astaga." Citra tertawa pelan.
"Dek," panggil seseorang tepat di telinga Citra.
Seketika tubuh Citra merinding mendengar suara berat itu. "Kak Rama!" Citra melototkan matanya terkejut.
"Lo sama sekali gak merasa dosa sama gue?" tanya Rama kepada Citra.
Citra menyergir lebar. "Maaf," Rama mendengkus kesal.
"Maaf, maaf."
"Citra lagi menggapai mimpi. Ini cita-cita nya Citra, kak. Jadi, gapapa deh keduluan." Citra dan Bikbik tertawa kecil.
"Cita-cita, jelangkangmu!" umpat Rama pelan yang tidak didengar oleh Citra.
"Sayang!" panggil Susi berteriak.
Sontak Rama dan Bikbik berdiri, lalu memeluk Susi. "Oh astaga, anak-anakku." ujar Susi setelah mencium pipi Rama dan Bikbik secara bergantian.
Citra cemberut kesal. "Citra?" Susi terkekeh pelan.
Susi berjalan mendekati Citra, lalu tersenyum lebar di depan Citra.
"Nanti ya, sayang. Sekarang perhiasan kamu bisa rusak kalo Bunda cium." ucap Susi menolak.
Citra menghela napas kecewa.
"Hm,"
"Nyonya," panggil seorang pelayan yang menghampiri mereka ber-empat dengan tergesa-gesa.
"Iya?" Susi menaikkan sebelah alisnya.
Pelayan wanita itu tampak mengatur napasnya sejenak. "Pengantin pria nya sudah datang." ucapan pelayan itu berhasil membuat mata Citra membulat sempurna.
"Benarkah?!" pekik Bikbik senang.
Pelayan itu mengangguk menjawab. "Tapi-" ucapannya dipotong oleh Susi.
"Ayo kita sambut. Ayo-ayo," ajak Susi menarik pergelangan tangan pelayan wanita itu.
Rama berdehem kecil. "Mari kita sambut adik ipar, kecilku." ucap Rama sembari tersenyum paksa.
Citra menatap kepergian Bundanya dan Rama. "Atur napasnya, Cit. Jangan sampe gugup, ye." celetuk Bikbik dengan nada menggoda Citra yang tengah menahan rasa gugupnya.
"Gue takut di buka," gumam Citra yang didengar jelas oleh Bikbik.
"Maksud lo, unboxing?" kekeh Bikbik sontak membuat Citra menatapnya tajam.
"Gak!" balas Citra cepat.
Bikbik mengulum senyumnya.
"Iya-iya, gue cuma nebak. Yuk samperin calon suami lo," ajak Bikbik kepada Citra.
Citra menatap Bikbik. "Gue beneran takut di unboxing, Bik," ucap Citra dengan wajah yang memancarkan ketakutan.
Bikbik berusaha menahan tawanya ketika melihat wajah Citra yang seperti ini. "Kenapa? Itu kewajiban lo." kata Bikbik.
"Tapi, tujuan gue cuma mau nikah doang. Gak mau di unboxing." ucap Citra lagi.
"Segel lo masih aman. Nanti lo diskusiin sama suami aja. Gue mah, cuma nunggu dedek bayinya aja." ucap Bikbik membuat Citra berdecak sebal.
Citra mengerucutkan bibirnya.
"Emang lo udah ngerasain gimana rasanya?" tanya Citra ambigu.
"Rasa apa?" Citra kembali berdecak.
"Bikbik," Citra berusaha tersenyum menatap Bikbik malas.
Bikbik tertawa kecil. "Ya, belum lah! Gue masih perawan." jawab Bikbik sejujur-jujurnya.
Bikbik mencubit pipi Citra gemas.
"Jangan cemberut-cemberut gitu, dong! Kasian tuh pewarna bibirnya, jadi pudar." ucap Bikbik.
"Benera-" spontan Citra dan Bikbik menolehkan kepalanya dan menatap sosok seorang laki-laki yang sangat tampan tengah berdiri di depannya.
"Waw!" suara seruan dari para tamu undangan.
