2 tahun kemudian.....
Brummmmmmmmmmm
Deru suara mesin motor mengaung di larut malam yang harusnya tenang. Jalan Angsana yang sepi dari lalu lalang kendaraan umum justeru terisi oleh hamparan manusia dengan usia remaja baik laki-laki maupun perempuan. Dan jangan lupa asap rokok maupun asap dari kendaraan saling beradu menambah keriuhan malam.
Ajang adu gengsi si pemilik suara kendaraan bising yang kini sibuk menunggangi kuda besi mereka agar cepat sampai di batas akhir garis finish.
Taruhan adalah modal gengsi berikutnya, yang membuktikan jika mereka adalah kumpulan parakeluarga kaya raya. 100 juta cash sebagai hadiahnya.
Alexio, salah satu penunggang motor sport berwarna kuning dengan helm biru serta jaket merahnya memacu cepat menembus angin malam dengan pemotor lainnya kini berada di belakangnya.
“Sial!!!!” seru Jonathan yang berusaha menggapai kecepatan Alexio tapi gagal.
“Hayo Alexxxxxxx, aku padamu!!!!!!” pekik sintia, yang diikuti auman dua sahabatnya yaitu Rena dan Jena di sisinya, memberi semangat untuk Alexio agar menjadi pemenangnya.
Dan......
“YESSS!!!!!!!” seru Andi dan Barry sahabat Alexio yang berteriak berbarengan ketika mendapati Alexio sudah berhasil mencapai garis finish dan menjadi juaranya.
Namun tak lama.....
BRUKKKKK
“SHITTTTTT”!!!!!!! geram Alexio, membanting helmnya di atas stang motor, marah ketika motornya di sruduk keras oleh motor Jonathan yang tentunya sengaja dilakukan. Memantik amarah pemuda yang baru mendapat gelar juara itu untuk....
Bugh
Bugh
Dua jotosan kini bersarang di wajah tampan Jonathan yang masih duduk di atas jok motornya seolah menunggu kedatangan Alexio atas tindakan konyolnya.
“Lo sengaja kan, sialan, brengsek!!!!” umpat Alexio menarik kerah pemuda itu dan memberikan pukulan lagi.
Dan setelah itu.... perkelahian di antara para pria di sana di mulai malam itu.
.
.
.
.
“Lo gak apa-apa, bro?” tanya Andi setelah mereka sudah berada di markas mereka. Rumah berlantai dua itu merupakan milik Alexio dari hasil jerih payahnya memacu kendaraan secara liar.
“Cih, banci sialan itu, cih.!! Decih Alexio meludah dengan sisa darah di air liurnya,
“Pelan-pelan setan!!!!” Seru Alexio saat Barry mengoles salep untuk mengobati luka sahabatnya yang menghiasi ujung bibirnya.
“Eleh, barusan ngatain orang banci, luka kecil aja udah gak tahan Lo.” Balas Barry menekan ujung cotton bud di atas luka Alexio secara sengaja.
“SETAN!!!” Geram Alexio memundurkan kepalanya, menatap tajam pada Barry yang justru mengulas senyum tengilnya tanpa rasa takut sedikit pun.
“Ya udah kalo gak mau dibantu, sono ke rumah sakit atau minta obatin sama Andi noh.” Barry melempar salep berikut perlengkapan obat tepat di pangkuan Andi hingga mengenai perut pemuda itu,
“Woy, Setan!!!! Sakit sialan!!” kini Andi yang memaki Barry, bagaimana tidak, ia merasakan sakit ketika benda yang dilempar Barry menubruk perutnya yang belum seberapa kuat itu.
“Heleh, lemah semua Lo pada, letoyy.” Barry bangkit dari duduknya, meninggalkan Alexio dan Andi, menuju pantry untuk mengambil minum.
“Lo gak balik ke apartemen?” Tanya Andi menoleh pada Alexio yang sudah merebahkan tubuhnya di atas sofa berwarna merah., menutup wajah dengan salah satu lengan yang ditaruh di atas wajahnya.
“Gak.” Jawabnya masih dengan posisi yang sama.
“Nginep di sini?” Lagi, Andi melempar tanya.
“Hmmm.” Alexio hanya menjawab dengan dehaman.
“Bar, Lo nginep juga gak??? Gue mau nginep di sini bareng Alex.” Teriak Andi kepada Barry yang masih betah mojok di pantry.
“Ya!!!!” sahutnya dari tempatnya duduk.
“Kalian balik aja sana. Gue males liat muka kalian berdua.” Cetus Alexio masih menutup wajahnya.
“Wehh sialan Lo. Kita ini susah seneng bersama, jadi apapun itu ya kita harus sama-sama.” Sabda Andi bijaksana meski apapun ucapannya tetap tak dianggap serius oleh dua tuyul yang berparas tampan dan bergelar sahabatnya.
