Sementara itu, di jalanan yang tak pernah lekang dari keramaian. Juna memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Beberapa saat lalu ketika baru keluar dari rumah, Juna mendapat kabar dari suster yang dia tugaskan untuk merawat adiknya, jika saat ini adiknya kembali menangis histeris bahkan meraung-raung tidak jelas dan melempari semua benda apa saja disekitarnya.
Hampir lima belas menit berkendara Juna pun sampai ditempat tujuannya, Juna bergegas masuk kedalam rumah yang menjadi tempat tinggal adiknya selama enam bulan ini menjalani perawatan pasca trauma.
Dari teras rumah, Juna sudah bisa mendengar teriakkan adiknya yang bercampur tangisan pilu.
'Tidak! Jangan! Aku mohon lepaskan Aku! Jangan lakukan ini padaku, Aku mohon!
Dan masih banyak lagi ucapan terlontar dari bibir gadis yang sudah bagaikan orang tak waras itu.
Hal inilah yang membuat Juna semakin mendendam. Semakin adiknya terus menangis histeris semakin besar pula rasa dendamnya.
Setelah sampai didalam kamar adiknya, Juna berusaha menenangkan sang adik kemudian memberi perintah pada suster untuk menyuntikkan obat penenang pada adiknya. Hal ini selalu terpaksa Juna lakukan agar adiknya kembali tenang.
"Suster, apakah Jane ada mengatakan sesuatu?" Tanya Juna sembari menunjuk selembar foto yang sengaja dia tempel di dinding kamar. Foto itu adalah foto laki-laki yang dia yakini adalah pelaku pemerkosa adiknya.
"Sebelum nona Jane kembali histeris seperti tadi, saya sempat bertanya apakah dia orangnya. Tapi nona Jane hanya melirik foto itu tanpa bereaksi apapun." Jawab suster terdengar lirih.
Juna mendengus kesal dengan kedua tangan terkepal erat, meski adiknya belum bisa bersaksi apapun tapi dia yakin jika laki-laki di dalam foto itu adalah pelakunya. Dari tempat kejadian, dimana adiknya mengalami pemerkosaan, Juna menemukan jam tangan laki-laki itu.
"Baiklah Suster, saya pergi dulu tapi segera hubungi saya jika ada apa-apa pada Jane."
Suster itu mengangguk dan Juna pun bergegas pergi, niatnya yang ingin pergi ke kantor dia urungkan. Dengan membawa kemarahan yang teramat besar Juna kembali kerumahnya dan akan kembali melampiaskan dendamnya pada Aruna.
"Aruna...!"
Teriakkan Juna menggema didalam rumah besar itu, namun nama yang dia teriaki tak kunjung menampakkan diri.
"Aruna...!!!"
Teriakkan Juna semakin keras, namun Aruna masih belum menampakkan dirinya sehingga membuat Juna semakin murka.
Juna terus berteriak mencari keberadaan Aruna hingga dia masuk kedalam kamar dan mendapati istrinya itu ternyata sedang tertidur pulas di atas tempat tidur.
'Bisa-bisanya dia tidur dengan nyenyak disini sementara Adikku hampir setiap hari histeris dan tidurnya tidak pernah nyenyak.'
Juna selalu melampiaskan semuanya pada Arun yang sebenarnya tidak tahu apapun yang terjadi.
Aruna yang tertidur pulas setelah lelah menangis, terkejut saat kakinya ditarik hingga dia jatuh dari tempat tidur.
Kepala Aruna terasa pusing efek terbangun karena terkejut, sebelah tangannya mengelus bokongnya yang terasa sakit karena menghantam lantai.
"Kak Juna?" Aruna sedikit terkejut melihat keberadaan suaminya, dia berpikir Juna tidak akan pulang seperti yang sudah-sudah setelah puas menikmati tubuhnya. Atau suaminya itu akan pulang dengan membawa seorang wanita, tetapi kali ini Aruna tidak melihat ada wanita yang dibawa pulang suaminya.
"Jadi ini pekerjaanmu disaat Aku tidak ada di rumah?" Juna merendahkan tubuhnya sejajar dengan Aruna. Laki-laki itu mencengkeram wajah Aruna dengan erat.
"Dengar Aruna, Aku membawamu kesini bukan untuk tidur tiduran seperti ini. Sekarang cepat bersihkan seluruh rumah ini atau Kau akan tahu akibatnya! Cepat berdiri!''
Aruna tersentak dan refleks menutup telinganya mendengar perintah bernada bentakan itu.
"Setiap hari Aku selalu membersihkan rumah ini, Kak. Tadi pagi juga sudah Aku bersihkan." Jawab Aruna, namun itu tak membuat Juna berhenti begitu saja.
Dengan sekali hentakan, Juna menarik tangan Aruna untuk berdiri. Laki-laki itu menyeret istrinya keluar dari kamar dengan tanpa perasaan.
