Alisha dan Andi sudah bersiap dengan seragam sekolah mereka masing-masing dan duduk berhadapan di meja makan. Untuk Deno, entah dia sedang pergi kemana. Setiap hari, dia selalu pergi entah kemana dan pulang di malam hari dalam keadaan mabuk.
Sudah hampir satu Minggu mereka tidak sekolah dan hari ini akhirnya mereka kembali sekolah untuk masa depan yang cerah.
"Kakak gak pa-pa?" tanya Andi khawatir, karena sejak kematian ibunya, wajah kakaknya itu selalu terlihat penuh luka lebam.
Sontak, Alisha memegangi wajahnya. "Ah, ini? Gak pa-pa sih, tapi keliatan jelas gak?"
"Kalau untuk aku sih keliatan, tapi kalau orang lain mungkin gak terlalu keliatan."
"Baguslah,"
"Muka Kakak udah mirip sama banci Ancol tau?"
"Kamu ngejek Kakak?"
"Iy--eh enggak deng," Andi segera mengganti kata-katanya, "aku bicara sesuai fakta."
"Andi!" Alisha mengangkat sendoknya dan menatap tajam Andi. Dalam hitungan detik sendok itu berhasil melayang mengenai wajah Andi.
"Akhh,"
"Punya Kakak kenapa kejem banget sih," teriak Andi sembari memegang dahinya yang terkenal lemparan sendok oleh kakaknya sendiri.
"Sekarang kamu bilang Kakak kejem, iya?" Alisha sudah bangkit dari duduknya untuk memberi pelajaran kepada adiknya itu.
"Aku bicara sesuai fakt--akhh," Andi mengaduh kesakitan, ketika Alisha seenaknya memukul dahinya menggunakan sendok. Padahal dia belum selesai menyelesaikan kalimatnya, tapi kakaknya itu memukulnya begitu saja.
"Sekali lagi kamu bicara sesuai fakta, Kakak lempar garpu ini!" ancam Alisha sembari mengangkat tinggi garpu di tangannya.
Andi meneguk salivanya susah payah dan kembali memakan sarapannya dengan tenang.
"Nah gitu dong, jadi, kan Kakak gak perlu galak-galak." Alisha hendak duduk dan memakan sarapannya sebelum akhirnya gumaman Andi terdengar.
"Faktanya Kakak emang galak," gumam Andi lirih. Dia langsung mengambil piring yang berisikan makanannya dan berlari, saat Alisha sudah menatapnya dengan aura menyeramkan.
"Andi!"
...√^^√...
Alisha menghembuskan napasnya beberapa kali, ketika melihat gedung sekolah di hadapannya. Dia sebenarnya malas bersekolah, karena pasti satu sekolah akan merundungnya, beberapa dari mereka bahkan hanya menatap kasihan tanpa niat membantu.
"Eh, si miskin udah masuk aja. Gimana liburan lo? Menyenangkan gak?" tiba-tiba saja, Anastasya datang dan merangkul bahunya sok akrab.
"Gue gak liburan," sahut Alisha kesal, ingin rasanya dia membunuh orang-orang di depannya sekarang.
"Oh iya, lupa. Lo, kan sedang berduka cita atas kematian Nyokap lo, maaf ya kita gak dateng." ucap Isabela yang entah kenapa malah terdengar seperti ejekan.
"Derita lo serem juga ya. Tetep semangat hidup ya, bestie! Jangan buru-buru mati, entar temen-temen cupu lo menderita lagi dong kalau lo mati." Reta langsung tertawa setelah mengatakan itu, di susul tawa ketiga sahabatnya. Padahal tidak ada yang lucu, tapi mereka tertawa seolah-olah ada hal yang lucu.
Gak heran sih, mereka memang sudah gila.
