Zalina pulang ke rumah ayahnya saat malam menjelang. Badannya terasa sedikit panas karena hujan yang mengguyur tubuhnya. Bahkan pakaian dan tubuh gadis malang itu tampak basah. Zalina melihat Brenda sedang terduduk bersama seorang pria berkepala plontos yang memakai setelan rapi. Akan tetapi, Zalina tidak bisa menduga siapa orang itu.
"Masih ingat pulang rupanya?" Sindir Brenda yang melihat kepulangan putri sambungnya.
"Tentu saja. Ini rumah ayahku," jawab Zalina dengan berani. Baginya tidak ada yang bisa mengusir dirinya karena inilah rumah ayahnya.
"Nona Zalina Alison?" Panggil pria itu dengan mengangkat sedikit kaca matanya untuk memfokuskan pandangan.
"Iya. Anda siapa?" Tanya Zalina dengan suara yang sedikit sengau. Sepertinya gadis itu akan terkena flu.
"Bisakah anda duduk, Nona? Saya ingin memberitahukan hal yang penting mengenai mendiang Tuan Alison, ayah anda," katanya.
Zalina pun berjalan ke arah Brenda dan pria itu. Zalina mendudukan dirinya sofa yang menghadap mereka.
"Perkenalkan saya adalah Peter. Orang kepercayaan mendiang Tuan Alison di perusahaan sekaligus notarisnya. Saya di sini ingin membicarakan dan mengurus mengenai warisan yang ditinggalkan oleh tuan Alison," Peter menjelaskan keberadaannya di rumah ini.
"Warisan? Apa tidak lain waktu saja? Baru saja ayahku sehari meninggal," Zalina berkata dengan sedih.
"Tidak. Hal ini harus secepatnya di bicarakan karena menyangkut ahli waris juga hutang piutang mendiang Tuan Alison," jawab Peter dengan berwibawa.
"Hutang piutang?" Gumam Zalina.
"Iya, Nona. Maka alangkah baiknya kita bicarakan ini secepatnya."
"Baiklah," Zalina meraup oksigen yang terasa menyesakan dada. Zalina masih terkejut dengan kata warisan. Dirinya merasa ayahnya masih ada di sini, menemani hari-harinya.
"Jadi, Tuan Alison membuat surat keterangan ahli waris jika seluruh hartanya akan diberikan kepada Nyonya Brenda," ucap Peter yang membuat Zalina langsung membelalakan matanya.
"Apa? Maksudnya?" Zalina berkata dengan nada tinggi.
"Tuan Alison sudah menunjuk Nyonya Brenda sebagai ahli warisnya," Peter mengulangi. Sementara Brenda hanya tersenyum miring dan penuh kemenangan saat mendengar pertanyataan Peter, sang notaris keluarga.
"Bagaimana bisa? Ini pasti salah! Kau pasti yang merencanakan semua ini kan?" Zalina menunjuk Brenda dengan penuh amarah. Bagaimana bisa wanita licik itu mewarisi seluruh harta ayahnya.
"Merencanakan apa? Jangan merasa terkhianati seperti itu! Ingat ayahmu punya banyak hutang dan aku yang harus melunasinya! Kau kira hutang ayahmu sedikit, hah?" Brenda menatap geram pada putri sambungnya itu.
"Ini pasti tidak benar kan, Tuan? Ayahku pasti tidak menurunkan semua asetnya kepada dia!" Zalina menunjuk Brenda.
"Kenyataannya seperti itu, Nona. Ini surat keterangan ahli waris dari Tuan Alison," Peter memberikan sepucuk surat kepada Zalina.
Zalina membaca surat keterangan ahli waris yang legal secara hukum itu. Di sana ia melihat tanda tangan ayahnya terbubuh di sana dengan rapi. Tapi kapan ayahnya membuat surat itu? Apa ayahnya mempunyai firasat akan pergi sebentar lagi dengan membuat surat keterangan ahli waris? Atau ada yang merencanakan kematiannya?
"Jangan berpikir omong kosong! Ayahmu yang membuat surat itu tanpa paksaan dari aku atau pun anakku," Brenda seolah bisa membaca raut wajah Zalina.
"Aku tidak bisa percaya dengan semua ini," Zalina menggelengkan kepalanya. Ia begitu hafal dengan sifat ayahnya. Tidak mungkin Alison melupakan masa depan Zalina.
"Selain surat keterangan ahli waris, di sini juga terdapat surat putusan pengadilan, akta keterangan hak waris juga surat keterangan waris dari balai harta peninggalan," Peter memberikan beberapa dokumen ke tangan Zalina.
