“Bunda, aku lagi benar-benar bingung deh sekarang,”
Elvina menyandarkan kepalanya di bahu sang Bunda yang saat ini menjadi temannya menonton televisi.
Elvina mau jujur pada bundanya sekarang soal pernyataan seorang lelaki tadi kepadanya, dan itu dosennya sendiri.
Elvina ingin bundanya memberikan saran apa yang sekiranya tepat untuk Ia lakukan ketika Ia belum bisa membalas perasaan Vano, dan Elvina ingin bundanya juga tahu soal keberanian seorang lelaki yang ternyata sudah enam bulan mengaguminya diam-diam dan tadi baru mengakui tentang itu.
“Bingung kenapa, Sayang?”
“Aku bingung, jadi tadi tuh, dosen aku tiba-tiba bilang mau ngomongin sesuatu sama aku, terus beliau ajak aku makan siang bareng. Aku iyain karena aku penasaran hal apa sih yang mau diomongin berdua sama aku, kali aja tentang perkuliahan ya, Bun. Tapi ternyata yang dia omongin nggak ada sangkut pautnya sama perkuliahan,”
“Terus apa?”
Dini langsung menatap anaknya dengan sorot mata yang sangat penasaran. Bagaimana tak penasaran kalau Elvina sudah menyebut dosen, makan siang bersama, ada hal yang dibicarakan antara mereka.
“Pak Vano bilang, selama ini dia mengagumi aku diam-diam, Bun. Pak Vano itu udah ngajar di kampus aku kurang lebih enam bulanan lah. Terus dia mau kenal aku sama keluarga aku lebih jauh. Aku bilang kalau kenal sih nggak apa-apa. Tapi aku bingungnya, dia kayak mau ngajakin aku ke hubungan yang serius gitu, Bun,”
Dini mengerjapkan matanya beberapa kali setelah mendengar anak tunggalnya bercerita. Tidak disangka ternyata ada yang mengagumi Elvina disaat Elvina menutup diri dari yang namanya kaum laki-laki setelah mendapat luka dari mantan calon suaminya.
“Ya coba aja kenal aja dulu, liat dia beneran mau serius atau nggak,”
“Bun, tapi aku nggak bisa balas perasaan Pak Vano,”
“Kenapa? Karena belum move on dari mantan kamu itu? Mau sampai kapan, El? Kalau ada yang lebih baik, apalagi nunjukkin keseriusannya, Bunda rasa nggak apa-apa. Bunda berharap kamu nggak dipertemukan lagi dengan laki-laki yang bakal nyakitin kamu,”
“Jadi maksud Bunda, Bunda setuju kalau Pak Vano mau deketin aku? Mau deket sama Ayah bunda?”
“Iya, kenapa nggak? Pengen liat juga dia beneran pengen serius atau cuma main-main aja. Kalau boleh tau usianya berapa?”
“Dua puluh delapan deh kalau nggak salah,”
“Udah cukup matang, pekerjaannya dosen, ya mungkin karena itu dia mau serius sama kamu. Tinggal gimana kamu nya aja,”
“Tapi aku juga insecure, Bunda. Dia dosen, lah aku baru mahasiswi,”
“Kenapa harus insecure? ‘Kan dia yang punya perasaan lebih dulu ke kamu, dia yang bergerak duluan, sebenarnya itu udah bisa jadi tanda sih kalau dia emang nggak mau main-main. Sekalinya jujur soal perasaan, dia langsung bilang kalau dia pengen kenal lebih dekat sama kita. Ya itu tandanya dia emang pengen sama kamu. Perasaan orang nggak bisa diatur, Nak. Kalau hatinya merasa tertarik sama mahasiswa nya sendiri, masa kita harus larang? Ya berarti ada dalam diri kamu hal-hal yang dia suka, dan itu alasan dia nyatain perasaan nya ke kamu,”
“Ssttt ada apaan sih? Kok kayaknya lagi ngomong serius,”
Tiba-tiba Arman datang ke ruang keluarga dan langsung duduk berhadapan dengan istri dan juga anaknya yang tampak sedang membicarakan sesuatu, dan itu membuatnya penasaran.
“Ini lho, Yah. Ada cowok yang baru aja jujur kalau dia naksir sama Elvina,”
“Hah? Serius? Siapa? Ayah boleh tau ‘kan?”
Arman kelihatan antusias mendengar cerita sekilas dari istrinya. Ia langsung menatap anak tunggalnya.
