“Udah, daripada lo stres gara-gara Alya, saran gue mah buka hati aja, Bro,”
“Tau ah, ngobrol sama lo pada bikin gue makin mumet,”
“Ya udah sana, mendingan balik. Ini udah jam sembilan,”
“Emang gue mau balik, nyokap bokap gue udah nelponin mulu dari tadi sebenarnya, apalagi bokap. Sampai rumah kayaknya gue bakal diomelin,”
“Hahaha yang sabar, brody. Mereka tuh ngomel karena ada tujuan,”
“Tujuan apaan? Nggak ada! Tujuan mereka tuh cuma jodohin gue doang,”
“Ya udah jalanin aja dulu, siapa tau suka, siapa tau cinta ya ‘kan? Jangan ngeluh mulu lo,”
Argantara mendengus, bagaimana Ia tidak mengeluh? Saat ini masa depannya sedang tidak baik-baik saja. Tak bisa dibayangkan akan seperti apa masa depannya bila Ia dan Shelina sudah benar-benar menikah.
********
“Darimana kamu? Hah? Kenapa baru pulang? Dari tadi hubungin nggak bisa-bisa. Padahal pergi sejak siang, tamu-tamu belum pada pulang, tapi kamu udah main pergi aja,”
“Aku abis main sama teman-teman aku, Pa,” jawab Argantara dengan santai tanpa beban. Wajar saja Ia pergi mencari ketenangan. Karena selama acara pertunangan berlangsung, batinnya benar-benar berontak. Ia tidak nyaman harus bersama Shelina, orangtuanya, maupun tamu-tamu karena sebenarnya acara itu bukan kehendaknya.
“Kamu jangan kurang ajar ya, Arga. Kamu yang punya acara, kenapa kamu malah pergi duluan ketimbang tamu udah gitu nggak balik-balik?”
“Itu bukan acara aku, Pa. Itu acaranya Mama Papa ‘kan?”
“Kamu udah setuju, nggak usah lagi bikin drama kayak tadi,”
“Tapi ‘kan setujunya terpaksa. Sebenarnya aku nggak mau dari awal, iya ‘kan? Tapi Mama Papa nggak mau dengerin omongan aku, dan karena Shelina setuju jadinya pertunangan tetap lanjut. Alasan kedua, supaya aku nggak ingat lagi sama masa lalu. Ya percuma lah, orang aku cintanya sama Alya,”
“Coba belajar dulu untuk terima Shelina, Kamu cintai dia. Ini ‘kan kalian masih tunangan, masih ada waktu untuk bikin hubungan kalian jauh lebih indah nantinya setelah nikah karena udah saling cinta,”
Argantara merotasikan bola matanya. Ia tidak senang mendengar ucapan papanya. Yang ada malah muak. Apa kata Fadli tadi? Ia belajar untuk menerima dan mencintai Shelina? Tidak semudah itu karena hatinya sudah terpaku pada satu perempuan dan itu Alya.
“Arga, besok ‘kan hari pertama Shelina masuk ke kampus yang baru, besok tolong kamu jemput Shelina di rumahnya terus kalian berangkat bareng ke kampus ya?”
“Apa, Ma? Aku jemput dia terus nganter dia ke kampus? Jangan bilang setelah ngampus aku harus ngantar dia ke rumahnya?”
“Iya itu lebih bagus. Shelina ‘kan anak baru, terus kalian juga udah dekat. Makanya nggak apa-apa dong kalau tiap hari pulang pergi bareng?”
“Emang aku supirnya? Aku nggak mau ah, kerajinan banget antar jemput orang. Aku nggak mau dibebani tugas yang sebenarnya bukan tugas aku, Ma,”
Argantara tidak jadi ke kamarnya karena tiba-tiba mamanya meminta Ia untuk mengantar jemput Shelina mulai esok hari dimana Shelina akan menjadi mahasiswa baru.
“Arga, kenapa sih susah banget mau berbuat baik ke orang? Hah?”
“Kata siapa sih, Pa? Aku gampang kok berbuat baik ke orang lain, tapi liat dulu siapa orangnya. Papa emang selama ini nggak bisa nilai aku ya? Aku emang pernah jahat ke orang kalau orang itu nggak mulai duluan? Nggak pernah ‘kan? Nah itu masih berlaku, Pa,”
“Ya ‘kan Shelina nggak jahat ke kamu, dia itu baik, jadi harusnya kamu juga bisa dong berbuat baik ke dia,”
“Aku nggak bisa berbuat baik ke dia, Ma, Pa,”
“Lho, kenapa? Dia ‘kan calon istri kamu,”
Geraham Argantara beradu satu sama lain mendengar ucapan Tina, mamanya. Sungguh Ia tidak terima mendengar kalimat Shelina itu calon istrinya, Shelina itu tunangannya, Shelina itu orang yang baik. Ia benar-benar muak.
“Dia jahat ‘kan ke aku,”
“Maksud kamu?”