"Bawain tas kita ya, miskin! Jangan sampai ada yang rusak, oke!" Resa kembaran Reta itu melemparkan tasnya kepada Alisha, bahkan Anatasya, Isabela dan Reta juga ikut melemparkan tasnya kepada Alisha yang kini masih terdiam.
"Bawain semuanya ya! Jangan sampai ada yang ketinggalan!"
Keempat gadis itu pergi setelah melambaikan tangannya kepada Alisha.
Menghembuskan napasnya pelan, Alisha berjongkok untuk memungut tas-tas yang di lemparkan kepadanya tadi. Tidak apa-apa, tidak masalah, kesabaran Alisha masih belum mencapai batasnya, jadi dia akan menurut saja.
"Gak pa-pa, orang sabar rezekinya banyak." Alisha berjalan menuju kelasnya sambil menenteng dua tas, dua di gendong di belakang dan tasnya sendiri di lilitkan ke lehernya. Tenang saja, tidak akan tercekik, karena Alisha memakai perhitungan. Dia juga tidak mau mati konyol sekarang.
Sepanjang perjalanan, para murid menatapnya dengan tatapan sinis, benci, bahkan kasihan. Alisha hanya acuh saja, karena dia tidak perduli dengan itu semua.
Sesampainya di kelas, Alisha langsung saja menyimpan tas-tas milik keempat manusia jadi-jadian tadi di tempatnya dan duduk di bangkunya sendirian.
Alisha memang duduk sendiri, tanpa teman sebangku. Dia memang tidak mempunyai teman di sekolah ini, bahkan di rumah pun tidak. Sepertinya bukan takdirnya untuk memiliki seorang teman.
Sebenarnya dulu Alisha mempunyai dua sahabat. Mereka sangat akrab dari pertama masuk sekolah, namun sayang kedua sahabatnya itu perlahan mengacuhkan dan berakhir pergi meninggalkannya. Sepertinya istilah 'Jika bersahabat bertiga, maka salah satunya akan di acuhkan.' itu memang benar ya? Alisha sendiri yang merasakannya.
Dan asalkan kalian tau, kalau kedua sahabat Alisha dulu itu adalah Anatasya dan Isabela. Mengejutkan sekali bukan? Bahkan, Alisha juga ikut terkejut. Siapa yang menyangka kalau yang dulunya bersahabat kini malah saling menyerang seperti musuh. Benar-benar tidak terduga.
Panjang umur! Tiba-tiba saja Anatasya, Isabela, Reta dan Resa masuk ke dalam kelas seperti seorang model. Banyak gaya!
Alisha berdecih melihat itu, dia segera mengalihkan tatapannya ke arah jendela.
"Itu, dia!" gumamnya dengan mata berbinar, ketika matanya tidak sengaja menangkap sosok siswa tampan yang kemarin menyelamatkan hidupnya.
"Kira-kira siapa ya namanya?" tanyanya pada diri sendiri sambil terus menatap sosok tampan itu yang perlahan mulai menghilang.
...√^^√...
Bel istirahat sudah berbunyi sejak 10 menit yang lalu dan Alisha baru menginjakan kakinya ke dalam kantin. Sebenarnya dia malas datang ke kantin, tapi karena perutnya tidak bisa di ajak berkompromi, jadilah akhirnya dia datang ke kantin.
Dia tidak peduli dengan tatapan para murid yang tertuju padanya, bahkan keempat manusia yang selalu di hindari oleh Alisha kini sedang menatapnya.
"Apa gue kabur aja ya? Tapi, perut gue laper cuy!"
Tangannya tergerak mengambil semangkuk bakso yang memang sudah dia pesan tadi. Alisha berniat untuk segera meninggalkan kantin, makanya dia berjalan dengan cepat. Namun, sepertinya keberuntungan belum berpihak kepadanya.
Bruk!
Prang!
Tanpa rasa bersalahnya, Isabela menjegal kaki Alisha hingga membuatnya terjatuh, bahkan mangkuk baksonya pun ikut terjatuh dan pecah.
