Bab 3 kemarahan nenek

"Kamu mengancamku? Dasar anak tidak tau diri! Pantaslah kamu menjadi anak dari wanita itu. kalian sama-sama pembawa sial, belum sehari kalian di rumah ibuku, tapi sudah menciptakan keributan." ucap tante riana dengan angkuhnya.

"Bukan mau ku dan ibu jika kami disini, tapi tanyakan kepada ibumu kenapa aku dan ibu di minta kesini!" jawabku dengan mata menantang menatap wajah cantik tanteku.

Muak rasanya kalau harus terus mengalah, dulu aku hanya gadis 5 tahun yang hanya bisa menangis kala ibu diperlakukan dengan hina. Tapi tidak kali ini, walaupun aku hanya lulusan SMP bukan berarti aku akan membiarkan orang lain terus menghina ibu.

"Lancang sekali mulutmu! Sudah beruntung ibuku mau menampung kalian!" tante riana bicara seakan kami mengemis agar bisa di tampung di rumah ini.

"Ayo kita pergi dari sini, bu." ucapku kepada ibu yang masih mematung melihatku.

Aku tarik tangan ibu agar segera mengikutiku untuk pergi dari rumah ini.

"tapii... Bagaimana dengan nenekmu, jihan?" pertanyaan ibu membuatku semakin emosi. Apa yang sebenarnya ada di dalam pikiran ibuku ini.

"Biarkan saja, itu bukan tanggung jawab ibu. Anak-anaknya yang lebih pantas mengurus nya." jawabku, menarik tangan ibu.

"Ya pergilah! Pergi yang jauh. Kamu pikir kami akan menahanmu agar tidak pergi! Jangan harap, hahaha..." tante riana terus mencemooh dengan kata-kata yang tidak sepantasnya keluar dari mulut wanita cantik dan terpelajar sepertinya.

"Diam!"

"Jihan, tetap di sini." suara nenek menahanku untuk tidak pergi dari rumah ini.

"Riana, angga, pulanglah. Urusan kalian sudah seselai disini. Jualah rumah kakakmu dan katakan berapa sisa yang harus ais bayar padamu?." tanya nenek.

Sontak saja ucapan nenek membuat kedua ipar ibuku itu terkejut,mata paman dan tante hampir saja loncat saking terkejutnya, mereka saling pandang satu sama lain dengan pikiran yang entah apa.

"Katakan! Berapa sisanya?!" teriak nenek.

Ibu segera mendekati nenek, menahan agar tidak terlampau emosi karena itu akan membuat kesehatan nenek memburuk.

"Dasar wanita pembawa sial, dulu kakak ku yang kamu buat membenci kami, sekarang kamu membuat ibuku membenci kami!" ucap tante riana saat ibu mendekati nenek.

"Riana! Jaga ucapanmu!" teriak nenek, yang nampaknya sudah kelewat emosi menghadapi anak-anak nya.

"Bu, sudahlah. Ais tidak apa, ibu jangan marah-marah. tidak baik buat kesehatan ibu." ucap ibuku dengan lembut. Entah terbuat dari apa hati ibuku itu.

"Riana, lebih baik kita pulang dulu. Nanti kita akan bicarakan lagi soal ini." paman angga segera meminta tante riana untuk pulang.

Aneh, padahal mereka anaknya tapi hanya untuk mengurus nenek saja, mereka mencari berbagaimacam alasan agar untuk menolak permintaan nenek.

"Aku pulang bu, tapi aku harap ibu tidak gelap mata hingga memberikan semua harta ibu kepada wanita itu, karena dia bukan siapa-siapa di rumah ini, hanya mantan menantu!" ucap tante riana dengan menekan kata mantan.

"Harusnya tante malu mengatakan itu, karena mantan menantu inilah yang rela merawat ibumu." ucapku dengan sedikit senyum mengejek.

"kamu..."

"Riana! Pulanglah. Jihan benar, harusnya kamu malu mengatakan itu." ucap nenek membelaku.

Senang rasanya melihat wajah tante riana yang merah menahan emosi.

"Ini baru permulaan tante!" gumamku saat tante riana melewatiku untuk pergi keluar rumah ini.

Setelah tante riana pergi, paman angga pun ikut pergi. Kedua anak nenek itu sangat tidak bisa diharapkan. Bukannya menemani ibunya mereka malah meributkan hal yang tidak seharusnya.

Aku dan ibu terpaksa merelakan rumah kami di jual untuk membayar setengah hutang ayah, hutang yang entah benar atau tidak. Aku masih meragukan nya.

Setelah tante dan paman pulang, nenek menangis dengan tergugu. Aku merasa kasihan terhadapnya harusnya di usianya yang sudah senja nenek bisa hidup dengan tenang bermain dengan cucunya tanpa melihat keributan-keributan seperti tadi.

"Ais, maafkan ibu. kalau saja suamimu masih hidup, ibu tidak akan sesusah sekarang ini.hik hik..."

"Bu, sudahlah. Ais tidak apa, ibu jangan khawatir ais akan ada buat ibu di sini." ucap ibu menenangkan nenek.

Aku tidak yakin aku bisa sekuat ibu menghadapi paman dan tante, bahkan nenek saja tidK bisa sesabar ibu. Entahlah apakah itu sabar atau bod*h. Yang pasti aku akan terus ada untuk ibu, membalas semua perlakuan tante dan paman terhadap ibuku. Tidak akan aku biarkan mereka menyakiti atau menghin ibuku lagi.

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!