“Karena dia nggak nolak perjodohan ini jadi aku anggap dia jahat, makanya aku juga bakal jahat ke dia,”
“Jangan sembarangan kamu kalau ngomong, Arga! Siapa bilang Shelina jahat? Dia cuma mau patuh sama orangtuanya aja. Justru karena dia anak yang baik, makanya dia patuh. Dia percaya kalau kamu itu memang pilihan yang tepat untuk dia,”
“Pokoknya besok kamu jemput Shelina di rumahnya dan kalian berangkat bareng. Kamu bisa jadi temannya dia di hari pertama yang pasti bakalan bikin dia bingung harus apa dan gimana. Nggak ada bantahan ya, Ga,”
Argantara langsung mendengus kasar, dan setelah itu pergi ke kamarnya sendiri dengan hati yang memanas. Ia sudah menolak tadi, Ia sebutkan alasannya juga kenapa Ia menolak. Tapi tetap saja orangtuanya ingin Ia menjadi supir sekaligus teman untuk Sherina.
“Okay nggak apa-apa besok gue baik ke perempuan itu, tapi di depan nyokap bokap. Besok gue bakal ngasih pelajaran ke dia supaya dia sadar kalau gue nggak sebaik yang ada di pikiran dia,” gumam Argantara setelah masuk ke dalam kamarnya sendiri dan menutup pintu kamar.
Ia mengambil handuk kemudian masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan badannya. Setelah itu Ia akan istirahat, karena besok ada jam kuliah pagi.
******
“Sayang, kamu kok belum tidur? Mama kaget liat kamu duduk sendirian di ruang makan? Kamu lagi ngelamun ya? Emang apa yang dilamunin? Hmm?”
“Nggak, Ma. Aku nggak lagi ngelamun kok. Lagi nyemil aja nih,”
Sekitar jam sepuluh malam Shefia turun ke lantai bawah tepatnya dapur untuk mengambil persediaan air minum yang sudah kosong di kamarnya. Tapi Ia kaget ketika melihat ada seseorang yang duduk di kursi makan dengan posisi membelakanginya.
“Mama takut ya? Mama pikir aku hantu soalnya rambut aku gerai,”
“Nggak sih, cuma kaget aja Mama. Kamu ngapain sih malam-malam kok belum tidur?”
“Mama juga,”
“Ini Mama mau ambil minum,” ujar Shefia seraya berlaku ke dapur untuk mengambil air minum, setelah itu Ia ke ruang makan lagi menghampiri anaknya.
“Tidur dong, Sayang, jangan malam-malam. Kamu lagi kepikiran sesuatu ya?”
“Nggak kok, Ma. Aku emang lagi pengen ngemil aja di sini,”
“Beneran?”
“Iya,”
“Kirain lagi kepikiran sesuatu makanya belum bisa tidur terus akhirnya ke sini deh,”
“Kamu jangan malam-malam lho tidurnya. Kamu ‘kan besok mau kuliah,”
“Iya, Ma, tadi aku sempat kepikiran soal itu sih tapi sekarang udah nggak,”
“Kepikiran kenapa, Nak? Mau kuliah di kampus yang baru kok malah jadi kepikiran?”
“Aku deg-degan aja gitu, Ma,”
“Tenang, ‘kan Arga udah bilang kalau di kampus itu seru, menyenangkan. Insya Allah semua berjalan dengan baik, Sayang. Nggak perlu
Kepikiran lagi ya,”
“Tapi aku gugup gitu lho, Ma. Aku ‘kan jadi mahasiswa baru nih, dan aku takut juga deh kalau teman-teman aku nggak bisa nerima aku,”
“Ya ampun, Nak. Jangan berpikir begitu lah. Alasannya mereka apa sampai nggak mau nerima kamu jadi teman mereka? Selagi kamu baik sama orang, Insya Allah orang juga bakal baik ke kamu. Mama yakin kok mereka nggak begitu. Pasti mereka mau terima kamu. Secara kamu ‘kan cantik, punya prestasi jadi pindahnya bukan dikeluarin karena ada sebab sesuatu, tapi memang pengen pindah aja ke situ ‘kan sekalian pindah tempat tinggal juga karena pekerjaan Papa di sana di Jepang udah selesai,”
“Iya, Ma. Insya Allah mereka bisa nerima aku ya, Ma,”
“Pasti dong, Mama yakin. Ya udah kamu tidur sekarang deh sana, jangan begadang. Besok takutnya kamu kesiangan lho,”
“Okay siap, Mama,”
“Mama ke kamar duluan ya,”
“Iya silahkan, Mama cantik,”
Shelina membiarkan mamanya beristirahat, sementara Ia masih ingin bertahan di ruang makan sendirian. Tadi Ia sempat kepikiran tentang hari esok dimana Ia akan menjadi mahasiswa baru makanya Ia memutuskan untuk mencari pengalihan dengan bergegas ke ruang makan dan menikmati makanan ringan. Lama-lama Ia tidak kepikiran lagi, dan mamanya datang untuk menenangkan. Ia memang tidak seharusnya gugup, atau bahkan takut teman-teman di kampus barunya tidak bisa membuka tangan mereka dengan lebar untuk menerima kedatangannya dan menerimanya sebagai teman. Karena Argantara yang merupakan mahasiswa lama di sana saja sudah menjawab kalau situasi di kampus itu menyenangkan. Seharusnya Ia tidak perlu khawatir bahwa kehadirannya tidak diterima dengan baik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments
Dwi Winarni Wina
arga shelina gadis baik pasti cocok sm dia....
2023-10-22
0
Ali Assegaf
,ada ya othor bucin tingkat monyet
2023-10-01
0