"Surat putusan pengadilan? Berarti warisan ini sudah diatur sekian lama? Mengapa aku tidak diberi tahu?" Air mata menggenang di pelupuk mata Zalina.
Bukan harta yang membuatnya sedih. Akan tetapi, kepastian masa depan yang Zalina takutkan. Zalina sangat yakin setelah ini Brenda dan Aneta akan mengusir dirinya dari rumah peninggalan ayahnya. Zalina belum memiliki pekerjaan. Ia baru saja lulus dari program magisternya. Zalina belum mampu untuk hidup mandiri.
"Sepertinya mendiang Tuan Alison mengatur ini semua agar Nyonya Brenda dapat terus mengatur keuangan keluarga dan kehidupan anda, Nona. Anda tidak perlu risau!" Hibur Peter yang melihat Zalina meneteskan air mata.
"Apa tidak ada bagian untukku?" Zalina masih berharap.
"Tidak ada, Nona. Yang ditinggalkan Tuan Alison hanya rumah ini, lima kendaraan roda empat, 400 meter tanah, tiga ekor kuda dan juga beberapa property di Cambridge. Sedangkan perusahaan beliau sudah beberapa minggu yang lalu mengalami pailit karena tidak mampu membayar utang kepada investor," jawab Peter yang membuat hati Zalina semakin tidak karuan.
"Baiklah kalau begitu," Zalina berusaha meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Ia yakin kehidupan yang jauh lebih pilu sudah menunggunya di depan.
"Silahkan anda tanda tangan di sini, Nona!" Titah Peter kepada Zalina.
Zalina pun menanda tangani surat yang tidak ia baca terlebih dahulu. Zalina sudah sangat pasrah dan merasa tidak perlu lagi membaca tulisan yang tertera di sana. Brenda tersenyum ke arah Peter. Mereka sama-sama tersenyum penuh arti. Tanpa Zalina tahu, itu adalah surat pemindahan harta kekayaan kepada Brenda. Tentu saja surat-surat yang mereka perlihatkan tadi adalah palsu. Sedangkan untuk tanda tangan, Brenda merekaya dengan detail tanda tangan Tuan Alison.
"Aku permisi masuk ke kamarku," pamit Zalina kepada Peter.
"Iya. Istirahatlah yang cukup, Sayang!" Brenda berkata dengan senyumnya yang mengerikan.
Zalina kemudian masuk ke dalam kamarnya. Ia terduduk di atas kasur tanpa niat mengganti bajunya yang masih sedikit basah. Zalina mengambil ponsel miliknya yang tergeletak di atas nakas. Puluhan pesan tampak menghiasi layar ponselnya ketika ponsel dengan logo apel tergigit itu di nyalakan. Matanya fokus pada nama kontak "My Boo" yang sedari tadi terus menghubunginya tanpa henti.
"Babe, bagaimana kondisimu sekarang? Maafkan aku karena tidak bisa datang ke acara pemakaman ayahmu karena aku masih ada si kota Wales!" Zalina membaca pesan dari Harry, kekasihnya.
"Babe, hubungi aku secepatnya!" Harry terus memberikan pesannya untuk sang kekasih hati yang sedang di rundung duka yang amat dalam. Tak lama Harry melakukan panggilan telfon yang entah ke berapa kali. Akan tetapi, Zalina langsung menolak panggilan itu.
"Harry, aku baik-baik saja. Aku sedang ingin istirahat sebentar. Aku lelah," balas Zalina yang tidak ingin di ganggu dahulu oleh kekasih yang baru tiga bulan ia pacari.
Zalina sedikit kecewa dengan Harry. Mengapa pria itu tidak ada di saat hari terburuknya? Zalina betul-betul butuh dukungan dari orang terdekatnya. Zalina sudah tidak memiliki siapa-siapa kecuali pria itu.
"Padahal aku begitu membutuhkanmu, Harry. Aku tidak butuh pesanmu. Aku hanya butuh kehadiranmu di sini," Zalina merebahkan tubuhnya yang basah dan menatap langit langit kamar. Air mata kemudian menetes dengan deras dari kedua kelopak mata indahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Andariya 💖
zelin, kamu ternyata d kelabuhi sama brenda😭
2023-11-27
1
Shakila Anwar
zalina kok bisa sesembrono itu ya. surat penting gak dibaca
2023-06-26
1
Nayla Varisha
peter sekongkol sama c brenda
2023-06-23
1