Air mata Juna berjatuhan membasahi buku itu, kedua tangannya meremas buku tersebut hingga remuk. Dadanya semakin terasa sesak saat tahu ternyata selama ini Hana mencintainya, dan wanita yang mencintainya itu kini telah pergi dan membawa kebencian padanya.
"Aruna..." Teriak Juna dengan menangis tergugu. Juga menangisi kebodohannya selama ini yang tidak mencari tahu kebenaran sebelum bertindak.
Sementara itu, ditengah keramaian kendaraan yang berlalu lalang. Aruna terus melangkah dengan tertatih tak tahu arah. Kota ini sangat asing baginya, ia tidak tahu harus kemana sekarang, dia tidak mengenal siapapun disini.
Perutnya juga sudah keroncongan, entah bagaimana caranya dia bisa makan sementara tidak mempunyai sepeserpun uang untuk membeli makanan. Hanya jam tangan kakaknya yang dia bawa, namun tak mungkin juga menjual jam itu demi mengisi perut. Aruna merutuki dirinya karena tak terpikirkan untuk membawa sesuatu yang bisa dia jual, dan akhirnya ia hanya bisa menahan rasa lapar dan terus membawa langkah kakinya yang sudah terasa lemas. Dan Aruna juga tidak tahu dimana dia berada saat ini.
Hari sudah berganti malam, Aruna belum menemukan tujuan, dia juga bingung akan tidur dimana malam ini.
"Kak Farhan, jemput Aku Kak, Aku takut disini sendirian." Ucap Aruna dengan lirih.
.
.
.
Di ibukota, nama yang baru saja disebut oleh Aruna seperti merasakan panggilan adiknya. Farhan yang sedang makan sampai menjatuhkan sendok ditangannya ketika merasakan Aruna memanggil namanya.
"Farhan, ada apa, Nak?" Tanya sang Mama.
"Ma, sepertinya Aku harus mencari keberadaan Aruna dan Juna. Dua bulan sudah terlalu lama, Aku khawatir terjadi sesuatu pada mereka sehingga tidak pernah memberi kabar kepada kita." Ucap Farhan dengan lirih.
"Papa setuju, Nak. Kami juga khawatir dengan mereka. Tapi bagaimana kamu akan mencari keberadaan mereka? Kita tidak tahu alamat Juna diluar kota." Ucap papanya dengan sendu. Sedikit menyesali karena tidak terpikirkan untuk menanyakan alamat Juna di luar kota saat menantunya itu akan membawa Aruna. Mereka pikir akan bertanya nanti lewat sambungan telepon, namun nyatanya anak menantunya itu tidak bisa dihubungi hingga saat ini.
"Aku akan bertanya kepada beberapa teman, barangkali ada yang tahu alamat Juna." Ujar Farhan. Ia dan Juna memang berteman, tetapi ia tidak begitu tahu banyak tentang Juna. Yang ia tahu Juna memiliki seorang adik perempuan yang tidak pernah diperlihatkan oleh Juna dan mereka berdua telah yatim piatu.
Usai makan malam, Farhan bergegas pergi menemui beberapa temannya untuk menanyakan alamat Juna.
Informasi yang Farhan dapat dari beberapa teman mengatakan, Juna memiliki perusahaan yang bergerak di bidang ekspedisi di kota Bandung. Hanya informasi itu yang dia dapat, tentang alamat rumah atau nomor telepon baru semua temannya tidak ada yang tahu.
Keesokan paginya, Farhan berangkat seorang diri. Dia tidak mengizinkan orangtuanya ikut mengingat kesehatan keduanya yang sudah mulai menurun, terlebih ketika Aruna tak pernah mengabari mereka lagi.
Farhan berangkat menggunakan mobil pribadinya agar bisa lebih leluasa menjelajahi kota Bandung mencari keberadaan Aruna dan Juna. Beruntung Farhan sudah sering datang ke Bandung dalam urusan pekerjaan, sehingga dia tidak akan begitu kesulitan untuk mencari perusahaan Juna.
.
.
.
Tidur dengan beralaskan kardus didepan sebuah ruko, membuat Aruna menggigil terlebih sejak kemarin perutnya belum terisi apapun. Matahari sudah mulai tinggi di ufuk timur namun, Aruna masih meringkuk di atas kardus itu sambil memeluk kedua lututnya.
Beberapa orang yang berlalu lalang mengira Aruna adalah gelandangan. Tak lama kemudian pemilik ruko pun datang dan membangunkan Aruna dengan cara menyiramnya dengan seember air. Membuat Aruna seketika terbangun dan semakin merasa kedinginan.
