Di rumah sakit.
"Dua di tambah dua sama dengan enam. Sembilan di bagi tiga sama dengan tiga. Lima belas di kali sembilan sama dengan..... Sama dengan berapa Nek?" Tanya Dion yang sedang terbaring di brankar. Jari lentiknya menari-nari seirama dengan mulutnya yang komat-kamit berhitung.
"Sama dengan.......Hehehe Nenek buka kalkulator dulu ya."
"Lah, tidak bisa begitu Nek. Dion saja menghitungnya pakai jari tangan sama kaki. Nenek juga harus begitu biar pintar."
"Nih kaya gini, dua di tambah dua sama dengan empat. Satu di tambah tiga sama dengan empat. Hayo sekarang Nenek ikutin cara Dion." Dion memperagakan jemarinya. "Nenek jawab soal dari Dion ya. Tiga belas di kali sebelas sama dengan?"
Mang Karjo terkikik manakala Bi Nung tercekat oleh Dion. Anak itu pintar sekali. Gilirannya Bi Nung yang suruh menjawab soalnya, dia memberi soal yang melebihi jari manusia. Dalam hati Mang Karjo, ingin sekali dia menyuruh Bi Nung meminjam kaki seribu untuk menjawab pertanyaan Dion.
"Banyak itu ya Den. Jari Nenek gak cukup kayanya."
"Wkwkwkwk"
Dion terbahak-bahak bersama Mang Karjo.
"Aden Dion dapat ilmu darimana bisa bikin pertanyaan kaya barusan?" Tanya Mang Karjo. "Boleh tuh ajarin Mamang biar Mang Karjo bisa bikin perhitungan sama Nenek Nung."
Bi Nung mendelik. Tangannya memberi kode kalau manusia bernama Mang Karjo tidak usah macam-macam dengannya. Peringatan Bi Nung yang berupa colak-colek malah membuat Mang Karjo semakin geli. Kalau Mang Karjo sudah geli, apapun bisa terjadi.
"Dion di ajarin sama om Mimin. Kata om Mimin..."
"Permisi"
Perawat datang melenyapkan senda gurau yang sempat menyeruak dimana Dion terbaring. Tanpa pendampingan orang tua, Dion anteng- anteng saja menjalani serangkaian pemeriksaan yang akan di lakukan. Setidaknya tertawa bersama Bi Nung dan Mang Karjo barusan mampu membuat ketegangan mencair. Anak itu terdiam pasrah ketika dokter mulai memeriksanya.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️
"Nung tadi kata dokter, Bos kecil sakit apa? Bahaya nggak?"
Bi Nung menguyah sandwich hingga tandas. Ia melirik Mang Karjo sebentar guna memberitahukan kalau dia akan menjawab pertanyaan Mang Karjo saat dirinya sudah berhasil menelan lalu meneguk air.
"Mau tau aja apa mau tau banget?"
"Oooh jadi begitu ya sekarang. Oke.. bagen kalo begitu mah."
"Hehe yaelah segala pake ngambek si Karjo. Kalau Den Dion gaswat mana bisa aing teh makan sampai lahap begini. Yang ada makanan teu aya nu asup." Terangnya. Membayangkan kembali apa perkataan dokter tentang Dion, Bi Nung merasa sesuatu yang sesak hilang melebur bersama debu yang terbang.
"Jadi Bos kecil baik-baik aja nih? Alhamdulillah kalau begitu."
"Tapi Jo.."
"Tapi apa?"
"Ada sesuatu yang parah Jo." Bi Nung menatap nanar pintu kamar Dion terbaring. Menye-menye hilang berganti dengan suasana sendu. Sebelum melanjutkan cerita, Bi Nung memegang dadanya untuk menguatkan.
"Apa Nung?" Kata parah yang keluar dari mulut Bi Nung membuat perasaan Mang Karjo mencelos.
"Aku stalking Instagram mamanya Den Dion, ternyata dia lagi liburan di pantai gitu. Aku kirim pesan aja ke dia Jo. Aku bilang anaknya sakit sambil kirimin gambar matanya Den Dion yang bengkak sampai rapat. Gak lama pesan aku di balas "
"Apa katanya Nung?" Kepo meronta-ronta.
"Katanya: bawa aja ke dokter. Gitu aja kok repot sih."
Mang Karjo geram. Hampir saja ponsel Bi Nung yang sedang di gunakan menjadi korban pembantaian Mang Karjo. Ia berapi-api melayangkan nyiyiran pada sosok bernama Marisa mantan istri Vino Rasdiansyah. Tiba-tiba penghuni kebun binatang yang tak bersalah disebut-sebut namanya, di absen oleh Mang Karjo.
