Episode 5

Hanna masih memilih sayuran di supermarket, ia belanja kebutuhan rumah tangganya. Ia juga membeli beberapa cemilan.

Brukkk... Seorang anak kecil yang menabraknya tiba-tiba terjatuh.

"Ya ampun, nak. Sakit gak? Maaf ya, Tante gak lihat ada kamu di sana," kata Hanna dengan mengusap lutut anak kecil itu.

"Tante tidak salah, kok. Aku minta maaf sudah menabrak Tante,"

"Sudah Tante maafkan, sayang. Lain kali hati-hati, ya."

"Iya Tante," tak lama kemudian ada seorang pria yang menghampiri mereka berdua.

"Dafa! ayah mencarimu kemana-mana, ternyata kamu di sini?"

"Maaf, ayah. Dafa mau mainan itu, tapi Dafa malah menabrak Tante ini." Kemudian pria itu menatap Hanna dan meminta maaf atas kesalahan anaknya.

"Maafkan anak saya,"

"Tidak apa-apa pak, itu hal yang wajar," kata Hanna.

"Kalau boleh tahu namamu siapa?" tanya pria itu.

"Saya Hanna,"

"Hanna, nama yang bagus. Perkenalkan saya Bram dan ini anak saya Dafa." Hanna pun tersenyum mengangguk.

"Salam kenal," balas Hanna, tiba-tiba Dafa meloncat-loncat seperti anak yang sedang bahagia.

"Dafa, kau kenapa sayang?"

"Aku senang ayah, karena bentar lagi mau punya mama baru,"

"Apa maksudmu?" tanya Bram.

"Tante ini mau jadi mama aku kan, ayah?"

"Hust, apa maksudmu. Tante ini hanya kenalan ayah, dia bukan calon mama mu." seketika raut wajah Dafa berubah menjadi masam.

"Maafkan anak saya, dia memang seperti itu kalau bertemu dengan seorang wanita. Tolong di maklum karena Ibunya sudah meninggal sejak ia masih bayi." Hanna menatap pada Dafa, ia merasa kasihan padanya. Anak sekecil itu sudah ditinggal oleh Ibunya.

"Tidak apa-apa, saya mengerti. Semoga Dafa bisa secepatnya memiliki Ibu sambung."

"Aamiin, kalau begitu kami permisi dulu," kata Bram lalu ia menggendong Dafa anak laki-laki yang masih berusia 4 tahun.

"Tunggu, ayah. Aku mau bicara dulu sama Tante,"

"Ada apa lagi, sayang." Dafa turun dari gendongan ayahnya, lalu ia menghampiri Hanna.

"Tante, lain kali main ke rumah aku. Kasihan ayahku gak ada temannya, ayahku sering melamun sendirian," ucap Dafa dengan wajah polosnya, sedangkan Bram menepuk keningnya melihat kelakuan Dafa.

"Iya, sayang. Lain kali Tante mau main,"

"Hore... Terima kasih Tante cantik, aku tunggu ya!"

"Iya sayang," Kemudian Dafa kembali menghampiri ayahnya, lalu ia meminta untuk di gendong. Bram tersenyum malu pada Hanna.

"Kami permisi," ucapnya, Hanna pun tersenyum mengangguk atas jawaban. Tiba-tiba air mata Hanna menetes, ia merasa sedih melihat Dafa yang masih kecil sudah di tinggal Ibunya. Seketika Hanna jadi teringat pada Ibunya yang telah meninggal.

Setelah selesai membayar belanjaan, Hanna kembali pulang dengan taxi. Ia tidak minta Revan untuk menjemputnya karena ia tidak mau mengganggu pekerjaan Revan.

Akhirnya Hanna telah sampai di rumah utama, ia membawa beberapa belanjaan tanpa bantuan revan.

"Nona, biar saya bantu," kata pak taxi menawarkan bantuan pada Hanna.

"Boleh pak," Hanna membawa satu persatu belanjaannya di bantu oleh pak taxi.

"Terima kasih atas bantuannya, pak. Ini ada uang tambahan untuk bapak."

"Sama-sama nona, kalau begitu saya permisi."

Sarah melihat kakaknya yang kewalahan membawa belanjaan yang sangat banyak, ia berinisiatif untuk membantu.

"Kak Hanna baru pulang, sini biar Sarah bantu."

"Terima kasih, Sarah."

"Banyak sekali belanjaannya kak?"

"Iya, kakak sekalian beli banyak untuk kebutuhan satu bulan," jawabnya.

"Lain kali aku mau ikut berbelanja sama kakak,"

"Boleh, nanti kita belanja lagi bulan depan." Hanna baru sadar melihat rambut Sarah yang masih basah.

"Sarah, kenapa rambutmu basah. Apa kamu mandi lagi?" tanyanya penasaran.

"Iya kak, entah kenapa kepalaku kalau sudah di keramas rasanya enteng. Jadi aku keramas kembali kak."

"Lain kali jangan keseringan, ya. Nanti kamu sakit."

"Hehe, iya kak."

"Mas Revan dimana?" tanyanya.

"Kak Revan ada di kamarnya kak, sepertinya kak Revan sedang sibuk."

