Bab 5.

(Percakapan di telepon)

"Hallo," jawab Reynold.

"Hallo, Paman. Paman di mana sekarang? aku ingin bertemu," kata Axel.

"Di mana lagi, tentu di rumah. Datanglah, sudah lama juga kita tidak bertemu. Ayo minum bersama," ajak Reynold.

"Oke, tunggu aku sampai. Jangan minum dulu," kata Axel.

"Haha, kau ini. Iya aku akan tunggu, hati-hati di jalan." jawab Reynold.

"Ya," jawab Axel.

Axel tersenyum tipis, lalu mengakhiri panggilannya. Hatinya mulai membaik hanya dengan bicara singkat di panggilan. Ia pun bergegas. Mengemudikan mobilnya menuju rumah Reynold.

***

Reynold mendapat bantuan dari Andrew dan Lovely. Karena Axel tidak ingin jauh dari Reynold, Andrew pun membelikan sebuah rumah yang masih bisa di jangkaunya, dalam artian masih dalam satu kota.

Axel sering mengunjungi Reynold, bahkan sering menginap di rumah Reynold. Axel selalu bercerita dan berkeluh kesah pada Reynold. Reynold memang kekurangan dari segi materi, tidak bisa dibandingkan dengan Andrew dan Lovely yang kaya raya. Namun, Reynold adalah orang yang lebih bisa di ajak bicara dan di andalkan menurut Axel. Bicara dengan Reynold, Axel bisa bebas mengungapkan isi hatinya, dan apa saja yang di pikirkannya tanpa ragu-ragu.

Reynold duduk di depan tungku perapian. Cuaca sedikit dingin, Reynold pun menyalakan tungku untuk membuat tubuhnya sedikit hangat. Disampingnya ada sebotol wine, Reynold berencana minum sendiri. Namun, niatannya di urungkan saat mendengar putra asuhnya Axel akan datang menemuinya.

Selama ini Reynold sudah menganggap Axel seperti anak sendiri. Mendengarkan keluh kesal Axel dan akan berkomentar juga mendukung Axel dalam segala hal. Reynold merasa dekat dengan Axel, begitu juga Axel yang merasa lebih nyaman jika menyampaikan segala sesuatunya pada Reynold di bandingkan Papa dan Mamanya.

***

Sebuah mobil berhenti di depan rumah Reynold. Seseorang keluar dari dalam mobil, seseorang itu tidak lain adalah Axel.

Axel menutup pintu mobil dan melihat sekeliling rumah. Axel menghela napas, lalu berjalan mendekati pintu utama rumah Reynold. Ia membuka pintu yang tidak di kunci, melangkah masuk dan menutup pintu. Axel kembali berjalan masuk ke dalam mencari keberadaan Reynold.

Dari kejauhan, Axel melihat Reynold yang sedang duduk di sofa tidak jauh dari tungku perapian. Cuaca memang dingin, Axel juga bisa merasakan tubuhnya mulai kedinginan. Ia segera meghampiri Reynold dan menyapa Reynold. Reynold tersenyum tipis, menyapa balik Axel.

"Paman Rey," sapa Axel yang langsung duduk di sebelah Reynold.

Reynold menatap Axel dan tersenyum tipis, "Hai, kau akhirnya datang. Aku sudah ingin habiskan semua wine ini tadi," ucap Reynold.

"Sudah aku katakan tunggu aku. Paman ini, selalu saja. Jangan minta aku mengulang kata-kata," kata Axel.

"Hahaha, dasar anak nakal. Kau biarkan orang tua ini menunggu, huh?" jawab Reynold tertawa kecil.

Axel membuka tutup botol wine dan menuang wine ke dalam dua gelas. Axel meletakan botol wine, dia mengambil segelas wine dan memberikan pada Reynold. Reynold menerima gelas wine dari Axel, dia terus manatap wajah Axel yang kusut.

"Ada apa, Nak?" tanya Reynold.

"Aku kesal saja. Hidupku semakin lama semakin di atur-atur," keluh Axel.

"Ayo minum, dan ceritakan padaku apa yang menjadi keluh kesahmu. Kau sudah lama tidak datang," kata Reynold.

"Ya, satu minggu ini aku sibuk bekerja. Aku harus bisa lebih unggul dari Azel, aku hanya punya sedikit waktu untuk diri sendiri, itupun aku pergi ke club untuk minum." jawab Axel.

