"Aden....Den bangun.. jangan bikin Nenek takut Den."
Dion masih tidak ada respon.
"ADEN DIIOON...."
Teriakan Bi Nung mengundang Mimin untuk masuk kembali ke dalam kamar Dion. Sebelumnya, ia memang belum beranjak jauh dari sana. Delapan kali melangkah Mimin sudah mendengar samar-samar suara Bi Nung penuh kepanikan.
"Ada apa ini hei?" Seru Mimin.
"Den Dion diam aja gak bangun-bangun.."
Mimin melompat ke atas kasur kemudian meraih tubuh Dion. Dia mencoba membangunkan anak itu dengan segala panggilannya. Dari suara, pergerakan, sampai dia mengecek nafas hingga denyutan nadi. Nafasnya tida berhembus, dan detakan jantungnya....
DUUUAAARRR......
Mimin terpental cukup hebat. Bukan tubuhnya, tapi detakan jantungnya yang melebihi kendangan dangdut tempat hajatan. Begitu juga dengan Bi Nung yang tak kalah dramatisnya dalam mendeskripsikan kekagetan. Mereka sama-sama menetralisir degupan hebat, agar normal kembali seperti sediakala.
"Pul kumpul kageeet eik... Gak Bapak gak anak, samiuuun... Kerjaannya bikin eik jantungan."
"Ya ampun Den Dion ada-ada ajah. Nenek sampai panik Den Dion gak bangun-bangun dari tadi. Kirain pingsan atau kenapa-kenapa Den."
"Ahahhaha, maaf ya semua. Maafkan Dion yang sudah Nakal ini." Dion meminta maaf dengan tatapan memohon. Kontan membuat Mimin dan Bi Nung berebut peluk cium dengan anak itu.
"Gemes banget iiih unyu-unyu. Emangnya kamu mau jadi aktor, main akting-akting segala yang udah bikin eik merana?" Merana menurut Mimin itu sederhana. Di colek semut kecil saja sudah bisa di katakan merana.
"Iya Om Mimin, Dion pengen jadi pemain film kaya Papa. Gimana akting Dion? Bagus kan?" Tanya bocah itu, tanpa tahu menahu keadaan dua manusia yang sangat mencemaskannya terserang sesak yang teramat sangat.
"Bukan bagus lagi, tapi luar binasa. Eh kamu tadi tahan nafas ya pas eik ngecek lubang hidung?"
"Iya, kok tahu." Kata Dion tanpa dosa. Membuat Bi Nung dan juga Mimin geleng-geleng kepala.
"Den Dion jangan-jangan aktingnya dari masih di rumah sakit ya?" Selidik Bi Nung, karena Dion menunjukkan keterdiamannya sejak masih di rumah sakit tadi.
"Iya, Dion juga denger Mang Karjo bilang demen sama Nenek pas di mobil."
"APA!"
"Wiiiih, yey dan Mang Karjo boleh juga tuh jadi pasangan yang rumpi. Eik dukung sekaliii...eh tapi jangan deh Mang Karjo kan udah punya istri. Eik benci orang ketiga, jadi kalau sampai itu terjadi yey akan jadi musuh eik sampai kapanpun." Mimin melemparkan boneka lebah ke arah Bi Nung setelah Dia teringat kalau Mang Karjo sudah memiliki istri. Sejatinya, Mimin seperti itu karena membenci perselingkuhan. Perselingkuhan juga jadi sebab musabab Mimin berbicara menjadi eik dan yey.
"Tapi kan saya tidak betul seperti itu Pak Mimin. Itu hanya salah paham." Dengan tampang cengo yang berpadu dengan kepanikan, Bi Nung mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya tengah terjadi. Tetapi karena Mimin kadung membenci pelakor, maka apa saja yang di lihat tapi empuk dia lempar serampangan ke arah Bi Nung.
Bi Nung tertulung-tulung.
"Masa iyeuuu.... Serada gak percaya eik. Coba Mimin tanya sama My Dion unch-unch. Dion anak ganteng kesayangan Mimin, apakah benar Mang Karjo bilang demen sama Bi Nung?"
"Iya Om Mimin"
"TUH.."
Dion tidak berbohong, tapi masalahnya keadaan bukan seperti apa yang Mimin bayangkan. Sekarang perbantalan Dion sudah melayang-layang di udara. Serangan season kedua telah di mulai. Dan dimana bantal yang ada di atas kasur sudah habis tergeletak tak berdaya, tiba-tiba Mimin melirik--Buku.
"Stop Om Mimin. Nenek jangan di aniaya." Cegah Dion, agar Mimin yang sedang kalap tidak membanting-banting buku. Karena bagi Dion, buku tempatnya ilmu. Buku mengajarkan kita banyak hal tentang segala tulisan yang tertuang.
"Tapi kan eik lagi kesel sama orang ketiga di dalam sebuah hubungan. Jangan mencegah Mimin dalam membasmi pelakor My Dion ganteng." Mimin berapi-api.
"Tenang Om Mimin, coba dengerin Dion dulu. Nih ada rekaman obrolannya." Dion menyalakan benda pintar miliknya yang berisi sebuah rekaman percakapan ketika ia pura-pura tertidur di mobil.
"Om Mimin, Dion udah kaya Papa di film-film kan."
Mimin ternganga begitu juga dengan Bi Nung. Seketika Bi Nung teringat akan pembicaraanya dengan Mang Karjo soal wanita bernama Marisa. Apakah Dion juga turut mengetahuinya? Masalahnya, Dion hanya tahu bahwa ibunya sudah tiada.
Ya ampun, ternyata Den Dion sepintar itu. Aing teh kudu hati-hati ulah ceroboh deui. Bi Nung membatin.
...🌱🌱🌱🌱🌱🌱...
Malam hari milik Dion yang identik dengan sunyi senyap senantiasa ia isi dengan hal-hal berguna. Dion berbicara sendiri pada apa saja yang sukarela mendengarkannya. Di biarkan sendirian dalam kamar sebelum matanya terpejam membuat Dion harus mencari cara untuk membunuh kesepian. Mengutak-atik apa saja yang ada di dalam kamar menjadi solusi yang tepat.
Dion berjibaku pada benda pintar berbentuk jam tangan dan juga alat seperti penyadap di bawah meja belajar. Untuk alat yang mirip seperti penyadap ia biarkan teronggok disana berkelap-kelip cahaya merah. Sedangkan tangannya sibuk sekali pencet sana-sini di bagian jam. Sampai akhirnya Dion mengerjap teringat akan suatu hal. Dia harus terpejam.
"Huuuaaah ngantuk sekali Dion. Sudah waktunya Bobo."
Anak itu menaikan selimut sampai menutupi bahu. Dalam hitungan lima menit mundur Dion yakin Papa Vino akan datang lalu memeluknya dengan erat. Khusus hari kemarin bagi Dion, sakit menjadi sesuatu yang dapat membuka tabir kepalsuan sang Ayah. Dion jadi tahu, tenyata selama ini ia tidur tidak dalam sendirian. Ia jadi tahu bahwa dunianya tidaklah kejam seperti apa kata orang-orang yang melihat dirinya.
Papa buka aja pintunya, Dion sudah merem kok.
Pintu bederik terbuka. Di baliknya sosok laki-laki tampan idola Dion datang memakai baju tidur dengan muka bantal. Mulutnya berkomat-kamit mengomel pada Mimin atas perbuatannya menumpahkan kopi tadi sebelum ia beranjak untuk tidur.
Vino mulai naik ke atas tempat tidur. Dion bisa merasakannya dan itu membuatnya senang bukan main. Dion masih menahan keinginan besarnya untuk memeluk tubuh Vino yang menguar aroma maskulin.
"Dasar bisul. Pecah juga kau." Kata Vino sembari telunjuknya menuding luka Dion yang terbalut kasa.
"Besok saya pulang pagi. Jadi gak bisa tidur kaya malam ini. Tau gak? Ini kan sebenarnya kamar saya. Kamu yang selama ini menumpang, bukan saya yang menumpang tidur disini."
"Besok kamu tidur sendirian aja. Inget, ini kamar saya. Jadi kamu jangan coba-coba berani memasukan orang lain ke dalam kamar ini, Apalagi wanita."
Vino mengusap lembut kepala Dion dengan perasaan sukar. Yang diusap menahan mati-matian untuk tidak menjawab ocehan sang Ayah. Karena kalau sampai ia betulan menjawab, Dion bisa saja kehilangan kesempatan untuk bisa lebih dekat dengan Vino. Akhirnya Dion bisa menjawab lewat hatinya yang bergetar.
Terimakasih Pa, terimakasih Sekali karena sudah mau memberi tumpangan pada Dion.
.
.
.
.
.
Bersambung....
Bijimana perasaan kalian ketika tahu yang di idolakan diam-diam memeluk dalam kesunyian malam?
.
.
.
Jangan lupa bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
FT. Zira
ninggalin jejak iklan dulu deh.. nnti lanjut baca lagi
2024-03-21
1
Senajudifa
aku kasihan sm Dion ...fav untmulah thor
2023-07-19
1
nowitsrain
Duh, kasian Om Mimin
2023-06-27
1