"Oh iya, kalau gitu tolong tata sayurannya di kulkas, ya. Kakak mau menemui kak Revan dulu."

"Baik, kak."

Kemudian Hanna berjalan menaiki tangga menuju lantai atas. Ia melihat suaminya yang masih fokus dengan layar laptop.

"Mas, kau masih sibuk?"

"Sayang, kau sudah pulang? Iya, Mas masih sibuk."

"Maaf ya, Mas. Aku gak bisa bantu pekerjaanmu karena aku gak ngerti."

"Gak apa-apa, sayang. Kamu layani aku saja dengan baik."

"Iya, Mas. Kalau gitu Mas mau ku buatkan apa?"

"Em, Mas mau kopi saja."

"Baiklah, aku ke bawah dulu ya, Mas." Hanna berlalu dari hadapan Revan, ia kembali ke lantai bawah untuk membuatkan kopi. Akan tetapi ia melihat Sarah yang sedang mengocek kopi di dapur.

"Sarah, kau buat kopi untuk siapa?"

"Ah, ini untuk kak Revan, kak Hanna pasti disuruh kak Revan untuk buatkan kopi. Ini aku sudah buatkan kak, biar kak Hanna tidak lelah, karena kakak baru saja pulang belanja."

"Wah, terima kasih. Sekarang kau sangat pengertian." Hanna menerima cangkir yang berisi kopi dari tangan Sarah, lalu ia membawanya kembali ke lantai atas.

"Mas, ini kopinya."

"Kok cepat sekali, sayang."

"Iya, Mas. Sarah yang buatkan kopi untukmu, sekarang dia sangat pengertian padaku." Revan tersenyum menatap cangkir yang di pegang oleh Hanna.

"Sarah kau membuatku menginginkan lagi," ucapnya dalam hati.

"Terima kasih, sayang. Terima kasih juga pada adikmu."

"Iya, Mas."

Hari sudah malam. Seperti biasa Hanna selalu tertidur, ia tak bisa menahan kantuk jika sudah lewat pukul 9 malam.

"Mas, aku tidur duluan. Mataku ngantuk sekali."

"Iya, sayang. Tidurlah, Mas masih sibuk sama pekerjaan."

"Iya, Mas." tak lama kemudian Hanna memejamkan matanya, ia sudah pergi ke alam mimpi. Sedangkan Revan masih fokus dengan layar laptopnya.

Tiba-tiba ada pesan masuk pada ponsel Revan dari Sarah, ia segera melihat pesan itu dan membacanya.

"Kak, katanya mau ke kamarku. Aku menunggu mu." begitulah isi pesan yang dikirimkan oleh Sarah pada Revan.

Revan tersenyum menanggapi pesan yang dikirim oleh Sarah, kemudian ia pergi meninggalkan Hanna yang sudah tidur.

Cup... Revan mengecup kening istrinya, lalu ia berkata.

"Maafkan aku Hanna, aku menyayangimu." ucapnya dalam hati. Revan segera meninggalkan Hanna untuk menemui Sarah di kamarnya yang berada di lantai satu.

Revan masuk begitu saja, karena Sarah sengaja tak mengunci pintunya.

"Apa kak Hanna sudah tidur?" tanyanya.

"Sudah, sayang."

Mereka kembali melakukan hubungan terlarang, sebelumnya Sarah sudah meminum obat pil pencegah kehamilan agar ia tak mengandung benih dari kakak iparnya.

Revan melakukannya berkali-kali, ia tak pernah puas jika bersama Sarah. Berbeda dengan Hanna, ia hanya melakukan satu saja setelah itu ia tidur. Namun dengan Sarah ia sudah berkali-kali, sehingga membuat Sarah selalu kewalahan. Namun ia tetap melayaninya, ia ingin menjadi wanita satu-satunya yang bisa memuaskan nafsu Revan. Bahkan Revan sudah cerita pada Sarah bahwa ia jarang melakukan hubungan dengan kakaknya, sehingga membuat Sarah semakin semangat untuk melakukannya.

"Terima kasih, aku akan kembali ke atas." Sarah mengangguk tersenyum pada Revan.

Setelah selesai dengan pergulatannya, Revan kembali ke kamarnya melihat Hanna yang masih nyaman dengan alam mimpi.

Jika Hanna tahu apa yang telah suaminya perbuat, mungkin ia akan marah dan kecewa. Namun, kali ini mereka berdua masih dalam zona aman tanpa Hanna tahu.

...----------------...

Terpopuler

Comments

Ma Em

Ma Em

semoga Hana segera memergoki kelakuan bejat Revan dan Sarah dan s3gera meninggalkan Revan, agar Revan menyesali segala perbuatannya meskipun itu sudah terlambat.

2024-02-21

0

yunna

yunna

astaga saya yg baca nya aja Uda nyesek d dada apa lgi yg ngalamin semoga cuman d novel aja,

2023-07-25

0

ipit

ipit

jadi kasihan aku melihat sarah....,kalau dia hanya d manfaatkan oleh Revan...,kamu memang tipe manusia ba*jing*an Revan... 😡

2023-07-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!