Kapan berakhir?

Alisha memeluk erat almamater yang tadi di berikan Azka kepadanya. Ya, kini Alisha mengetahui nama pangerannya karena almamater yang di berikan kepadanya terdapat sebuah name tag.

Dia benar-benar sangat senang, karena di antara ratusan murid di sekolahnya, hanya ada satu seorang siswa tampan yang membelanya. Ternyata Siswa itu adalah Arazka Sky Dirgantara, seorang Ketua OSIS di sekolahnya dan anehnya Alisha baru mengetahuinya sekarang. Apa karena dirinya yang kurang bersosialisasi, jadi dia tidak tau apapun tentang sekolahnya.

Tidak mau terlalu memusingkan hal itu, Alisha berjalan dengan sangat riang gembira ke arah rumahnya.

Alisha memang baru saja pulang sekolah dan kini dia melompat-lompat kecil, sembari terus memeluk erat almamater di tangannya menuju rumahnya.

"Seru juga liat muka Anatasnya, Isabela sama kembar tak identik pias gitu. Azka emang penyelamat hidup gue!"

"Bahagianya hari in--" langkah kaki Alisha terhenti seketika melihat dua orang wanita di depannya.

Glek!

"Mereka ini, kan?"

Dengan secepat kilat, Alisha membalikan badannya dan berniat untuk kabur, namun ...

"Nah, itu dia si Alisha anaknya Deno!" ucap wanita paruh baya berambut blonde yang kebetulan melihat pergerakan Alisha.

Wanita berkucir kuda yang sedari tadi menatap ke arah rumah Alisha, langsung memutar pandangannya dan tersenyum ketika melihat Alisha yang kini sudah diam tak berkutik di tempatnya.

"Kemari kamu, anak penipu! Mana ayahmu yang bangkrut itu, hah?" Wanita berambut blonde itu kini mulai berjalan menghampiri Alisha yang masih terdiam di tempatnya.

"Asal kamu tau ya? Ayah kamu itu meminjam uang banyak sekali sama kita dan dia belum membayarnya sepeser pun. Sekarang di mana dia, hah?" Wanita berkucir kuda itu juga ikut menghampiri Alisha.

Alisha yang asalnya membelakangi kedua wanita itu, kini berbalik dan melemparkan senyum lebarnya. "Maaf, tapi saya gak punya uang."

"Ini gara-gara ayahmu yang penipu itu. Dia meminjam uang banyak sekali dan tidak mengembalikannya, aku bahkan sampai di marahi oleh suamiku karena ayahmu itu! Siapa yang akan bertanggung jawab sekarang?" bentak Wanita berkucir kuda sembari menunjuk wajah Alisha.

BLA BLA BLA

"Kalau begitu, kenapa kalian meminjamkan uang sebanyak itu kepada Ayah saya?"

"Sialan! Memangnya kita semua tau kalau ayahmu akan bangkrut, hah? Dia menjanjikan banyak hal dan beraninya kau bilang begitu!" Wanita berambut blonde itu langsung menjambak rambut sebahu milik Alisha.

"Bicara sembarangan! Bawa saja dia ke rumah kita, kalau di rendam di air garam selama 24 jam, dia pasti akan buka mulut keberadaan Deno, kan!" Wanita berkucir kuda itu sembari ikut menjambak rambut Alisha di sisi lain.

"Aju salah, aku salah! Tolong maafkan aku!" teriak Alisha sembari menangis, karena merasa sakit di kepalanya.

Para warga yang ada di sana mulai berkumpul dan melihat keributan yang terjadi, tanpa ada niatan membantu sedikitpun.

"Bukankah dia anaknya Pak Deno itu? Kudengar dia bangkrut, sepertinya dia meminjam banyak uang."

"Kasian sekali, padahal baru kemarin ibunya meninggal. Kini dia malah menjadi sasaran dari pinjaman ayahnya,"

"Padahal dia, kan sudah minta maaf."

"Dasar penipu! Kembalikan uang kami!" teriak dua wanita itu yang kini mulai memukuli Alisha.

"Ya ampun sepertinya Pak Deno menipu dua wanita itu!"

"Perusahaannya, kan bangkrut jadi dia memiliki banyak hutang."

"Dan perempuan itu adalah anaknya?"

Kedua wanita itu kini tidak lagi memukuli Alisha, namun mereka masih saja mengoceh dan mengumpati Alisha di depan banyak orang.

"Ayah ..."

"Saat ini aku merasa seperti di telanjangi di depan umum "

"Semua orang menertawakan ku. Kenapa aku harus mengalami ini? Aku tidak bersalah, Ayah ... Boleh aku tidak menjadi anakmu sementara? Aku terlalu malu menjadi anak Ayah."

Alisha hanya bisa membatin dalam hatinya sambil menutup kedua matanya erat.

"Kak, ada apa ini?"

Alisha langsung membuka kedua matanya yang sudah berkaca-kaca dan menoleh ke arah Andi yang sepertinya baru saja pulang sekolah.

"Siapa kamu? Apa kamu juga anaknya Deno?"

"Memangnya ada apa?" Andi menghampiri Alisha dan berdiri di hadapannya untuk melindunginya.

"Ayahmu itu seorang penipu, dia sudah menipu kami! Bilangnya akan membayar dua bulan yang lalu, namun sampai saat ini masih belum bayar dan malah kabur begitu saja."

"Kami butuh informasi tentang ayahmu!"