"Dasar gembel, sana pergi!" Hardik pemilik ruko itu mengusir Aruna.
Dengan langkah tertatih Aruna pun pergi dari sana sambil mengusap perutnya yang sudah terasa perih. Langkah kakinya pun sudah sempoyongan karena benar-benar merasa lemas.
Sampai di persimpangan jalan, Aruna melirik kesana-kemari mencari sebuah rumah makan, dia ingin menawarkan jasa cuci piring ataupun bersih-bersih dan memberinya makan sebagai bayarannya. Dan setelah merasa lebih baik ia akan mencari pekerjaan untuk mengumpulkan uang agar dapat kembali ke ibukota berkumpul bersama keluarganya lagi.
Beberapa saat kemudian Aruna mengulas senyum tipis diwajah pucat nya saat melihat sebuah rumah makan diseberang jalan, baru akan menyeberang tiba-tiba seseorang meneriaki namanya.
"Aruna...!
Aruna menoleh, dia melihat sebuah mobil yang berhenti di pinggir jalan tak jauh dari tempatnya berdiri. Dan saat melihat siapa yang turun dari mobil itu, Aruna segera berlari menyeberang jalan tanpa memperdulikan kendaraan yang berlalu lalang.
"Aruna tunggu..." Juna menghempaskan sebelah tangannya di udara ketika memanggil Aruna namun, istrinya itu malah berlari seperti melihat hantu.
Juna bergegas menyusul Aruna, namun dia kesulitan menyeberang jalan karena banyaknya kendaraan yang melaju dengan kecepatan tinggi. Juna pun segera masuk kedalam mobilnya untuk mengejar Aruna, dia tidak ingin kehilangan jejak istrinya lagi. Sejak semalam Juna sudah seperti orang gila mencari keberadaan istrinya ditengah pekatnya malam.
.
.
.
"Aruna, aku mohon kembalilah. Aku bersumpah akan berlutut di kakimu. Aku juga siap menerima hukuman apapun yang akan kau berikan atas kebodohanku ini." Gumam Juna sambil mengedarkan pandangannya ke sisi jalanan yang dilaluinya. Lagi dan lagi ia kehilangan jejak Aruna.
Satu tetes cairan bening itu berhasil lolos di sudut matanya, mengingat semua perlakuan terhadap Aruna selama dua bulan ini tak memungkinkan istrinya itu akan memaafkannya. Terlebih kini Aruna telah membencinya. Namun, ia tidak akan menyerah begitu saja untuk mendapatkan maaf dari Aruna. Semua perbuatannya akan ia pertanggungjawabkan, tak perduli itu akan sangat sulit sekalipun.
Sementara itu, Aruna yang berhasil lolos dari kejaran Juna, menyandarkan tubuhnya di salah satu mobil yang terparkir didepan minimarket. Aruna menghela nafasnya berkali-kali sambil mengusap dada, tubuhnya yang terasa lemas kini bertambah lemah karena berlarian dengan jarak yang cukup jauh.
"Maaf, tolong minggir dari mobilku karena aku mau memasukkan barang belanjaanku kedalam mobil." Ujar seorang laki-laki yang telah berdiri di depan Aruna dengan menenteng dua kantong plastik belanjaannya.
Membuat Aruna tersentak kaget karena tidak menyadari kehadiran laki-laki itu, Aruna pun langsung menggeser posisinya yang bersandar di mobil itu sambil memijat pelipisnya. Tiba-tiba saja kepalanya terasa pusing.
Ketika Aruna telah menjauh dari mobil, laki-laki yang merupakan pemilik mobil itupun langsung memasukkan barang belanjaan kedalam mobil.
Saat hendak masuk kedalam mobilnya, laki-laki itu terkejut karena wanita yang beberapa saat lalu bersandar di mobilnya tiba-tiba saja ambruk tergeletak tak sadarkan diri.
Laki-laki itu dengan cepat menghampiri Aruna dan langsung memeriksa denyut nadinya. Merasakan kondisinya cukup serius, laki-laki itupun meminta bantuan beberapa orang yang lewat untuk memasukkan Aruna kedalam mobilnya dan langsung menuju rumah sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
guntur 1609
mampus kau laku2 bodoh
2025-04-12
0
Yunerty Blessa
kasian Aruna.... sungguh terseksa
2024-02-18
0
Amalia Gati Subagio
hubungan rumit penuh dendam, terlalu maksa utk cinta absurd. capek, sorry but not sorry, not me, bye
2023-07-14
1