Citra menahan napasnya ketika menatap laki-laki di depannya itu. Ia menelan ludahnya susah payah. Citra tidak bisa berkata-kata lagi. Laki-laki yang tengah berdiri di depannya ini terlihat sangat tampan dan berwibawa!
"Astaga, Manu Rios ku!" pekik Bikbik di sebelah Citra.
Laki-laki itu tersenyum manis menatap wajah Citra. "Cantik." pujinya dengan suara kecil.
Citra masih terdiam di tempatnya. Lain halnya dengan Bikbik yang masih saja heboh di sebelah Citra. Bikbik menutup bibirnya menggunakan telapak tangannya sembari membulatkan matanya. Bikbik terus saja mengeluarkan kalimat-kalimat pujian yang diberikan kepada sosok laki-laki tampan di depan Citra.
"Dia seperti Iqbal Ramadhan!" seru Bikbik.
"Oh astaga, dia juga mirip seperti Angga Yunanda!" seru Bikbik kembali.
"Oh, oh, oh calon menantuku yang sangat, sangat, sangatlah tampan. Bisakah kalian, duduk terlebih dahulu?" Susi menggandeng laki-laki itu seraya tersenyum manis.
Citra menganga lebar melihat apa yang dilakukan Susi kepada laki-laki itu. "Ayo, mari kita menikah." ajak Susi kepada Laki-laki itu.
Pletak
Susi meringis ketika kepalanya di jitak oleh Citra. "Bunda!" Citra melototkan matanya.
Susi terpaksa berdiri karena tangannya ditarik oleh suaminya.
"Kamu sangat membuat saya malu." bisik Suterjo, ayah Citra.
Susi terkekeh geli. "Hehe, mas," gumam Susi menahan rasa malunya.
Citra memilih untuk duduk di sebelah laki-laki yang akan menjadi suaminya itu. Citra berusaha menutup rasa canggungnya, ketika laki-laki yang akan menjadi suaminya itu menatapnya dengan sangat lekat.
"Nama kamu, Citra, ya?" tanya laki-laki itu kepada Citra.
Citra mengangguk sekali sebagai jawaban. "Terlihat sangat muda," gumam laki-laki itu yang didengar jelas oleh Citra.
Sontak Citra menoleh dan menatap laki-laki di sampingnya itu. "Ya memang." sahut Citra membuat laki-laki itu tersentak kaget.
"Umur saya 26 tahun, kamu?"
Citra sedikit terkejut ketika mengetahui umur laki-laki yang akan menjadi suaminya itu. "19, tahun." jawab Citra.
Laki-laki yang memiliki kumis tipis itu mangut-mangut mengerti. "Nih, tisu." celetuk Bikbik memberikan selembar tisu kepada Citra.
Citra menoleh ke arah belakang.
"Bik?"
Bikbik menaik turunkan alisnya sembari tersenyum. Ia melirik laki-laki yang tengah duduk di samping Citra. "Calon suami lo, ganteng." puji Bikbik membuat Citra melototkan matanya.
Bikbik segera berjalan menjauhi Citra seraya tertawa cekikikan.
"Ck!" decak Citra pelan.
Selama bermenit-menit lamanya Citra hanya bisa melirik laki-laki yang akan menjadi suaminya itu. Citra sangat ingin bertanya, bahkan mengobrol dengan laki-laki di sampingnya ini. Tetapi apa daya, gengsi Citra sangatlah besar. Di dalam hati, Citra hanya bisa berdoa supaya laki-laki di sampingnya ini tidak menghilang saat acara pernikahan berlangsung. Untuk mengetahui biodata laki-laki di sampingnya ini, Citra berniat akan mempertanyakan hal itu ketika laki-laki ini sudah menjadi suaminya.
Saat Citra berniat untuk memasangkan sebuah cincin ke jari manis laki-laki itu, tiba-tiba seseorang merebut dan mengambil cincin yang Citra pegang. Citra tersentak kaget dan sontak menatap seorang laki-laki asing yang menjadi pelaku yang mengambil cincinnya itu. Tanpa aba-aba, laki-laki asing itu langsung menggenggam tangan Citra erat.
"Saya akan menikah dengan Citra!"
Teriak laki-laki asing itu di depan semua tamu undangan.