Arman tahu anaknya masih belum bisa lepas dari masa lalu, dan barangkali sekarang sudah saatnya untuk Elvina tidak lagi mengingat mantan calon suaminya. Yang menyakiti sudah sepatutnya dilupakan, untuk apa masih diingat? Apalagi ditangisi.
“Dosennya sendiri, Yah,” Dini yang langsung menjawab.
“Hah? Benar itu, El? Dosen kamu? Siapa namanya?”
“Pak Vano, Yah. Dia baru ngajar sekitar enam bulanan, terus dia bilang selama dia ngajar di kampus, dia cuma bisa kagum sama aku diam-diam. Terus akhirnya tadi dia beraniin dirinya untuk ngomong langsung ke aku. Jadi tadi aku diajakin makan di luar. Katanya ada yang mau dia obrolin sama aku. Nah aku awalnya ngira yang mau diobrolin itu soal perkuliahan, tapi ternyata perasaannya Pak Vano sendiri. Dia mau kenal aku, bunda, sama ayah lebih jauh. Tapi aku juga udah bilang ke dia kalau aku masih cinta sama laki-laki lain. Dia mau serius sama aku deh kayaknya, Yah. Aku jadi takut deh,”
“Lho, kok takut?”
“Ya karena aku nggak cinta sama dia, jadi aku nggak siap kalau mau diajakin untuk ke hubungan yang lebih serius, Yah,”
“Nak, jodoh itu udah ada yang ngatur. Mungkin hadirnya Pak Vano, bikin kamu lebih bahagia dengan kisah percintaan kamu, ketimbang sama yang sebelumnya. Lupain lah masa lalu kamu, itu cuma bikin kamu sakit hati aja. Pak Vano udah mau serius ‘kan? Jadi ya udah, kenapa nggak coba untuk buka hati aja? Maksud ayah, ayah sama bunda nggak bakal paksa kamu untuk nikah secepatnya sama dia, tapi dia ‘kan katanya mau kenal sama kita lebih jauh, ya udah persilahkan aja. Nanti selama perkenalan itu kita bisa nilai juga keseriusan dia. Kalau jodoh, pasti segalanya dipermudah,”
“Usianya berapa kalau ayah boleh tau?”
“Dua puluh delapan, Yah,”
“Kamu juga perlu kenal dia dulu ‘kan sebelum melangkah lebih jauh. Kenali keluarganya, kenali apapun tentang dia. Jangan sampai menyesal, itu hal yang mesti kamu ingat,” ujar Dini yang disetujui oleh Arman. Walaupun Vano seorang dosen, keluarganya terpandang sekalipun, kalau tak bisa menghargai Elvina buat apa? Mereka ingin Elvina tidak menutup diri lagi dari laki-laki, tapi mereka mau Elvina tetap hati-hati dalam memilih pasangan, jangan sampai kejadian yang lalu kembali terulang.
“Ya udah, jalanin aja dulu, dibiarkan mengalir kayak air. Kalau dia mau ketemu ayah sama bunda dalam waktu dekat nggak apa-apa. Kami juga mau kenal sama dosen kamu itu,”
“Iya, Yah,”
********
“Abang, kalau temenin cewek belanja itu, jangan sibuk sama handphone, Bang. Apalagi sekarang abang jalan sama adek ceweknya abang,”
Vano langsung menyimpan ponselnya ketika lengannya diraih oleh Davina yang merasa kesal abangnya berjalan di belakang dengan lambat sambil menatap layar ponsel sementara Davina ingin meminta pendapat abangnya soal baju yang tepat untuknya tapi bagaimana bisa meminta pendapat kalau abangnya saja jauh di belakangnya, dan malah sibuk dengan ponsel.
“Abang bantuin aku,”
“Bantu apa?”
“Pilihin baju buat malam minggu nanti aku mau datang ke acara ulang tahun teman,”
“Perempuan atau laki-laki?”
“Perempuan sama laki-laki,”
“Lah kok dua? Maksudnya kamu bakal datang ke dua acara ulang tahun gitu?”
“Nggak, satu aja, tapi gabung. Karena mereka kembar,”
“Oh, ya udah pilih aja lah sesuai selera kamu, Abang bingung, abang nggak bisa diandelin kalau soal baju-bajuan,”
“Ih Abang pokoknya bantuin. Aku perlu pendapat Abang,”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments