bab. 2

Ibu Waty dengan egoisnya langsung menyalahkan Utari, anaknya pak Faisal. Dia mengatakan kalau jadi perempuan jangan murahan. Namanya laki-laki dia pasti akan tergoda kalau wanita menggodanya duluan. Ibarat bangkai kalau dilempar, anjing mana yang tidak menginginkannya.

Mendengar dan melihat sikap Bu waty seperti itu, Pak Faisal tidak terima anaknya disalahkan.

Pak Faisal dan ibu Waty berdebat yang membuat harajaon Huta warga Bunga bondar dan harajaon Huta Batuhorpak Jae harus mengambil alih dalam penyelesaian masalah itu.

"Sudah pak..sudah Bu, dari pihak pak Faisal sudah menyetujui saran warga sekarang hanya tinggal ibu.." ucap pak Amsal dengan tegas.

Harajaon Huta Batuhorpak Jae pun berdiskusi dengan ibu Waty, dia memberi wejangan dan nasehat kepada ibu Waty agar menerima saran dari warga Bungabondar kalau dia tidak ingin anaknya di hakimi massal oleh masyarakat Bunga bondar.

"Bu...jangan terlalu berkeras hati Bu, ibu mau kalau terjadi apa-apa dengan Dian? yang jadi lawan ibu sekarang masyarakat banyak, khalayak ramai bu. Ibu tolong paham dan mengerti kondisi yang sekarang sedang ibu alami, ini bukan situasi main-main Bu Waty."

Karena desakan warga kedua belah pihak, dengan berat hati dia pun menerima saran dari warga tersebut, kalau dia setuju menikahkan anaknya dengan Utari anaknya pak Faisal.

Para warga semua senang karena kedua belah keluarga telah menerima dan juga setuju atas saran dan tuntutan mereka.

"Tapi saya ingin pernikahannya dilakukan besok saja, karena saya juga ingin memberikan pernikahan yang terbaik untuk anak saya. Saya ingin membelikan dia baju baru dan saya juga ingin membelikan baju baru untuk calon menantu saya." Ucap Bu Waty berpura-pura bersandiwara.

Harajaon Huta dan para warga setuju dan memaklumi alasan Bu Waty, mereka juga mengerti perasaan Bu Waty yang ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya.

Diskusi demi diskusi, bincang demi bincang akhirnya mereka mendapat kesimpulan kalau malam ini Utari tetap di rumah Dian dan akan didampingi oleh kerabatnya 2 atau 3 orang. Dan besok pagi sebelum fajar menyingsing pernikahan akan dilangsungkan di rumahnya Rahardian.

Setelah semua pembicaraan selesai kerumunan para warga satu persatu berpulangan ke rumah masing-masing, dan rombongan desa Bungabondar juga sudah pamit segera pulang.

Bu Waty mempersilahkan Utari dan yang mendampinginya untuk beristirahat di kamarnya.

Sementara dia, anaknya Dian  dan Andin merencanakan sesuatu untuk menggagalkan pernikahan Dian dan Utari.

"Malam ini juga kamu berangkat ke pekan baru tempat udamu. Kamu tidak usah takut, urusan disini biar ibu dan Kaka yang menyelesaikannya. Masa depan kamu masih panjang, umur kamu belum layak untuk menikah." Ucap Bu Waty.

Dian mengangguk tanda sangat setuju apa yang dianjurkan oleh ibunya, dia pun sangat berterimakasih karena ibu dan kakaknya selalu ada dipihaknya membelanya mati-matian.

"Dian pakai tas apa Bu???" ucap Dian dengan enteng tanpa memikirkan apapun sebab akibat dari segala perbuatannya.

"Tidak usah, kamu ganti baju saja. Kamu jangan tunjukkan sama orang kalau kamu ingin pergi jauh. Kamu jangan pakai sepatu, pakai sendal saja. Kalau ditanya orang kamu mau kemana, bilang saja Kaka yang suruh beli susu." Ucap Andin mengajari adiknya.

Dian pun menggangguk tanda paham dan mengerti.

Bu Waty dengan sikap egoisnya memberikan uang pegangan untuk Dian selama disana, dan Bu Waty berjanji setelah masalahnya redam dan selesai dia akan mengunjungi Dian ke Pekan Baru.

Tanpa menunjukkan gelagat seperti orang yang hendak bepergian, Dian hanya memakai kaos oblong dan sendal jepit. Dia seperti Dian yang biasa memakai pakaian sehari-hari yang membuat warga tidak ada yang heran dan bertanya dengan penampilannya.

Dian pun pergi meninggalkan masalah yang seharusnya di lewatinya bersama-sama dengan Utari. Dia meninggalkan beban kepada Utari yang memang sudah hampir dinodainya. Dian pergi tanpa permisi kepada Utari, calon istri yang telah ada dirumahnya. Dian meninggalkan wanita yang sebentar lagi akan menjadi istrinya sesuai janji-janjinya saat mereka berdua memadu kasih.

Kukuruyuk... kukuruyuk.... suara ayam jantan yang saling sahut-sahutan mulai terdengar di beberapa rumah warga pertanda pagi sudah mulai datang menyongsong.

Dikampung Batuhorpak Jae dan sekitarnya, pekerjaan pokok masyarakat disana adalah bertani. Jadi, para kaum ibu selalu menyiapkan pekerjaan rumah sebelum pagi. Saat anak-anak sekolah berangkat, mereka juga akan ikut berangkat ke sawah.