"Kamu siapa?!" Susi beranjak dari tempat duduknya. Susi mulai melangkah mendekati laki-laki asing itu.
"Nyonya, anak saya yang akan menikah dengan Citra!" ucap tegas seorang wanita yang bernama, Diva.
Susi membulatkan matanya ketika mendengar suara wanita itu. "Diva? Kamu-" dengan cepat Diva memotong ucapannya.
"Kamu lupa perjanjian kita bulan lalu?! Bukankah, kamu sendiri yang menawarkan putrimu agar menikah dengan anak saya?" tanya Diva yang tengah kebingungan sendiri.
Susi spontan menutup mulutnya terkejut. "Oh, astaga," gumam Susi yang sangat merutuki kebodohannya.
"Apa-apaan ini?!" Laki-laki yang memiliki kumis tipis itu, melepas paksa genggaman tangan Citra dari laki-laki asing itu.
Citra tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutannya. Ia mendongak dan menatap Bikbik seolah meminta penjelasan.
"Saya Giulio Jayantaka!" ucap laki-laki asing itu memperkenalkan dirinya.
"Apa hubungan kamu dengan Citra?" tanya laki-laki yang berkumis tipis itu lagi.
Tanpa berpikir panjang lagi, Giulio menjawabnya dengan cepat. "Saya adalah calon suami Citra Piyaninka!" jawab Giulio seraya tersenyum miring.
"Wahh!" Citra dapat mendengar jelas suara seruan dan tepuk tangan dari para undangan yang masih setia duduk itu.
Laki-laki yang berkumis tipis itu mengeraskan rahangnya. "Jangan menciptakan keributan di hari pernikahan saya!" ucapnya tegas dan penuh emosi.
"Ini adalah pernikahan saya, bukan anda!" balas Giulio santai.
"Kamu siapa anak muda?" tanya Diva yang sedari tadi menatap mereka bingung.
Laki-laki yang berkumis tipis itu tidak menjawab pertanyaan Diva.
"Siapa anda yang berani mengacaukan hari pernikahan anak saya?" tanya Jayantaka yang tidak lain adalah ayah Giulio.
"Kamu melakukan hal memalukan apa lagi, Susi?" tanga Suterjo yang berdiri di sebelah Susi.
Susi tidak berani menjawab pertanyaan dari suaminya. Susi menggigit bibir bawahnya karena merasa takut.
Rama menghampiri Citra. "Lo punya berapa suami?" tanya Rama membuat Citra tersentak kaget.
Citra menggelengkan kepalanya tidak tau harus menjawab apa.
"Beberapa para undangan udah pulang gara-gara keributan ini." ucap Rama kembali.
Tanpa diberitahu pun, Citra sudah bisa melihat beberapa para undangan itu yang berdecak kesal, lalu memilih untuk pergi dari sana.
Rama berdecak pelan, lalu melangkahkan kakinya mendekati Giulio dan keluarganya.
"Sebelumnya maaf, Tuan dan Nyonya, maksud kalian apa ya datang kesini tiba-tiba, mengacaukan acara pernikahan adik saya?" tanya Rama sopan.
"Mengacaukan bagaimana maksudmu?! Jelas-jelas, ini adalah acara pernikahan Putra saya, Giulio dengan Citra," ucap Diva.
Rama menyergit bingung. Ia melirik Susi yang tengah menunduk dan Suterjo yang tengah menatapnya dengan tatapan datar.
Rama bingung sendiri. Bikbik menghampiri Rama, lalu menarik napasnya dalam. "Jadi siapa yang akan menjadi suami Citra di antara kalian?" tanya Bikbik.
Citra menepuk jidatnya sendiri beberapa kali. "Quants marits hi ha?"
"Saya, Raja Ganendra yang akan menjadi suami Citra Piyaninka," ucap laki-laki yang berkumis tipis itu.
"Ya, dia adalah putra sulung saya. Raja akan menjadi suami Citra Piyaninka," ujar seorang laki-laki yang bertubuh kekar bernama, Ganendra.
"Tidak. Citra akan menikah dengan Giulio anak saya, bukan Raja," ucap Jayantaka tegas.
