5. Pertempuran Dua Klan

Max pergi ke ruangannya dan membuka laci rahasia di bawah meja. Dia mengeluarkan senjata-senjata dan berbagai peralatan yang diperlukan untuk pertempuran mendatang. Dalam hatinya, dia bersumpah untuk melindungi wilayahnya, mengalahkan musuh-musuhnya, dan memberikan Silka kehidupan yang aman dan bebas.

Dengan langkah mantap, Max meninggalkan kamarnya menuju markasnya. Dia tahu bahwa pertempuran akan datang, dan dia siap menghadapinya dengan kekuatan dan strategi yang dimilikinya. Keinginan untuk melindungi Silka dan klannya menjadi api yang membara di dalam dirinya.

Kebetulan sekali, Silka menyadari sesuatu yang aneh sedang terjadi. Ia mengintip pria yang memaksanya untuk menikah, berjalan tergesa menggunakan jubah hitam panjang, beserta sarung tangan melekat pada kedua tangannya. Gadis itu, segera menarik hodie hitam yang tak jauh dari tempatnya mengintip. Ia memutuskan untuk mengikuti mereka.

Silka terus menyusuri jalanan yang gelap dan sempit, menjaga jarak dengan Max dan seluruh anggotanya, bergerak dengan hati-hati. Dia berusaha mengingat setiap rincian yang terlihat dan mendengar, mencoba mencerna situasi dengan baik.

"Apa yang sedang mereka rencanakan? Mengapa malam-malam begini keluar diam-diam? Aku harus mencari tahu apa yang akan mereka lakukan."

Sekali-sekali, dia harus melompat ke belakang dinding atau menyelinap di belakang kendaraan yang terparkir ketika mereka berhenti sejenak. Dia berusaha memastikan bahwa langkah-langkahnya tidak terdengar dan bayangannya tidak terlihat oleh mereka.

Perlahan tapi pasti, mereka tiba di sebuah gedung tua yang terletak di pinggiran kota. Silka menyembunyikan dirinya di balik tiang lampu yang rusak, memperhatikan gerak-gerik Max dan anggota mafianya yang masuk ke dalam gedung dengan waspada.

Silka berpikir dalam hati, "Apa yang mereka cari di sini? Apakah ada pertemuan rahasia atau sesuatu yang berhubungan dengan wilayah perbatasan yang mereka bicarakan sebelumnya? Aku harus masuk dan mencari tahu lebih lanjut."

Dengan hati-hati, Silka bergerak mendekati pintu masuk gedung. Dia mencari celah atau kesempatan untuk masuk tanpa terdeteksi. Setelah beberapa saat, dia menemukan jendela yang terbuka sedikit di samping pintu. Tanpa ragu, dia meluncur masuk melalui celah tersebut.

Silka terus memperhatikan dari balik tirai tebal di dalam ruangan, melihat Max dan musuh-musuhnya saling berhadapan dalam situasi yang tegang.

Silka berpikir dalam hati, "Siapa lagi mereka? Pertarungan apa yang akan terjadi? Aku harus tetap bersembunyi dan melihat apakah aku dapat menemukan petunjuk atau bukti yang bisa membantu mengungkap rencana mereka."

Dia mendengar percakapan yang berputar di sekitar perdagangan narkoba, pemerasan, dan konflik wilayah yang semakin memanas. Silka menyadari betapa jauh Max telah terjerumus dalam dunia gelap ini, dan dia merasa semakin yakin untuk pergi dari laki-laki itu.

"Dengan berani kau melanggar perbatasan wilayah kami!" Max berseru dengan suara lantang, ekspresinya penuh amarah. "Kekuasaan Klan Maxim tak akan mudah direbut dengan begitu saja!"

Lawannya tersenyum sinis, tatapannya penuh dengan penghinaan. "Kamu terlalu sombong, Max. Wilayah ini bukan milikmu seutuhnya. Kami punya hak untuk melindungi apa yang kami miliki di wilayah ini."

Max menghentakkan tangan ke atas meja, membuat suara berderak yang menggetarkan ruangan. "Kalian semua tak lebih dari tikus yang bersembunyi di bayang-bayang kami! Kami yang menentukan peraturan di sini!"

Pimpinan klan lawan itu tersenyum dingin. "Jangan berpikir kamu bisa menaklukkan kami dengan kekerasan semata. Kami siap melawan, Max. Kami takkan mundur!"