Dibawah teriknya matahari, Aruna berdiri sambil menengadah menatap langit yang menyilaukan mata. Ini adalah pertama kalinya Aruna terkena sinar matahari selama ikut bersama Juna. Dengan tak berperasaan suaminya itu memberikan hukuman seperti itu, kepala Aruna yang sebelumnya pusing kini bertambah sakit akibat terlalu lama berada dibawah terik matahari. Pandangan Aruna juga sudah mulai berkunang-kunang, kedua kakinya terasa lemas dan Aruna merasakan tubuhnya akan segera tumbang.
Dan benar saja, Aruna kehilangan kesadarannya dan ambruk di atas tanah yang ditumbuhi rumput tipis.
Melihat istrinya sudah tergeletak di tanah, Juna lantas berdiri dari tempat duduknya. Dengan langkah cepat dia menghampiri Aruna kemudian mencoba membangunkannya dengan menyenggol kaki Aruna dengan kakinya.
"Jangan berpura-pura, ayo bangun!'' Titah Juna dengan nada sarkas.
Namun, Aruna tak bergerak sedikitpun membuat Juna langsung berjongkok untuk memeriksa.
'Dia benar pingsan, ck merepotkan saja.' Gerutu Juna dalam hati.
Mau tidak mau Juna pun akhirnya menggendong Aruna, membawa istrinya itu menuju ke kamar.
Setelah membaringkan istrinya di atas tempat tidur, Juna duduk disamping Aruna sembari mengatur nafasnya yang tersengal karena menggendong Aruna dari lantai bawah.
Sejenak, Juna memandangi wajah Aruna yang terlihat begitu polosnya. Entah sadar atau tidak sebelah tangan Juna terulur menyentuh pipi Aruna.
Hanya beberapa detik, sadar dengan apa yang dilakukannya, Juna dengan cepat menarik tangannya dari wajah Aruna. Juna tidak mau sampai terbuai dengan kecantikan Aruna dan melupakan dendamnya.
.
.
.
Perlahan Aruna membuka mata, entah sudah berapa lama dia tertidur. Terakhir kali yang dia ingat berdiri di bawah terik matahari dan setelah itu dia tidak mengingat apapun lagi. Saat kesadarannya sudah terkumpul Aruna sedikit terkejut mendapati dirinya berada didalam kamar, dia mengedarkan pandangan mencari sosok suaminya namun tidak terlihat.
Aruna turun dari tempat tidur, dengan terseok dia melangkah kearah nakas untuk mencari obat sakit kepala.
Beberapa saat mencari, namun Aruna tidak menemukan obat apapun. Aruna berpindah pada lemari pakaian, barangkali Juna menyimpan obat di sana.
Beberapa buah laci didalam lemari sudah dia periksa namun juga tidak menemukan obat yang dia cari. Aruna hendak menutup pintu lemari itu namun gerakan tangannya terhenti ketika tatapannya tertuju pada sebuah benda yang terselip di bawah pakaian.
Aruna menajamkan penglihatannya, dia seperti mengenal benda itu. Dengan tangan yang bergetar Aruna meraih benda itu dan seketika kedua matanya membulat karena ternyata itu adalah jam tangan milik kakaknya yang hilang enam bulan lalu. Ia tidak begitu tahu pasti bagaimana jam tangan itu bisa hilang. Dan yang menjadi pertanyaan dalam benaknya saat ini adalah, bagaimana jam tangan milik kakaknya itu bisa berada disini? Didalam lemari milik Juna suaminya.
Apakah Juna yang mengambilnya? Tetapi untuk apa? Aruna bertanya-tanya dalam hati.
Mendengar langkah kaki yang mendekat, dengan cepat Aruna mengembalikan jam tangan itu ketempat nya semula kemudian bergegas naik keatas ranjang dan kembali berpura-pura tidur.
Juna kembali ke kamar setelah menghubungi suster menanyakan keadaan adiknya, di sana Jane masih belum sadarkan diri dari pengaruh obat penenang.
Di tepi tempat tidur Juna mendudukkan tubuhnya sambil menatap wajah Aruna yang terlihat pucat, dan Juna merasa senang Aruna seperti ini karena perbuatannya.
'Asal kamu tahu, Aruna. Semua yang aku lakukan padamu ini belum sebanding dengan apa yang dialami Jane adikku.' Ucap Juna dalam hatinya. Sorot matanya begitu tajam menatap Aruna, bak mata pisau yang siap menikam lawannya.
.
.
.
SORRY YA KESIANGAN UP NYA, TADI HADIRI ACARA WISUDA ANAK DULU ☺️🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
guntur 1609
nanti kau salah org juna. dan itu nantinya nyg membuat kau menyesal. tapi sdh terlambat
2025-04-12
0
A Yes
wah, kayanya salah paham nih, jabgan2 jam kakak nya Aruna hilang dicuri atau dipinjam temennya yg lain🤷♀️🤷♀️
2024-04-17
0
Yunerty Blessa
sepatutnya kau siasat dulu...jangan sembarangan kau pukul....kau tak kasian kah...
2024-02-18
0