Keempat gadis itu malah bertepuk tangan senang, seolah yang terjadi barusan adalah hiburan untuk mereka.
"Kasian banget sih, maaf ya, gue sengaja." ucap Isabela sembari tersenyum mengejek.
Byur!
Tiba-tiba saja, Anatasya menumpahkan jus jeruknya di atas kepala Alisha.
"Upps, sorry, gue juga sengaja." ucapnya dengan seringaian. Mereka berempat kembali tertawa, sedangkan murid lain yang berada di kantin itu hanya diam dan menonton. Tidak berani membantu ataupun ikut campur, karena mereka takut dengan para penguasa sekolah yang memiliki segalanya.
"Nasib lo sial banget sih, setelah perusahaan Bokap lo bangkrut, eh Nyokap lo malah bunuh diri. Mungkin dia gak sanggup hidup miskin ya makanya milih bunuh diri."
"Wajar aja sih, karena kita, kan gak bisa hidup tanpa uang. Nyokap lo pasti gak mau hidup miskin,"
Alisha mengepalkan kedua tangannya kuat. Apa-apaan mereka? Seenaknya saja menuduh ibunya yang bukan-bukan, ibunya tidak sejahat itu. Dia bahkan berkorban untuknya dan juga Andi, walaupun itu semua sia-sia saja.
"Dia gak sayang sama keluarga lo ya? Makanya, dia lebih milih ninggalin lo dan keluarga lo, hanya karena kalian jatuh miskin."
Cukup sudah! Kesabaran Alisha sudah mencapai batasnya, Alisha hendak bangkit dan menyerang mereka, namun sebuah suara menghentikan niatnya.
"Jangan bicara sembarangan!" seorang siswa tampan yang kemarin menyelamatkan Alisha, kini dia kembali datang menyelamatkannya.
"Kalian gak tau apapun tentang keluarga dia, jangan bicara sembarangan, apalagi sampai nuduh dan ngejelekin orang tuanya! Apa itu sikap seorang murid pelajar?" ucapannya mampu membungkam mulut-mulut sampah yang tadi terus saja berbicara.
"Kalian bahkan ngerundung dia yang jelas-jelas lagi berduka, kalian punya hati gak sih?" tanya siswa itu dengan nada tidak percaya.
"Sebagai hukumannya, kalian semua bersihin seluruh toilet di sekolah ini dan juga gudang sekolah. Kalau sampai gue liat kalian ngelakuin hal kayak gini lagi, maka kalian akan di skor!" ucapnya tidak main-main, membuat Anatasya dan ketiga sahabatnya menatap siswa itu tidak percaya.
"Tapi--"
"Kalian mau nambah hukuman lagi?"
Spontan mulut Isabela langsung terkatup mendengar itu.
Kini siswa itu menatap semua murid yang sejak tadi hanya diam menyimak. "Kalian juga, kenapa cuman nonton aja? Hati nurani kalian udah hilang, iya?"
"Kita gak berani," cicit salah satu murid.
Siswa itu menghembuskan napasnya pelan. "Lain kali, kalau kalian lihat pembulyan lagi, kasih tau gue aja. Biar gue yang urus semuanya,"
Beberapa murid yang ada di sana mengangguk patuh mendengar itu.
Kini, Siswa itu berjalan mendekati Alisha yang sejak tadi terduduk di tempatnya. "Lo gak pa-pa?" tanyanya lembut.
"Gak pa-pa," ucap Alisha lirih.
Siswa itu mengangguk, lalu melepas almamater yang di pakainya dan menyampirkannya ke pundak Alisha.
"Lo boleh pergi sekarang, biar yang di sini jadi urusan gue!"
Alisha mengangguk patuh. Dia segera bangkit dan berlari pergi meninggalkan kantin yang kini hening.
"Gue bener-bener udah jatuh cinta sama dia,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments