Hanna terpaksa pulang dengan taxi. Niatnya ia ingin menginap di rumah Ibu mertuanya, akan tetapi Hanna khawatir pada adiknya. Hanna juga sudah menghubungi Revan, namun nomornya tidak aktif.
Setelah sampai halaman rumah, Hanna melihat mobil suaminya yang terparkir disana.
"Loh, Mas Revan ada di rumah? Katanya dia mau ke kantor," ucapnya dalam hati.
Kemudian Hanna masuk tanpa mengetuk pintu.
"Mas Revan," panggilnya.
Sarah yang baru selesai mandi ia terkejut dengan suara kakaknya. Untung saja ia sudah kembali ke kamarnya, bahkan ia juga sudah merapihkan kembali tempat tidur kakaknya dan sudah mencuci seprai bekas darah kesuciannya.
"Mas Revan!" Hanna masuk kedalam kamarnya, ia melihat Revan yang sedang fokus dengan laptopnya.
"Mas, dari tadi aku manggil kamu. Tapi kamu gak jawab!" kata Hanna dengan memanyunkan bibirnya.
"Maaf, sayang. Mas tidak dengar, Mas lagi sibuk sama pekerjaan."
"Mas gak ke kantor?"
"Tadi ke kantor sebentar, sayang. Mas lanjut saja di rumah. Katanya kamu mau nginap di rumah Ibu?" tanyanya basa-basi.
"Iya, Mas. Tadinya aku mau nginap di rumah Ibu, tapi aku khawatir sama Sarah."
"Sarah sudah mendingan kok, sayang. Tadi Mas bawa dia berobat," ujarnya berbohong.
"Syukurlah, kalau memang sudah berobat. Hati aku jadi tenang." lirihnya.
Revan berpura-pura fokus pada laptopnya, agar terlihat sibuk. Ia merasa bersalah pada Hanna, namun ia juga tak bisa membohongi bahwa dirinya sangat menikmati permainan Sarah. Revan tak menyangka pada Sarah yang begitu lihainya dalam berhubungan badan, padahal Sarah belum pernah melakukannya dengan pria mana pun, bahkan Revan mengakui bahwa Sarah memang masih Virgin.
"Mas, aku mau ke bawah dulu. Nanti kamu nyusul, ya. Aku bawakan kue buatan Ibu."
"Iya, sayang."
Hanna segera turun ke bawah untuk menemui Sarah, ia sangat khawatir pada Sarah karena waktu di rumah Ibu mertuanya, Sarah mengeluh pusing dan memintanya untuk pulang.
"Sarah," panggilnya.
"Iya, kak. Ada apa?" jawab Sarah dari dalam kamarnya.
"Boleh kakak masuk?"
"Boleh, kak. Buka saja pintunya." Hanna membuka handle pintu, lalu ia masuk ke kamar Sarah yang terlihat rapih tak seperti biasanya yang sering berantakan.
"Sarah, sepertinya kamu sudah mulai membiasakan diri?"
"Memangnya kenapa kak?"
"Kamarmu terlihat rapih, kakak senang kalau kamu sudah merubah kebiasaan dirimu."
"Iya, kak. Sekarang aku mau belajar rapih karena aku sudah dewasa." Hanna tersenyum pada adiknya, ia merasa berhasil mendidik adiknya yang keras kepala , kini banyak perubahan.
"Sarah, kau keramas siang hari?" tanyanya pada Sarah.
"Iya, kak. Kepalaku pusing, jadi aku sengaja keramas siang hari."
"Apa kamu masih merasa pusing?"
"Sekarang udah mendingan kak, walaupun tak minum obat," ucapnya, Hanna mengerutkan keningnya heran. Tadi suaminya bicara bahwa ia membawa Sarah berobat, tapi kenapa Sarah bicara ia tidak minum obat.
"Bukannya, Mas Revan mengajakmu berobat? Tadi kata Mas Revan dia sudah mengajakmu berobat."
Sarah gelagapan, ia tak tahu kenapa Revan berbicara seperti itu.
"Ah, iya kak. Aku berobat sama kak Revan, aku lupa belum minum obatnya, hehe."
"Oh, ya sudah kalau gitu kita makan kue dari Ibu, yuk."
"Wah, sepertinya enak kak."
Kemudian Hanna dan Sarah pergi ke meja makan, di sana sudah ada Revan yang sedang menunggu mereka. Sarah tersenyum pada Revan, ia masih malu dengan kejadian beberapa jam yang lalu. Ia masih terbayang-bayang dengan ke gagahan Revan saat di atas ranjang.
"Mas, ini kue nya buat kamu, dan ini buat Sarah. Kue buatan Ibu tak pernah gagal, rasanya enak."
"Buat kamu mana?" tanya Revan.
"Aku sudah banyak makan di sana, Mas. Perutku masih kenyang." Revan mengangguk mengerti dengan apa yang dikatakan Hanna.
"Ini beneran enak kak,"
"Nah, kata kakak apa? Buatan Ibu pasti enak," ucapnya, Hanna senang melihat Sarah yang menikmati kue dari Ibu mertuanya. Karena sebelumnya Sarah tak pernah mau makan dari pemberian Ibu mertua Hanna.
"Aku sudah kenyang, kak. Kalau gitu, aku mau kembali ke kamarku," ujarnya, kemudian Sarah berdiri dari duduknya dengan susah payah karena ia masih merasakan sakit di bagian intimnya. Sarah berjalan perlahan seperti orang ke sakitan membuat Hanna bertanya-tanya.
"Sarah," panggilnya.
"Ya, ada apa kak?"
"Kenapa jalanmu seperti itu?"
"Oh ini, aku habis jatuh dari kamar mandi, kak. Kakiku sakit," jawabnya berbohong.
Sedangkan Revan tersenyum menatap Sarah, entah kenapa ia ingin sekali membuat Sarah seperti itu lagi.
Sikap Revan mulai berubah, biasanya ia selalu menjaga pandangan. Bahkan ia tak peduli dengan keberadaan Sarah. Tapi kali ini Revan sering tersenyum pada Sarah, sehingga membuat Sarah salah tingkah dengan tatapan kakak iparnya.
"Apa sudah kau obati?"
"Sudah kak,"
"Oh, ya sudah kau istirahat saja. Tadinya kakak mau ajak kamu ke supermarket buat beli sayuran, tapi melihat keadaanmu seperti itu membuat kakak tidak tega."
"Maafkan Sarah ya, kak. Lain kali Sarah akan menemani kakak ke supermarket. Sarah mau istirahat dulu." Hanna pun mengangguk pada Sarah.
"Mas, antar aku ke supermarket, ya." pintanya pada Revan.
"Apa gak bisa besok saja, sayang. Mas masih banyak pekerjaan."
"Tidak bisa, Mas. Sayuran di kulkas sudah habis. Tapi gak apa-apa kalau Mas gak mau antar aku, aku naik taxi saja."
"Beneran tidak apa-apa, apa kamu gak marah sama Mas?"
"Tidak, Mas. Aku mengerti kau sedang sibuk."
Cup... Revan mengecup kening istrinya.
"Terima kasih sudah mengerti, istriku."
"Sama-sama, Mas. Aku pamit ya,"
"Iya, sayang. Hati-hati di jalan."
Hanna berdiri dari duduknya, lalu ia mengambil tas yang berada di ruang utama. Kemudian Revan mengantar Hanna sampai depan.
"Mas, kau masuk saja. Aku tak apa-apa sendiri."
"Mas mau memastikan kamu naik taxi, Mas takut kamu pergi sama pria lain." Hanna tertawa menanggapi ucapan suaminya.
"Mas Revan ada-ada saja, mana mungkin aku selingkuh darimu, Mas. Aku bersyukur bisa memiliki kamu yang setia sama aku."
"Iya, sayang. Nah, taxi sudah ada. Hati-hati di jalan, ya."
"Iya, Mas." Hanna masuk kedalam taxi, lalu ia melambaikan tangannya pada Revan. Revan masih berdiri di sana untuk memastikan Hanna sudah menghilang dari hadapannya.
Kemudian ia masuk kembali ke dalam. Entah kenapa ia merasa bebas setelah Hanna pergi.
Revan mengetuk pintu kamar Sarah.
"Sarah," kemudian Sarah membuka handle pintu, Sarah merasa aneh pada kakak iparnya yang berdiri di depan pintu. Biasanya Revan tak pernah berdiri di sana.
"Boleh aku masuk," kata Revan
"Tentu saja, kak." Revan masuk ke kamar Sarah yang tak begitu besar dengan ruangan kamarnya, Revan melihat beberapa buku yang ada di atas tempat tidur.
"Kau sering baca ini?" tanya Revan.
"Iya, kak." Sarah langsung mengambil buku itu dengan kasar.
"Pantas saja kamu sangat lihai, rupanya kau sering belajar dari sini."
Revan mulai mendekati Sarah, kemudian ia mendorong Sarah ke tempat tidur.
"Kak Revan mau apa?"
"Mau melakukannya lagi, kau membuatku candu," Sarah tersenyum senang.
"Boleh, kak. Kakak bebas mau melakukan kapan pun dengan aku. Aku siap melayanimu, kak." Revan memicingkan matanya pada Sarah.
"Baiklah, aku akan membuatmu kewalahan."
Mereka berdua kembali melakukan hubungan terlarang disaat Hanna tidak ada di rumah. Bahkan Revan melakukannya berkali-kali hingga Sarah kewalahan dengan apa yang di katakan Revan tadi.
"Kak, aku lelah dan bagian bawahku sangat sakit."
"Hanya sakit sebentar, nanti juga akan terbiasa. Aku akan melakukan setiap hari."
"Bagaimana mungkin melakukan setiap hari, kak. Apa kakak ingin ketahuan sama kak Hanna?"
"Tenang saja, kau tak perlu cemas. Setiap malam aku akan datang ke kamarmu setelah kakak mu tertidur."
Cup... "Terima kasih sudah memuaskan hasratku," kata Revan dengan mengecup bibir Sarah. Kemudian Revan pergi meninggalkan Sarah sebelum Hanna kembali.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
ipit
kamu boleh gembira sarah, nanti revan akan tetap memilih Hanna..... sebagai pendampingnya, kamu hanya untuk pemuas nafsu birahi nya...
2023-07-16
0
Evvy Agus
adik yang tidak tau diri
2023-07-09
0