Andi menghembuskan napasnya sejenak. "Kami tidak tau keberadaannya, selama ini dia tidak pernah pulang ke rumah dan pergi entah kemana. Jadi, tolong jangan ganggu kami! Jika kami ada uang, maka kami akan membayarnya!"

"Ayok kita masuk, Kak!" Andi mengulurkan tangannya di hadapan Alisha yang kini sudah menangis.

Dengan senang hati, Alisha menerima uluran tangan adiknya itu.

Baru saja beberapa langkah mereka pergi, dua wanita itu kembali mengoceh.

"Kalian itu anaknya, masa kalian tidak tau dia di mana! Ini menjadi tanggung jawab kalian!"

"Cepat bayar hutang ayahmu itu!"

Andi berbalik dan menatap tajam kedua wanita di depannya. "Saya, kan sudah bilang kalau saya dan Kakak saya tidak tau Ayah ada di mana? Dan kita juga masih sekolah, mana punya uang untuk membayarnya. Bunda kita saja baru meninggal beberapa hari ini, kita masih berduka. Apakah kalian tidak punya hati nurani? Bukankah sudah kubilang kalau kita punya uang, kita pasti akan membayarnya! Jadi, bisa tolong jangan ganggu kami!" ucapnya yang mampu membungkam kedua mulut wanita itu.

"Benar juga, mereka tidak punya hati sekali. Kedua anak itu masih berduka dan mereka malah menagih hutang,"

"Menyeramkan sekali, sama sekali tidak terpikirkan olehku."

Kedua wanita itu memerah karena malu, mereka menjadi salah tingkah dan gugup.

"Baiklah, kalau begitu kami tunggu pembayarannya!" final mereka, sebelum akhirnya pergi setelah membuat keributan.

Para warga yang tadi berkerumun juga kini pergi, karena mereka merasa semuanya sudah terselesaikan.

Alisha menghembuskan napasnya lega. "Akhirnya ..."

Andi menatap kakaknya itu. "Gimana? Aku udah bisa ngelindungin Kakak, kan?"

Alisha mengangguk. "Hm, terima kasih adikku tersayang." ucapnya sembari mengusap lembut rambut milik adiknya.

Andi tersenyum bangga.

Kruyuk!

"Kak, aku lapar."

...√^^√...

Bruk!

Bugh!

Brak!

"Apa-apaan sih, Yah? Kenapa Ayah ngeberantakin semuanya?" marah Alisha ketika Deno datang dan langsung membuat ruang tamu berantakan seketika.

Sesudah menghabiskan makan malam, tiba-tiba saja Deno masuk ke dalam rumah dengan terburu-buru dan mengacak-acak seluruh isi rumah.

"Ayah udah cukup!" kini giliran Andi yang berteriak. Dia mencoba untuk menghentikan kegiatan ayahnya yang terus saja mengacak dan melempar barang yang ada.

"Pergi kamu!" Deno mendorong keras tubuh Andi hingga dia membentur meja di belakangnya.

Alisha segera menghampiri Andi yang kini tengah meringis kesakitan. "Sebenarnya apa yang Ayah cari?" teriaknya mulai kehilangan kesabaran.

"Buku tabungan Bunda, ada di mana itu?" Deno menghentikan aksinya, kini dia berbalik dan menatap Alisha. "Alisha, kamu pasti tau, kan di mana tabungan yang Bundamu tinggalkan? Berikan tabungan itu pada Ayah?"

Alisha segera menggeleng. Dia tentu tau tabungan apa yang di maksud ayahnya itu. Buku tabungan yang menyimpan banyak uang untuk kebutuhannya dan Andi di masa mendatang. Uang yang selama ini ibunya simpan, agar dia dan adiknya bisa hidup lebih baik setelah ibunya pergi meninggalkannya. Bahkan, ibunya juga berpesan untuk jangan pernah memberikan sepeser pun uang itu kepada ayahnya.

"Alisha berikan tabungan itu!" teriak Deno mulai murka, dari wajahnya saja sudah terlihat kalau dia sedang marah besar sekarang.

Lagi-lagi Alisha menggeleng, dia mendekap erat tubuh Andi. "Gak akan pernah!"

"ALISHA!" Deno berlari menghampiri Alisha dan hendak menjambaknya, namun pergerakannya kalah cepat dengan Alisha yang kini sudah berlari memasuki kamar bersama Andi. Bahkan dia mengunci kamar itu dari dalam.

Cklek!

"Tabungan itu peninggalan terakhir Bunda untuk kebutuhan aku dan Andi, aku gak akan kasih uang itu ke Ayah. Pasti Ayah butuh uang itu buat judi, kan? Aku gak akan pernah ngasih uang itu!" teriak Alisha dari dalam kamar.

Andi hanya bisa terduduk dan menutup kedua telinganya. Dia bahkan sedang menangis sekarang.

"DASAR KURANG AJAR! BRENGSEK! Berani-beraninya kamu menyembunyikan uang itu dari Ayah! Ayah butuh uang itu untuk judi agar kita bisa hidup lebih baik, cepat berikan uang itu!"

"Tidak akan!"

Bruk!

Bruk!

Bruk!

"Dasar anak sial, berani-beraninya kamu melawan Ayah, hah!"

"Sial!"

Bruk!

Bruk!

Bruk!

Jika di luar, Deno sedang berusaha mendobrak pintu kamar Alisha yang di kunci. Maka di dalam, Alisha sedang menangis bersama dengan adiknya. Bedanya, Alisha menangis sembari berdiri di balik pintu, sedangkan Andi menangis sembari terduduk di pinggir kasur.

"Maafin Kakak!" gumam Alisha dengan air mata membasahi pipinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!