Dan pagi itu, ibu Anjarwaty dengan segala kepura-puraannya tetap melakukan aktifitas seperti biasa. Bangun pagi untuk memasak yang dibantu anak perempuannya, Andini.

Dan Andini pun melancarkan kepura-puraannya dengan membuat kehebohan berakting kalau Dian tidak berada di rumahnya. Dengan pura-pura panik dia melihat semua isi rumah, dan dia membangunkan adiknya Ari untuk memberitahu harajaon Huta apa yang telah terjadi di rumah mereka.

"Ma...Dian mana??? Di kamarnya tidak ada."

"Tadi malam kan dia tidur di kamar!! Ucap Bu Waty pura-pura tidak tahu.

"Tidak ada loh ma..."

"Tengok ke kamar Fari dulu, siapa tahu dia tidur dengan Fari."

Andini pun langsung bergegas pergi ke kamar Fari.

Sementara Utari dan 3 ibu-ibu yang mendampinginya langsung bangun karena mendengar suara-suara panik dan khawatir dari dapur.

"(Mamahua do i akkang???? Asi pupu na mondar-mandir hu Ida borutta??? (Kenapa itu kak, kenapa Andin dari tadi mondar-mandir)" ucap salah satu ibu-ibu yang mendampingin Utari yang bernama ibu sakdiah.

"Oisdah Anggi, Anggo tu au Inda habis cobaan i. Torus adong-adong sajo da Anggi. Hiks...hiks..hiks... Oii da ayah nisi Andini, na haccit Mada on.( Aduh dek, kalau aku tidak ada habisnya cobaan ini. Ada saja.. hiks..hiks... Aduh ayah Andin, sakit sekali semua yang kutahankan ini.)" Ucap ibu Waty meraung-raung.

Ibu sakdiah dan kedua ibu rekannya terdiam. Untuk ikut campur mereka tidak ada hak dan juga tidak ada keberanian.

"RI...bangun..bangun.."

"Kenapa sih kak???" Ucap Fari menggosok-gosok matanya yang masih mengantuk.

"Ada nampak kau siDian???" Tanya Andini.

"Hmmmm. Gak ada!!! Apalagi?? Aku mengantuk!!! Ini hari Minggu biarkan aku istirahat, kan mau ada acara di rumah, jadi aku tidak perlu ke sawah dulu." Sahut Algifari.

"Dasar kau pemalas. Kau bangun dulu, pergi dulu ke rumah Uda bapak Regar. Kau sampaikan Dian tidak ada dirumah."

Algifari yang tidak pernah melawan Kaka dan juga ibunya langsung berangkat walaupun matanya masih mengantuk.

Pak Regar yang merupakan harajaon Huta terkejut bukan main mendengar kabar yang disampaikan Ari.

Dia langsung bergegas ke rumah ibu Waty untuk memastikan kabar yang disampaikan oleh algifari.

Sementara bapak Faisal beserta beberapa Mora, kahanggi dan anak boru segera berkumpul di rumah pak Faisal karena akan bergegas ke rumah ibu Waty untuk melaksanan ijab kabul antara putrinya dan anaknya ibu Waty, Utari dan Dian.

Mora (pemberi anak gadis), Kahanggi (kerabat satu marga), dan Anak Boru (penerima anak gadis).

Dengan didampingi harajaon huta, mereka pun bergegas berangkat dengan naik mobil yang sengaja di sewa oleh pak Faisal dan juga istrinya ibu Evi.

Sebenarnya Utari merupakan putri dari istri pertamanya yang sudah lam bercerai. Utari datang kekampung hanya ingin berkunjung sebentar untuk mengenal siapa ayah kandungnya.

Mendengar putrinya mau datang, pak Faisal berniat menjual sebidang tanah yang ingin diberikan dia semua hasil penjualannya kepada Utari sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai ayah kandungnya.

Mendengar niat pak Faisal yang ingin memberikan semua hasil penjualannya, ibu Evi tidak terima. Dia ingin Utari cepat-cepat kembali ke Jakarta. Dia sudah bingung bagaimana caranya untuk mengusir Utari.

Saat dia mendengar Utari dekat dengan Dian, laki-laki yang terkenal badung dan juga playboy dia sangat bahagia dan juga senang. Dia berharap Utari akan hamil. Dengan begitu pak Faisal pasti mengusirnya dan memaksa mereka menikah yang otomatis pak Faisal akan membenci Utari dan tidak akan jadi memberikan hasil penjualan tanah itu kepada Utari.

Saat Dian datang ke rumah mereka, bukan di temaninya malahan dia sengaja meninggalkan Dian dan Utari berduaan di rumah.

Dia yang menyuruh Dian masuk, dia yang menyuruh Utari dan Dian untuk mengobrol di dalam rumah. Dan dia juga yang menyuruh warga untuk menangkap basah Dian dan Utari. Dia beralibi kalau dia sudah capek menasehati Utari dan Dian agar jangan berduan terus menerus didalam rumah.

Pak Faisal dan rombongan akhirnya sampai di rumah Bu Waty sebelum fajar menyingsing, seperti rencana mereka yang akan menikahkan Utari dan Dian.

Begitu terkejutnya pak Faisal mendengar apa yang disampaikan keluarga Bu Waty.

"Apa??? Dian tidak ada???" ucap pak Faisal dengan sedikit emosi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!