Rama mengacak-ngacak rambutnya frustasi. Susi meneguk salivanya susah payah.
"Jadi yang bener yang mana?" tanya Citra yang akhirnya angkat bicara. Citra menatap Giulio sejenak, lalu menatap Raja dengan tatapan bingung.
"Saya." sahut Raja dan Giulio kompak.
Raja menatap Giulio tajam, sedangkan Giulio menatap Raja sembari tersenyum miring.
"Saya yang akan menjadi suami Citra."
"Saya yang akan menikah dengan Citra," ucap Raja dan Giulio barengan.
Citra menganga terheran-heran.
"Citra bakal punya dua suami?" tanya Citra dengan polosnya.
"Tidak akan!" jawab Raja dan Giulio kompak.
"Bunda Susi, jelaskan suami-eh, semua ini kepada kami semua," pinta Bikbik kepada Susi.
Susi memejamkan matanya sejenak. "Citra hanya akan memiliki satu suami. Saya meminta maaf karena-"
"Suami Citra datang!"
Semua orang menolehkan kepalanya dan menatap seorang laki-laki yang bertubuh gemuk dengan membawa sebuah sepeda kecil.
"Wahaha, ada apa ini? Maaf saya terlambat, Citra sayang," ucap laki-laki bertubuh gemuk itu sembari mengedipkan sebelah matanya ke arah Citra.
Citra semakin membulatkan matanya ketika laki-laki asing memanggilnya dengan kata sayang. Citra meremas gaun nya karena tidak mengerti apa yang tengah terjadi.
"Kamu siapa?" tanya Ganendra kepada laki-laki bertubuh gemuk itu.
Susi kembali menutup mulutnya terkejut. Suterjo melirik Susi datar.
"Bertanggung jawablah." ucap Suterjo.
Laki-laki bertubuh gemuk itu tertawa kecil. "Hai, perkenalkan nama saya Jamal. Saya akan menikahi Citra," ucap Jamal seraya tersenyum manis.
"Maaf sekali membuat kalian menunggu." ucap Jamal lagi. Jamal menghampiri Citra dan langsung menggenggam tangan Citra erat, "Kelihatannya, calon istri saya tidak sabaran untuk segera menikah dengan saya. Tolong ya, lebih baik kalian kembali ke tempat duduk masing-masing. Acara pernikahan saya dengan Citra akan segera dimulai," ucap Jamal sembari tersenyum manis.
Giulio melototkan matanya. Ingin sekali ia mencakar Jamal yang seenak jidatnya menggemgam tangan Citra seperti itu.
Citra berusaha melepas genggamannya, namun tidak berhasil. Ia mendongak dan menatap tajam Jamal. "Lepas!" desis Citra.
Jamal menatap Citra kagum. "Sabar ya, sayang. Jamal mu akan segera menjadi suamimu," bisik Jamal tepat di telinga Citra membuat tubuh Citra seketika merinding di tempatnya.
"Jangan dekat-dekat dengan Citra!" ucap Raja menatap Jamal dengan tatapan ingin membunuh.
Jamal tersenyum manis. "Ada apa Om? Tolong duduk di sana ya, Om. Acara pernikahan saya dengan Citra akan segera dimulai. Jangan menunda-nunda waktu lagi. Om tau? Hari sudah mulai gelap." ucap Jamal sembari menunjuk tempat duduk yang kosong di depannya. Jamal menyebut Raja sebagai pria tua.
Ya, wajah Raja memang seperti sugar dady. Lain halnya dengan wajah Giulio yang terlihat ceria, tetapi sedikit menyeramkan.
Citra memundurkan langkahnya.
"Citra membatalkan pernikahan ini!" teriak Citra melepas paksa genggaman tangannya dari Jamal.
"Kenapa dibatal, sayang?"
Suara seorang laki-laki yang berbisik tepat di telinga Citra, kembali mengejutkan semua orang yang ada disana. Citra spontan menatap laki-laki yang tengah menguap panjang itu di belakangnya.
"Mohon maaf, seleb tuktuk telat."
...-CICAK🦎-...
semoga suka dengan ceritanya! ❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Zhu Yun💫
ikut nyimak kakak.. semangat update 💪🥰
2023-08-30
0