Braaak
Pintu toilet itu terbuka. Silka sedikit kaget karena pintu yang tadi ia sadari terkunci dari luar kini menganga dengan sendirinya.
Tom dan rekannya langsung meninggalkan tempat setelah berhasil membuka pintu toilet dan melihat Silka memeluk dirinya sendiri menggigil kedinginan. Mereka memastikan kembali keadaan sekitar. Ternyata, tidak ada lagi rombongan yang tadinya mengunci istri pimpinan klan Maximo.
Dalam waktu singkat, Tom dan rekannya bergerak dengan cepat dan tanpa suara meninggalkan area tersebut. Mereka menghindari kontak langsung dengan Silka. Mereka hanya ditugaskan bekerja di belakang layar dan dilarang menampakan diri di hadapan Silka.
Silka pun beranjak dalam keadaan menggigil. Ia tidak bisa berbuat apa-apa hanya merasa sendirian. "Oh Tuhan, apa yang Kau berikan padaku? Kenapa hidupku selalu sulit seperti ini?" gumamnya mengusap kedua tangan.
Ia melewati lorong yang dilalui mahasiswa lain. Semua mata memandang dirinya yang kuyup meski tak ada hujan setitik pun. Silka pun memilih untuk kembali ke rumah, di mana beberapa hari ini telah ia tempati, sebagai istri seorang yang ditakutinya.
Di sisi lain, Tom melaporkan kepada Max dengan suara serius, "Boss, Nona Silka baru saja dibuli oleh sekelompok gengster kampus. Mereka dipimpin oleh gadis bernama Adel. Mereka mengancam serta merusak buku tugasnya, dan bahkan menumpahkan air dingin pada tubuhnya."
Maxim mendengarkan dengan marah dan bertanya, "Bagaimana keadaan dia saat ini? Kalian ke mana saja? Kenapa tidak melindunginya?"
Tom menjawab, "Kami berhasil membantu Nona Silka keluar dari toilet dan gadis-gadis gengster itu telah pergi. Namun, Adel dan kawan-kawannya masih berada di kampus. Nona Silka masih berada dalam bahaya hingga kemudian hari."
Maxim berbicara di balik saluran telepon kepada Tom dengan penuh emosi. "Mereka tidak akan bisa aku lepaskan. Mereka telah menyakiti istriku, dan aku tidak akan membiarkan itu terjadi begitu saja. Tom, aku minta kau dan anggotamu memberi balasan yang tepat kepada mereka!"
Tom terkejut mendengar perintah tersebut dan berkata dengan ragu, "Boss, apakah kau yakin dengan tindakan balasan ini? Kita bisa mencari solusi lain untuk menyelesaikan masalah ini. Mereka terlalu muda untuk mendapat serangan dari kita?"
"Mereka harus tahu, mereka tidak bisa sembarangan menyakiti dia. Dia adalah istriku, hanya aku yang bisa berkuasa terhadapnya. Jika ada yang mau main-main denganku, mereka harus mendapat balasan! Tom, tugas aku berikan kepadamu. Tangani mereka secepatnya!" ucap Maxim dengan tegas.
Tom mengangguk, meski merasa terbebani dengan tanggung jawab tersebut, ia hanya bisa pasrah sebagai anak buah yang setia. "Baik, Boss. Aku akan melaksanakan perintahmu dengan baik. Mereka tidak akan kami lepaskan begitu saja."
Maxim tersenyum sinis di balik panggilan. Tom adalah orang kepercayaannya. "Lakukan apa yang perlu dilakukan, Tom. Jaga dia agar tetap aman dan pastikan beri hukuman yang sangat pantas mereka terima! Klan Maximo tidak akan membiarkan mereka berbuat semena-mena kepada Queen of Maximo."
Tom, dengan tekad yang kuat, berkata, "Baik Boss, aku akan menyelesaikan ini dengan baik. Aku akan memastikan para gengster kampus itu merasakan akibat dari perbuatannya. Nona Silka akan mendapatkan keadilan yang pantas."
Maxim mengangguk dengan tegas dan mengatakan, "Aku percaya padamu, Tom. Lakukan apa yang harus dilakukan, dan jaga keamanan dia."
Silka pulang dengan langkah lesu, wajahnya pucat, dan masih terlihat ketakutan. Kedinginan yang dialaminya membuatnya gemetar saat ia berjalan menuju rumahnya.
Sesampainya di rumah, Silka memasuki kamarnya dengan hati yang hancur. Ia duduk di tepi tempat tidur, memeluk lututnya, mencoba menghangatkan diri dan menenangkan pikirannya yang kacau.
Tangisnya pecah begitu saja, memenuhi kamar dengan suara yang menyedihkan. Silka merasa terluka secara fisik dan emosional. Ia tidak bisa mengerti mengapa orang-orang bisa begitu jahat padanya hanya karena ia menolak untuk membiarkan mereka memanfaatkannya.
Setelah beberapa saat, Silka mencoba mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi situasi ini. Meskipun tubuhnya lelah dan terluka, dia tahu dia harus berjuang untuk mendapatkan keadilan dan melindungi dirinya sendiri.
Dengan tangan gemetar, Silka mengambil ponselnya dan mencari nomor hotline kampus yang dapat dia hubungi untuk melaporkan insiden tersebut. Dia berharap dapat mendapatkan dukungan dan bantuan dari pihak berwenang yang bertanggung jawab.
Sambil menunggu sambungan telepon terhubung, Silka berbisik dalam keheningan kamar, "Mereka tidak akan luput dari hukuman. Aku harus melawan mereka." Bisiknya dalam keheningan kamar.
Max, suami Silka, memang telah membuat keputusan untuk tidak tidur dalam satu kamar dengan Silka semenjak awal. Meskipun ia berdiri di balik pintu kamar dengan tatapan datar, ia tidak berniat masuk ke dalam kamar istrinya. Hatinya dipenuhi dengan kekhawatiran dan rasa marah terhadap orang-orang yang menyakiti Silka.
Dalam keheningan yang mencekam, Max memegang erat genggamannya, mencoba menahan emosinya yang meledak-ledak. Dia tahu bahwa harus tetap tenang dan berpikir dengan jernih dalam situasi ini. Keselamatan dan keamanan Silka adalah prioritas utamanya.
"Aku akan membalas mereka untukmu," gumam Max dengan suara lirih, mengingatkan dirinya sendiri tentang tujuannya untuk membalas perlakuan kejam yang dialami Silka. Meskipun hatinya penuh dengan amarah, dia tahu bahwa tindakan balas dendam yang gegabah tidak akan membantu situasi.
Dengan mantap, Max mengambil teleponnya dan mulai mencari informasi dan sumber daya yang dapat membantu dalam melawan para penindas tersebut. Dia tidak akan membiarkan mereka melarikan diri dari konsekuensi perbuatan mereka.
Dia melangkah pergi dari pintu kamar Silka, membawa tekad dan tekad yang kuat untuk melindungi istrinya dan memastikan bahwa keadilan akan tercapai.
Silka memutuskan untuk menghibur dirinya dengan berlari sore. Dalam pakaian olahraga yang nyaman, ia keluar dari rumah dan mulai melangkah menuju area jogging yang biasa ia kunjungi.
Langkah-langkahnya yang cepat dan teratur mencerminkan ketekunan dan keinginannya untuk melepaskan beban emosional yang sedang ia alami. Meskipun tubuhnya masih terasa lelah dan terluka, Silka merasakan semangat dan kekuatan dalam setiap langkah yang dia ambil.
Saat matahari perlahan terbenam di langit, Silka memasuki taman yang dikelilingi pepohonan hijau. Udara segar dan angin lembut menyapu wajahnya, memberikan kelegaan dalam hatinya yang gelisah.
Dengan nafas teratur, Silka mempercepat kecepatan lari dan merasakan kebebasan di setiap langkahnya. Dia melepaskan diri dari bayang-bayang kejadian buruk yang terjadi padanya, membiarkan energi positif mengisi pikirannya.
Melalui hiruk-pikuk kota yang sibuk, Silka terus berlari dengan tekad yang kuat. Setiap hentakan kakinya di tanah menjadi simbol kekuatan dan keteguhan hatinya. Dia tahu bahwa meskipun terkadang hidup bisa kejam, dia akan terus berjuang dan menghadapi segala tantangan yang ada.
Sambil berlari, Silka mengalihkan fokusnya pada keindahan sekitarnya. Ia mengagumi pemandangan matahari terbenam yang memancarkan warna-warni indah di langit. Keadaan ini memberinya ketenangan dan membangkitkan semangatnya.
Setelah berlari sejauh yang ia inginkan, Silka melambatkan langkahnya dan akhirnya berjalan menuju rumah dengan senyum kecil di wajahnya. Meskipun lari sore itu tidak bisa menghapus semua luka dan rasa sakit, ia merasa sedikit lebih lega dan kuat untuk menghadapi hari-hari yang akan datang.
Saat memasuki rumah layaknya istana itu, akhirnya ia melihat orang yang selalu dihindarinya.
"Kau dari mana saja?" tanya Max dengan wajah datarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Lily
masih nyimak thor... Bagaimana max menikah dgb silka .? Lalu ada misteri apa di balik perubahan silka ???
2023-06-11
2