Mata Silka melihat kilatan amarah di mata Max, dia bisa merasakan gelombang kemarahan yang memancar dari dirinya. "Kalian akan menyesal telah mengusik kekuasaan kami. Kami akan memusnahkan kalian, satu per satu!"

Lawannya tersenyum dengan sombong. "Lakukan yang terbaik, Max. Kami tak akan menyerah begitu saja. Kekuasaanmu akan hancur di hadapan kami."

Max menatap Tom sejenak, lalu menganggukan kepala. Tangannya masuk ke dalam jubah menarik sebuah senjata yang tadi telah ia persiapkan, hal yang sama diikuti oleh seluruh anggota klan Maximo yang ada di sana.

Max mengeluarkan senjata itu langsung menghadapkan pada lawan bicaranya tadi. "Baik lah, sepertinya kau lebih memilih untuk memperpendek umurmu di dunia ini."

Suasana di ruangan semakin tegang mendenga setiap kata yang diucapkan oleh Max. Silka bisa merasakan napasnya memburu dan hatinya berdegup kencang.

Max menatap lawannya dengan tatapan yang penuh nyalinya. "Kalian takkan pernah mengerti harga yang harus dibayar untuk melawan kami. Kami telah membangun kekuasaan ini dengan darah, keringat, dan air mata. Kami takkan membiarkan kalian merebutnya dengan begitu saja." Max mulai menarik pelatuk pada senjata yang tepat menghunus wajah pimpinan lawan.

Pimpinan klan lawan menggelengkan kepala tersenyum sinis. "Kau terlalu percaya diri, Max. Kekuasaan bisa hilang dalam sekejap, seperti abu yang tertiup angin. Kamu akan melihatnya dengan mata kepalamu sendiri." Sang lawan pun mengeluarkan senjata yang berada di dalam kantong jubahnya menantang senjata milik Max yang tepat menghadap wajahnya.

"Paling tidak, kita bisa tahu siapa yang lebih di antara klan kita ini."

Max tersenyum dingin menatap lawannya dengan tajam. "Kami adalah predator, dan kalian hanya mangsa yang menunggu untuk dimangsa. Kami akan menghancurkan kalian dan menjadikan wilayah ini milik kami."

Max tak membuang waktu lagi langsung menarik pelatuk hingga terdengar lah suara lengkingan yang memecahkan suasana. Aroma ozon pun tercium dengan kental mengantarkan peluru yang melesat cepat meninggalkan sarangnya.

Namun, lawan bicaranya tadi berhasil mengelak menjatuhkan diri ke lantai diikuti anggotanya yang lain.

Lawannya tertawa keras, suaranya bergema di seluruh ruangan. "Hanya itu kemampuanmu, Max? Jangan salah kan semua orang akan mudah merebut kekuasaanmu!"

Sang lawan bicara langsung menarik pelatuk senjata yang berada di tangannya. Kembali terdengar lengkingan yang kali ini berbeda dibanding sebelumnya.

"Aaaagghhhh!!!" terdengar erangan yang memilulan hati.

Suasana di ruangan itu begitu mencekam. Pertempuran antara dua kubu itu membuat udara terasa begitu berat, dan Silka merasa dirinya tenggelam dalam ketakutan yang tak terkendali. Hatinya berdegup kencang, dan napasnya terengah-engah saat ia mencoba menyembunyikan kepanikannya.

Pertempuran yang semakin panas membuat Silka merasa terjepit di antara dua kekuatan yang saling berhadapan. Suara senjata yang saling sahut membuat Silka menutup kedua telinganya. Ini adalah kali pertama ia menyaksikan secara langsung pertempuran sesungguhnya mengguncang keberanian terakhir yang tersisa dalam dirinya.

Silka menyadari betapa berbahayanya situasi ini. Max, seorang mafia yang kejam, dan lawannya yang tak kalah kejamnya, saling berhadapan dengan dendam yang mendalam. Mereka tak ragu mengorbankan nyawa satu sama lain untuk menguasai wilayah dan kekuasaan. Di tengah hiruk pikuk pertempuran itu, Silka memutuskan untuk pergi.

'Sepertinya, aku tak akan bisa hidup dalam waktu yang lama jika terus berada di dalam bayang-bayang Max.'

Silka meninggalkan pertempuran itu dan pergi ke tempat sejauh yang ia mampu.

Terpopuler

Comments

Lily

Lily

Setelah max memenangkan pertaruhan deh kayak nya kmu pergi silk, sebab kmu pasti akan ketahuan dri max atau pun pihak musuh...

2023-06-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!