Bab5 kinanti

Aku segera naik ke lantai dua, menuju kamarku. Rasa kesal dan emosi yang sejak tadi di tahan aku luapkan dengan memukul dan meninju permukaan lemari.

Bagh

Bugh

Bagh

Bugh

"hah rasanya masih belum juga puas, padahal tanganku sudah sangat sakit" ocehku pada diriku sendiri.

Tok.. Tok.. Tok..

"siapa?" teriaku.

"jihan, ini ibu. Apakah ibu boleh masuk?"

ceklek

"masuklah" ucapku saat setelah pintu di buka.

Ibu masuk dan mendudukan diri di kasur, terlihat mata ibu menatap lemari yang setengah penyok akibat pukulan yang aku lakukan untuk melampiaskan emosiku.

"kasihan sekali pintu lemari itu." ucap ibu penuh arti.

Terlihat sekali ibu sedang menyindirku.

"kalau sedang emosi bisakah kamu tidak merusak, nak.? Tanya ibu penuh penekanan.

"akan aku usahakan."jawabku.

Ibu tersenyum dan membelai wajahku. Selama ini aku tidak pernah melihat apapun selain kesabaran dan ketulusan ibuku. Itulah yang membuatku dulu ingin belajar silat dan mempelajari semua ilmu beladiri agar aku bisa menjaga ibu dari semua orang yang berniat jahat kepada ibuku.

"jihan, ibu yakin kamu bisa menghadapi semua ini. Perbanyaklah bersabar dan redamlah emosimu. Tadi itu sudah sangat bagus sekali karena ternyata anak ibu bisa menahan emosi di depan nenek." ucap ibu lagi.

"ibu tidak tau saja bagaimana kepalaku berdenyut menahan emosi, andai saja aku tidak melihat nenek. Aku sudah sangat ingin menyumpal mulut mereka pakai sandal." jawabku

Ibu tersenyum mendengar ucapanku, ah... Entah apa yang sedang ibu pikirkan. Terkadang aku kesal melihat kesabaran ibu saat sedang di tindas paman dan tante riana.

"Anak cantik, ibu turun dulu. Dan segeralah turun karena sebentar lagi kita akan makan siang bersama." ucap ibu sambil menjawil hidung mancungku.

"ya" jawabku singkat.

Setelah ibu keluar kamar, aku kembali menguncinya dan membaringakan diri di kasur. Rasa lelah setelah meluapkan emosi membuatku tertidur hingga melupakan ucapan ibu untuk turun.

Duk.. Duk.. Duk..

"woy bangun!"

Sayup-sayup indra pendengarku menangkap suara seseorang di depan pintu, entah siapa yang menggedor pintu kamar ini. Sangat berisik sekali.

Ceklek

"apa?" tanyaku setelah pintu di buka dan ternyata amanda yang berdiri di depan pintu.

"dasar tidak punya etika, bisa-bisanya kamu tidur disaat kami menunggumu untuk makan siang." ocehnya berapi-api.

"Astaga! Aku benar-benar melupakan soal makan siang ini, ah biarlah siapa suruh juga mereka menungguku" batinku.

"dasar gadis aneh! Cepatlah turun!." teriaknya didepan wajahku.

"berhentilah berteriak! lagipula siapa yang menyuruhmu menungguku."

"kalau bukan karena nenek, aku juga malas menunggumu." amanda turun masih dengan mulut yang nyerocos entah apa yang dibicarakan.

Aku segera mengekor di belakang amanda, setelah sampai di meja makan semua orang memang sudah duduk di sana bahkan ada kinanti anak dari tante riana.

Perasaan aku tidur tidak lama tapi entah kenapa serasa sudah berganti hari saja.

"hai jihan" sapa kinanti ramah.

Anak tante riana ini memang paling ajaib, diantara semua mulut di rumah ini hanya mulutnya dan mulut neneklah yang selalu berucap baik kepadaku dan ibu. Aku rasa kinanti bukan anak kandung tante riana karena sifatnya sangat berbanding terbalik dengan ibunya.

"hai kinan" jawabku.

"kak jihan makin cantik saja" sambung kinanti.

"huek... Apa matamu sedang bermasalah,kinan?." tanya amanda dengan ekspresi jiji.

Aku duduk dekat ibu yang sudah duduk manis di dekat nenek. Aku lihat najib yang duduk dengan tenang tanpa ekspresi.

"kak manda tidak boleh begitu, kak jihan memang cantik kok." jawab kinanti.