"Wah, sampai mana kemampuanmu? Kau sudah mampu menggulingkan saudara kembarmu sendiri sekarang. Ambisimu begitu besar," kata Reynold.

"Aku akan buktikan jika aku bisa, meski aku sepuluh tahun hidup bersamamu di jalanan, bukan berarti aku tidak punya kemampuan." jawab Axel.

"Aku setuju, kau memang anak yang pandai dan cerdik. Itu sudah aku lihat sejak kau kecil, kemampuanmu itu tidak bisa di ragukan lagi," puji Reynold.

"Tidak seperti itu di mata Papa," ucap Axel.

Axel mengambil gelas wine di meja dan menggoyangkan pelan lalu meminumnya seteguk. Axel duduk bersandar memegang erat gelas berisi wine ditangannya.

"Apa maksudmu Axel, bukankah kau diperlakukan baik oleh keluargamu?" tanya Reynold, "Apakah Andrew membuatmu kesal lagi? dan terus

membandingkanmu dengan Azel?" imbuh Reynold.

"Seperti biasanya. Secara tidak langsung selalu mengataiku anak inilah itulah, seakan aku tidak berguna dimatanya. Lebih mengesalkan lagi, Azel selalu menguruhiku. Mengatakan aku harus sopan dan tidak boleh bicara kasar. Dia tidak tahu bagaimana bertahan hidup di jalan, yang harus melawan dan berebut sesuatu meski itu milik pribadi. Tidak ada kata sopan dan kelembutan, jika ingin makan maka kita harus ditakuti, disegani semuanya sehingga tidak ada satupun yang berani. Bukankah aku benar Paman?" jelas Axel pada Reynold.

"Kau benar! Hidup di jalan memang bukan hal yang mudah. Jika lemah maka kau hanya bisa terus berada di bawah, kau tidak akan bisa makan dan terus menerus diganggu. Berbeda dengan anak orang kaya yang punya segalanya. Mungkin semua salahku, tidak seharusnya aku memungutmu saat itu. Jika ada yang perlu disalahkan, itu adalah aku. Aku tidak bisa memberimu kebahagiaan dan hidup layak," kata Reynold.

"Jangan seperti itu, Paman. Aku bahagia bersamamu, meski kita hidup seadanya. Aku selalu mendapatkan perhatianmu juga kasih sayangmu. Jangan mengatakan jika semua adalah salahmu," jawab Axel.

Reynold meneguk habis wine dalam gelasnya, lalu meletakkan gelas di meja dan mengisinya lagi. Axel juga melakukan hal yang sama, meneguk habis wine dalam gelas dan meletakan gelas di atas meja untuk di isi lagi. Melihat gelas kosong milik Axel, Reynold mengisi sampai setengah gelas. Mereka mengambil gelas masing-masing dan bersulang.

Axel kembali bercerita, jika diizinkan memilih maka dia kan lebih memilih tinggal bersama Reynold dibandingkan tinggal bersama keluarga yang tidak menghargainya sama sekali.

Reynold yang mendengar hanya menanggapi dengan senyuman. Reynold mengatakan jika ingin tinggal maka tinggal saja. Tidak perlu ragu-ragu lagi.

"Jangan jadikan beban, kau bisa tidur atau pulang ke sini sepulang bekerja. Tinggallah di sini jika kau mau, aku akan punya teman tidak tinggal sendiri lagi." kata Reynold.

"Ya, aku akan tinggal di sini saja. Aku tidak mau pulang," jawab Axel.

"Karena di sini tidak ada asisten rumah tangga, seperti biasanya kau harus bisa melakukan apa-apa sendiri. Hidup bersamaku kau tau harus bagaimana bukan?" kata Reynold.

"Aku tahu. Ayolah... aku sudah bisa mencuci bajuku sendiri saat usiaku lima tahun. Paman begitu keras mengajarku untuk mandiri. Hal-hal seperti itu bukan masalah untukku," jawab Axel dengan penuh keyakinan.

"Baguslah, aku mengira kau lupa akan hal-hal yang aku ajarkan padamu." kata Reynold.

"Tidak, aku tidak lupa. Aku selalu ingat apa yang Paman ajarkan. Bahkan saat di rumah aku juga sering memasak makananku sendiri, mencuci pakaianku juga merapikan kamarku sendiri." jawab Axel.

"Kau tidak pernah mengecewakan," ucap Reynold bangga. Ia tersenyum menatap Axel.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!