"Sabar Jo sabar.."
"Esmosi gua Nung."
"Mendingan kita masuk temuin Den Dion aja, soalnya hari ini di bolehin pulang sama dokter. Teu sampai di rawat inap."
"Yaudah ayo.. "
Sampai di dalam, Mang Karjo dan Bi Nung menemukan Dion tengah tertidur. Mang Karjo membopong anak itu sampai ke dalam mobil dengan Bi Nung mengekor di belakangnya. Orang yang tidak kenal akan mengira bahwa Mang Karjo tercatat di dalam kartu keluarga sebagai suami, Bi Nung sebagai istri. Dan... Dion sebagai cucu hehe. Sebab Mang Karjo dan Bi Nung terlalu boros untuk bocah se-imut Dion.
"Nung, lu ngerasa nggak kita dari tadi jadi bahan perhatian orang-orang?"
"Ngerasa.. tapi saya mah biasa aja. Soalnya omongan atau tatapan selidik orang-orang sudah seperti angin lalu bagi saya mah Jo."
"Anjaaay. Yang begini nih gua demen."
"Tapi saya gak demen kamu ya Jo. Meskipun saya janda."
"Hiiih siape juga yang demen ame lu. Dasar kutil kuda."
"Eeets.. Karjo. Ulah Kitu atuh ngomongna. Yang suka ngatain tahu-tahu nanti demen sama yang di katain. Lihatlah nanti."
Perdebatan sengit antara Mang Karjo dengan Bi Nung membius mereka akan sesuatu hal. Mereka tidak tahu, di tengah berisiknya perberanteman yang mengalahkan kebisingan sudut kota, Dion masih terlelap tanpa adanya pergerakan. Tubuhnya terlalu lunglai hingga meliuk mengikuti setiap tanjakan, belokan, dan turunan.
Sampai di depan rumah, mereka langsung di sambut oleh Mimin. Jika ada Mimin pasti disana ada Vino. Tetapi lelaki yang berstatus Ayah kandung Dion itu lebih memilih masuk ke dalam kamar untuk menghindari pertemuannya dengan Dion. Baginya, binar mata yang terpancar dari anak itu membuatnya sakit untuk menerima kenyataan bahwasanya... Nanti saja kita bahas yang ini. Kita lanjut ke kondisi Dion yang sejak tadi tidak menunjukan pergerakan.
Di kamar yang dingin dan sepi itu, Dion sudah di rebahkan oleh Mimin. Iya, Mimin merebutnya dari tangan Mang Karjo bahkan saat radius mereka belum mencapai titik garasi. Mimin sengaja menghentikan laju mobil Mang Karjo dengan aksinya bak film laga mafia cinta. Apa yang dilakukan manusia setengah Mimin setengahnya lagi Baharudin itu benar-benar membuat Vino mengerutkan kening.
"Huh padahal eik kangen betul dengan nih anak eh malah tidur. Pules banget lagi." Adu Mimin pada cicak-cicak di dinding. Karena tidak bisa berinteraksi dengan Dion maka Mimin menciumi pipi gembil Dion hingga puas. Sampai Mimin terusir oleh keberadaan Bi Nung yang akan mengganti baju serta mengelap tubuh anak itu.
"Aden Dion tumben banget bobonya gak bangun-bangun. Lagi mimpi apa Den sampai pules Kitu?" Bi Nung meracau sembari menjalankan perannya sebagai pengasuh. Ia merapikan segala apa yang berhubungan dengan anak itu. Pakaiannya, kebersihannya, makannya. Tapi tidak dengan hidupnya.
"Den Dion."
Bi Nung terhenyak.
"Aden, emang gak lapar ya kan belum makan?" Tanya Bi Nung dengan nada panik.
Bi Nung semakin membeku. Kata-kata yang dia sebutkan menilas pikirannya. Gak bangun-bangun. Dia baru sadar Dion tidak bangun sama sekali sejak berkeinginan pulang dari rumah sakit. Padahal berisik sudah membelenggu mereka. Bi Nung langsung menepuk-nepuk pipi Dion.
"Aden bangun Den. Den Dion..."
.
.
.
.
Bersambung...
Dion, bangun Nak. Jangan bikin Zenun khawatir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
FT. Zira
aku Esmoni aja ya 1🤭
2024-03-21
1
FT. Zira
pertanyaan untuk diri sendiri tambah, lha giiran nanyain orang lain berubah 'kali' 😅😅 ya klabakan lah yg jawab🤣
2024-03-21
1
Senajudifa
masih hidup sekalix ibux y
2023-07-19
1