“Cih, geli gue dengernya.” Sambar Barry yang berjalan menghampiri keduanya dengan setoples keripik kentang dalam pelukannya.
“Terserah.” Pungkas Alexio, artinya kata itu harus menjadi kata yang tidak boleh ada lanjutannya.
Dini hari......
“No,,,, no,,,, no.” Alexio mengigau di tengah tidurnya, perlahan wajah rupawan itu mulai berhias bulir-bulir bening yang mulai membesar menyamai biji jagung.
Tubuh atletisnya menggeliat di atas sofa yang ia tiduri sebelumnya.
Gelisah.
Itulah gambaran dari Alexio yang terlelap dengan baju yang mulai merembes keringat.
“Tidak.... Tidak!!!!!!!.” Mata itu terbuka, lengkap dengan tubuh yang ikut tertarik duduk. Wajahnya pucat, deru nafas yang dibuktikan dengan gerakan naik turun pundak pemuda itu melengkapi pengaruh bunga tidurnya barusan.
Matanya mengedar liar, dilihatnya ia masih berada di markasnya. Barry dan Andi sudah terkapar di atas karpet bulu berwarna kuning dengan stik playstation tergeletak asal, baik di dada maupun di sisi kepala. Terlelap tanpa terganggu dengan teriakan Alexio barusan.
“Sorry....” Gumam Alexio pelan yang menunduk sambil mengatur nafasnya yang masih kasar.
“Maafin gue.” Lanjutnya menahan sesak mengingat mimpi barusan.
Alexio beranjak dari duduknya. Kaki kokoh dan gagah itu bergerak menaiki undakan anak tangga satu persatu.
Kakinya terus melangkah menuju satu tempat yang tertutup pintu berwarna kuning. Pelan ia memutar handel pintu, membukanya dan masuk.
Memutar netra tajam mengelilingi sudut ruangan yang didominasi oleh warna kuning, biru dan merah. Ranjang King size menyapanya di ujung dekat jendela balkon. Entah mengapa sudut ranjang besar itu malah berada di pinggir, tidak sama dengan pengaturan kamar pada umumnya yang meletakkan posisi ranjang di tengah. Yang lucunya adalah, bentuknya yang bulat, tidak persegi seperti tempat tidur yang sering kita lihat.
Pun dengan meja, kursi sampai cermin dan lemari yang juga membentuk layaknya lingkaran. Lukisan yang juga tergores dengan bentuk yang sama. Dan jangan lupakan, paduan warna dominasi merah, kuning dan biru. Menjadi ciri khas seorang Alexio.
Ia masih diam terpaku, menatap satu sudut. Sebuah foto yang berada dalam figura kecil, diletakkan di tengah meja bundar di tengah ruangan.
Cantik.... itu gambaran potret yang ia pandangi.
“Gue rindu, pulanglah.” Ujarnya dengan tatapan penuh harap.
Tak lama, ia memutar tubuhnya.
Beringsut meraih handel pintu, lalu keluar dari ruangan yang menguarkan aroma mawar lembut bercampur vanila dan mint segar.
Kembali menuruni anak tangga satu persatu, tanpa menoleh ataupun berpamitan dengan kedua sahabatnya yang masih teronggok dengan posisi tidur yang sudah berubah, namun tetap asal tak ada pesona sama sekali.
Alexio menuju pintu keluar, kakinya menuju tempat motor sportnya yang masih setia di parkiran. Baru beberapa langkah, ia berhenti. Menoleh sekilas ke sudut kiri. Ada sebuah dinding rumput tinggi yang rapi di sana.
Menatapnya sebentar lalu kembali melangkah menuju kendaraannya, meraih kunci, dan menghidupkannya.
Derum suara motor mengaung di kegelapan dini hari yang sudah sedikit digores oleh cahaya kebiruan, menyongsong sang fajar yang sebentar lagi akan mengirim sinarnya.
Gerbang besar yang secara otomatis terbuka saat sensor mendeteksi keberadaan Alexio.
Melepas kepergian pemuda 18 tahun itu,dan membiarkannya menghilang di sunyinya malam.
Aku membaca semua hal yang membuatku menggila sampai saat ini. Semua yang membuatku membenci nama-nama yang tertulis di sana. Termasuk,,, Kau. Dira Kairan Lad
Meski kau menolakku lagi, dan lagi, aku akan terus mengelilingi duniamu. Hingga kau melihatku, hanya aku seorang, Kau.... Alexio Bisma
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Risty Rista
terserah lambemu lah dira.
baek baek pa katamu lah
aku nurut aja, klo nimpuk aku ngikut, klo ditinpuk aku kabor
2023-06-24
1