...Happiness Is the Best Healer....
...----------------...
"Haduduhhh ...."
"Shssshhs ... bokongku ...."
Setelah sekitar empat jam lamanya, aku duduk berbincang di sofa batu sialan itu, akhirnya aku pun membulatkan tekad untuk segera pulang dari rumah kakek. Aku terpaksa harus melakukannya. Dokter juga perlu menjaga kesehatan bokongnya.
Kakek sebenarnya adalah orang yang gemar sekali berbincang-bincang. Apalagi kalau dengan orang yang sudah ia kenal betul seperti diriku ini. Jika sudah sempat mengobrol, jangan harap aku bisa menyudahinya begitu saja. Akan selalu ada pertanyaan dan topik yang kian bermunculan dari kakek. Bahkan untuk menyudahi obrolan, aku mesti menyiapkan alasan yang benar-benar meyakinkan dulu agar beliau bisa mengerti.
...----------------...
...Kebahagiaan Adalah Obat Terbaik....
...----------------...
Tentu saja, sehabis dari rumah kakek, aku langsung bergegas pulang menuju vila.
Selama perjalanan yang sedikit mendaki ini, tanganku masih saja terus mengelus-elus bokong yang terasa keram akibat terus-terusan duduk tadi. Semenjak aku meninggalkan rumah kakek hingga saat aku berjalan sekarang ini, rasa keramnya masih membekas.
"Ahhh, bakal gawat kalau aku tetap mengobrol di sana hingga sore. Bisa-bisa jebol bokongku ini," keluh kesahku. Seperti biasa tiap pulang dari rumah kakek.
Akhirnya, setelah beberapa menit berjalan, aku sudah berada di dekat lorong vila.
Sedikit lagi bagiku untuk sampai ke vila. Hanya tinggal belok ke jalan setapak kecil yang ada di sebelah kanan tersebut, lalu menyusuri jalannya hingga ke ujung sejauh ±50 meter. Di situlah letak vilaku.
Lorong jalannya sendiri merupakan jalan alami dan tidak di cor atau di aspal. Saat musim panas, lorong ini akan ditumbuhi rerumputan pendek. Namun di kala musim dingin seperti sekarang, jalanannya akan begitu lembab. Karena itulah, akan terasa sangat licin bila berjalan di sini.
Seperti yang kuterangkan sebelumnya, hampir tak ada orang yang berlalu lalang di lorong ini. Tak heran juga, lagipula di dalam jalan setapak ini hanya ada vilaku dan beberapa vila milik orang lain yang sayangnya sudah lama di tinggalkan dan tak terurus dengan baik.
Kudengar-dengar dari pak Asano, pemilik sekumpulan rumah sewa ini, alasan utama kebanyakan dari mereka pindah adalah dikarenakan lokasi vila yang tidak strategis. Selain itu, alasan berikutnya adalah soal jalan masuk menuju kawasan vila yang tak terurus. Mobil atau bahkan motor pun sangat kesusahan untuk masuk ke dalam.
...****************...
Dingin-dingin seperti ini, selalu timbul dalam benakku untuk bermalas-malasan di atas kasur. Bahkan halusnya seprei bermotif bunga biru langit itu sudah terbayang dalam otak kepalaku ini.
Bagaimana kalau tidur siang? begitu hatiku menyahut.
Namun, jauh sebelum tercapai angan-anganku, hendak melangkah menuju jalan setapak tersebut, langkahku tiba-tiba saja terhenti.
Tanpa adanya aba-aba, tanpa sedikitpun aku mengetahui apa yang sedang terjadi, ialah seseorang dari lorong kejauhan yang terlihat sedang menuju ke arahku. Yang membuatku panik adalah ia sedang menuju kemari dengan mengendarai sepeda dengan kecepatan tinggi.
Laju sepedanya benar-benar tepat sedang menuju ke arahku.
Samar-samar teriakannya terdengar olehku. "Oi minggirrrrr! Aku 'nggak bisa ngerem lagiiii...!"
Aku yang panik spontan memekik tidak jelas sambil melangkah mundur.
Gawat! Kalau aku tak cepat-cepat menghindar, maka-
Sayangnya, naas menimpaku sekejap setelah itu. Karena kelewat kaget, aku tak sengaja tersandung kakiku sendiri saat melangkah mundur.
Aku jatuh ke belakang begitu saja, tepat di sebuah tumpukan daun beserta salju yang tak terlalu tebal.
Tubuhku tersentak keras dan benturan badanku dengan tumpukan daun di pinggiran jalan tersebut menimbulkan suara yang lumayan mengkhawatirkan.
Pasca benturan tersebut, aku terlentang serta sempat kehilangan fokus untuk sejenak. Yang dapat kulihat saat itu hanyalah apa yang ada di atasku: gugusan ranting pohon besar yang sudah tak ditumbuhi dedaunan lagi. Dahan-dahan tersebut begitu banyak sehingga menutupi sebagian langit kejauhan.
Namun hal itu tak berlangsung lama, fokusku perlahan kembali. Setelah nafasku yang sebelumnya mau putus, kini kembali kembang kempis layaknya paru-paru. Benar-benar sadar, aku pun lekas berdiri dan langsung mencari-cari orang yang tadi menaiki sepeda dan mengejutkanku tersebut. Aku bermaksud ingin membentak dan memarahinya.
Sial. Ke mana orang itu tadi? Apa dia sudah pergi ...?