"nambah lagi orang menyebalkan disini." ucap amanda.

"sudahlah! Aku lapar lebih baik kita makan. Ocehanmu membuatku semakin lapar saja serasa ingin makan orang." ucapku dan di sambut senyuman kinanti. Ah bukan senyum lebih tepatnya tertawa yang ditahan.

Ibu dan nenek hanya geleng-geleng kepala mendengar ocehan kami.

makan siang berakhir dengan baik walaupun diawali dengan drama-drama gak penting. Selesai semuanya aku membantu ibu membersihkan apa yang harus di bersihkan.

"biar aku bantu, bu." ucap kinan mengbil piring kotor yang akan ibu bawa ke belakang.

"kinan, biarkan ibu saja yang bawa. Kamu kedepan saja temani amanda yang lainnya." jawab ibu

"kinan akan kedepan setelah membantu ibu." kinan masih terus memaksa, hingga aku kesal dibuatnya. Ibu dan juga kinan masih saja dengan piring yang entah kapan akan di cuci.

"kinan, lebih baik kamu bantu aku saja. Kalau kamu terus menginginkan piring kotor itu, kapan akan selesai. Kalian seperti anak kecil saja." ucapku.

Ibu dan kinan nampaknya baru sadar dengan tingkah mereka, mereka tertawa bersama. Menyebalkan! Bukan nya segera selesaikan. Mereka malah meletakan semua piring kotor dan meninggalkan nya begitu saja.

"hah akhirnya selesai sudah." ucapku dan mendudukan diri di bangku meja makan.

"jihan, kenapa disini? Ayo ke depan." ajak nenek saat melihatku duduk sendiri sibuk dengan ponsel di tangan.

"tidak nek, jihan disini saja." jawabku.

"biarkan saja disitu, nek. Lagipula aku malas melihat wajah sok cantiknya." sambung amanda yang entah sejak kapan fia ada disitu.

"akhirnya kamu mengakui juga kalau aku cantik." ucapku dengan senyum yang mengembang.

Aku mengekor dibelakang nenek, meninggalkan amanda dengan kekesalan nya.

"ka jihan kemana saja? Aku kira kaka tidur lagi melanjutkan yang tadi." cerocos kinanti dengan tertawa mengejek.

"aku pikir itu ide yang bagus. Lebih baik aku tidur saja daripada disini dengan kalian hanya akan membuang waktu tidurku." ucapku.

"dasar pemalas." celetuk najib.

Pria ini mulutnya sangat pedas kalau bicara, tidak pantas banget dengan wajah tampan nya.

"apa perduliku!" jawabku dan berlalu dari hadapan mereka.

"kamu mau kemana? Jangan merasa ratu di rumah ini. Kamu hanya numpang, enak saja mau tidur lagi." ucap amanda dengan suara yang sengaja di keraskan.

Lagi dan lagi dia mengatakan kalau aku numpang, anak dan bapak sama saja.

"kalau bapakmu itu tidak menjual rumah kami, malas sekali aku tinggal dirumah ini dimana penghuninya hobbi berteriak sepertimu." jawabku.

"itu karena bapakmu punya hutang! Harusnya kamu sekarang ini segera bekerja agar bisa melunasi hutang bapakmu."

Lama-lama emosiku tersulut kalau terus bicara dengan amanda, kalau tidak mengingat pesan ibu rasanya ingin aku sumpal mulut lemesnya itu.

"kenapa diam! Merasa!" teriak amanda di telingaku.

Plak

Satu tamparan mendarat di wajah mulusnya.

"nenek!" teriak amanda.

mendengar teriakan amanda nenek yang berada di depan dengan ibu segera menghampiri kami.

"ada apa ini?" tanya nenek.

"dia menamparku, nek. Cewek bar-bar seperti ini kenapa harus tinggal disini. Hik.. Hik." adu amanda kepada nenek dengan tangisan yang dibuat-buat.

"najib, kinan. Kenapa kalian diam saja." tanya nenek kepada najib dan kinan yang nampaknya masih terkejut dengan tindakanku menampar amanda.

"a...aku" najib tidak mampu berkata-kata karena mungkin masih terkejut.

"jihan, apa benar kamu menamparnya?" tanya ibu penuh penekanan.

"ya" jawabku singkat.

plak

Plak

pipi kanan kiriku ditampar nenek, ibu sangat terkejut melihatku ditampar. Hingga reflek memeluk diriku.

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!