Sambil memegangi lengan kiriku yang masih lemas karena tertimpa badan saat jatuh tadi, aku berusaha untuk mencari keberadaannya dari segala penjuru. Dan ketika menoleh ke arah belakang, ternyata dia ada di sana.
Akhirnya ketemu! Dia ada di arah belakang. Arah yang jalanannya baru saja kulalui.
Namun, alangkah terkejutnya aku melihat sosok yang menaiki sepeda tersebut kini posisinya sedang terbaring lemas di jalanan dan sudah tergeletak jauh dari sepedanya.
Si pesepeda ugal ini ternyata perempuan. Aku terbelalak saking syok melihat kondisinya yang terlentang memprihantikan itu.
Aku langsung bergegas menghampirinya, bermaksud untuk mengecek kondisinya. Dengan larian di tengah jalanan licin yang gesit namun tetap berhati-hati, aku berusaha menghampirinya secepat mungkin.
Sembari melangkah kearahnya, aku coba bertanya dari kejauhan. "Oi ...! K..Kau tidak apa-apa?"
Percuma. Tak ada jawaban dari badan itu.
Setibanya aku di tempat ia terlentang, aku langsung terfokus dengan kondisi wajahnya yang nampak begitu pucat dan matanya terpejam rapat.
Aku coba membangunkannya berulang kali. "HEI! HEI ...! SADARLAH...!"
Walau sudah berteriak dan menampar pipinya, tetap tak ada tanda-tanda kesadaran darinya. Aku pun memutuskan untuk coba mengecek denyut nadinya. Ternyata setelah kuperiksa, nadinya masih terasa walau berdenyut cukup lemah.
"Bagus ...! Untunglah dia cuma pingsan," ucapku lega.
Melihat betapa pucat wajahnya membuatku merasa bahwa perempuan ini masih dalam kondisi rentan. Tanpa pikir panjang, aku memutuskan untuk memindahkannya ke tempat yang lebih aman.
"Sebaiknya ... aku mesti ... membawanya ke gazeboku dulu .... Eghhh ...."
Aku langsung menarik kedua tangan perempuan itu agar posisinya duduk. Lalu aku lekas jongkok membelakanginya dan menaruh tangannya mengalung di leherku. Setelah terasa cukup erat, aku langsung berdiri dengan sikap membungkuk untuk membuat posisi badannya benar dan tepat untuk kemudian dapat kubawa dengan mudah.
Aku berusaha menggendongnya hingga ke gazebo. Bermaksud ingin memberinya beberapa pertolongan pertama yang diperlukan dan juga selimut untuk menghangatkannya.
Tapi rasanya sungguh sengsara, menggendong seseorang dengan medan yang menanjak dan licin seperti ini. Keringat dan hela nafasku langsung bermunculan tak terkendali.
Perlahan tapi pasti, aku akhirnya berhasil membawa perempuan tersebut dengan selamat menuju kawasan vila. Kemudian setelah itu, aku membaringkannya di gazebo. Aku berusaha menurunkannya dengan sangat hati-hati dan perlahan. Aku hanya tak mau ada benturan lain yang terjadi dan malah akan memperlambat proses siumannya.
"Hahh ... hahhh ... hahaha ...."
"Capek ...!"
"Sungguh ..., hah ..., aku tidak bohong," ujarku letih sambil berkacak pinggang.
Karena tenagaku begitu terkuras setelah menggendongnya tadi, aku memutuskan untuk sejenak beristirahat. Hanya sejenak, ok.
Perempuan itu, ia mengalami luka beset di area telapak tangannya, dengan rincian biasa untuk yang kiri, mengkhawatirkan untuk yang kanan. Terlebih, saat aku menggendongnya tadi, mungkin telapak tangannya sempat menempel di kaosku, sehingga sebagian darahnya ada yang menempel.
"Ya ampun .... Merepotkan sekali," ucapku pelan sambil mengusap-usap kaosku.
Seiring diriku yang ikut duduk di gazebo sambil mengatur pernapasan agar kembali normal, aku juga menyadari sesuatu.
Aku menyadarinya setelah coba memperhatikan perempuan ini sekali lagi.
Dia ini ....
Bukankah dia ini ....
Aku baru sadar bahwa ternyata, perempuan ini adalah orang yang sama dengan yang tadi pagi kulihat dari kaca jendela vilaku.
Jelas sekali.
Gaya kunciran rambutnya, postur badannya, bahkan seragam yang ia pakai masih sama seperti saat tadi pagi aku melihatnya. Semua itu seperti membekas begitu saja di pikiranku.
Aku tak bisa menahan rasa kagetku setelah mengetahuinya. Baru saja tadi pagi aku melihatnya meninggalkan tempat ini dengan berjalan kaki, dan sekarang perempuan ini kembali terlihat baru saja pergi dari arah vilaku, dengan menggunakan sepeda.
Namun di samping itu, aku kembali teringat dengan niat awalku tadi.
Aku pun spontan berdiri dari sikap dudukku, lalu bergegas menuju vila untuk mengambil beberapa barang yang diperlukan untuknya. Termasuk selimut dan obat luka.
Di tengah langkahku menuju vila, aku mulai bergumam-gumam.
Kalau dia memang orang yang sama dengan yang tadi pagi, dia pasti tahu sesuatu.
Dari gayanya juga kelihatan sekali kalau dia memang sudah mengenal tempat ini.
Bahkan aku rasa lebih dulu dariku?
"Ada baiknya aku tanyakan saja nanti."
To be continued ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments