4. Masa Lalu Max

Sementara Silka terbaring di atas ranjang, air mata terus mengalir dari matanya yang memerah. Rasa kecewa dan putus asa menghantamnya dengan kekuatan yang tak terbendung. Tubuhnya gemetar, mencerminkan kekuatan emosional yang mengekangnya.

"Daddy... kenapa?" gumam Silka dengan suara yang penuh duka. "Kenapa kau membiarkan hal ini terjadi? Aku merindukan pelukanmu, nasihatmu, dan cintamu yang hangat. Mengapa kau menjualku ke dalam kehidupan yang penuh penderitaan seperti ini?"

Malam itu, dalam kesendirian kamarnya, Silka merenungkan betapa hidupnya telah berubah. Dia merindukan masa-masa bahagia ketika dia masih bisa merasa aman dan dicintai oleh keluarganya. Tetapi sekarang, dia terjebak dalam pernikahan yang tak diinginkan, dipaksa untuk hidup di bawah kekuasaan dan pengendalian Max.

Silka menggenggam erat selimut di sekitarnya, mencoba menenangkan dirinya yang hancur. Dia merasa marah pada dirinya sendiri karena merasa lemah dan tak berdaya. Namun, di balik kemarahan itu, ada api keberanian yang menyala di dalam hatinya. Dia tahu bahwa dia adalah seorang wanita kuat yang tidak akan membiarkan dirinya diinjak-injak.

Dalam kegelapan yang menghiasi kamarnya, Silka membulatkan tekadnya. Dia tahu bahwa dia harus menemukan kekuatan dalam dirinya sendiri untuk melawan perlakuan yang tidak adil ini. Dia tidak akan lagi menjadi korban, tetapi akan bangkit menjadi pahlawan dalam kisah hidupnya sendiri.

Dengan perlahan, Silka mengangkat wajahnya yang basah oleh air mata. Matanya yang memancarkan tekad memandang ke langit-langit kamarnya. Dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan menyerah, bahwa dia akan mencari cara untuk melepaskan diri dari cengkeraman Max dan membangun hidup baru yang bebas.

"Max, kau mungkin berpikir bahwa kau memiliki kendali atas diriku," ucap Silka dengan suara yang bergetar namun penuh ketegasan. "Tetapi kau salah. Aku adalah wanita kuat yang tak mudah luluh. Aku akan menemukan jalan keluar dari penjara yang kau ciptakan dan membuktikan bahwa aku memiliki pilihan dalam hidupku."

Dalam kegelapan yang memenuhi kamarnya, Silka menciumkan tangan kecilnya yang rapuh dengan keyakinan yang baru ditemukan. Dia tahu bahwa perjalanan yang sulit menanti di depannya, tetapi bagaimana pun, mau tak mau dia harus siap untuk menghadapinya.

*

*

*

Max duduk di tepi ranjangnya, menatap hampa ke langit-langit kamar yang sepi. Pikirannya melayang ke masa lalu, saat Silka masih seorang gadis kecil yang berani dan penuh semangat. Dia mengingat kembali momen ketika Silka datang menolongnya setelah dia dipukuli oleh sekelompok penjahat saat masih duduk upper-secondary school (setingkat SMA di negara ini—Kisah kita ambil saja di salah satu negara Eropa terdekat dengan Artika.)

Waktu itu, Max terbaring dengan tubuh penuh luka, tidak hanya itu ia juga memiliki memar di sekujur tubuhnya. Rasa sakit itu membuatnya hampir kehilangan harapan, dan tercampak sendiri dalam pandangan kabur.

"Uhuk ... Uhuk ..." Tubuh Max yang tengkurap membuatnya cukup susah untuk bernapas. Baru saja ia memuntahkan d4rah lewat batuk kecil itu.

"Mom, Dad ... Di mana kalian? Sepertinya aku akan m4ti." Penglihatan Max semakin samar. Ia mulai merasa antara sadar dan tidak.

"Heeeii ...."

Samar Max mendengar suara kecil dari seorang gadis. 'Sepertinya aku sudah m4ti?'

"Heeii, kamu baik-baik saja?"

Kali ini, Max membuka matanya dengan lebar. Ternyata ada seorang gadis kecil berusia sekitar tujuh tahun berjongkok di dekatnya. Tangan mungil gadis itu menyentuh cairan merah kental yang mengalir di pelipisnya.

"Kamu tidak apa?" tanya gadis itu tak terlihat takut sama sekali.

Max hanya bisa bergeming menatap gadis itu yang masih samar dalam indera penglihatannya.

Gadis kecil itu mencoba menarik tangan Max, mengangkat tubuh Max yang telah remaja. Tentu saja itu adalah hal yang tidak mungkin. Max mendorong tubuh mungil milik Silka kecil itu.

"Diamlah! Kau tenang saja!" kata Silka kecil dengan suara lembut namun penuh keyakinan. "Aku akan membawamu pulang agar bisa merawatmu di rumah, jangan khawatir."

Silka kembali mencoba mengangkat tubuh Max. Namun, melihat gadis kecil itu tertatih, Max mencoba untuk menguatkan dirinya. Ia berhasil berdiri meskipun tubuhnya oleng.

Silka menarik tangan Max yang jauh lebih besar dibanding tubuhnya. "Kamu pegangan padaku ya?" Silka meletalan tangan itu pada pundaknya.

"Rumahku tidak jauh dari sini." Gadis kecil itu menunjuk sebuah bangunan dan dibalas anggukan oleh Max.

Meski sebenarnya tak ada arti sama sekali, Max tidak melepaskan genggamannya pada pundak gadis kecil itu hingga memasuki sebuah halaman rumah.

Silka dengan teliti membersihkan luka-luka di wajah Max dan membantu mengobati setiap memar di tubuhnya. Dia tak gentar melihat luka dan darah yang mengalir, tetapi malah tetap fokus pada upaya penyembuhan. Tindakannya penuh perhatian dan kasih sayang, meskipun usianya masih begitu muda saat itu.

Mengingat momen itu, Max merasakan tersenyum tipis. Semenjak saat itu, Max terus meminta orang-orang yang bekerja dengan ayahnya untuk terus memantau gadis kecil itu.

Ia juga mengetahui bahwa gadis itu semakin hari semakin berubah. Penampilannya pun terlihat semakin buruk karena himpitan ekonomi. Ayah Silka menjadi pemabuk dan penjudi setelah ibu Silka meninggal dunia. Silka sering mendapat pukulan dan siksaan dari ayahnya.

Hingga pada akhirnya, ia memutuskan untuk menikahi gadis itu. Karena, ia mendengar sang ayah yang kalah perjudian akan menyerahkan anak gadisnya kepada bandar tempat ia berjudi. Hutang ayah Silka bertumpuk hingga siksaan pun tak mampu lagi untuk membayar hutangnya.

"Gadis Kecil, apakah kau benar-benar tidak mengenal siapa aku? Apakah kau melupakan siapa pria remaja yang telah kau tolong pada masa itu?"

Tok

Tok

Tok

Max tersentak dari lamunannya. Seseorang dari balik pintu kamarnya mengetuk pintu itu dengan sangat cepat.

Max berjalan ke arah pintu dengan wajah dinginnya. Max mendekati pintu dan membukanya. Di hadapannya berdiri Tom, salah satu anggota kepercayaannya yang setia. Wajah Tom terlihat tegang dan penuh menatap sisi kiri kanan dengan liar.

"Apa yang terjadi?" tanya Max dengan wajah mengernyit.

Tom menghela nafas, "Boss, saya memiliki berita penting untukmu. Ada musuh klan kita yang mengganggu wilayah perbatasan kekuasaan kita. Mereka melakukan serangkaian tindakan provokatif dan mencoba merusak reputasi kita di dunia kriminal."

Max mengerutkan kening, "Siapa mereka? Apa motif di balik serangan ini?"

Tom menggigit bibirnya sejenak sebelum menjawab, "Mereka adalah kelompok rival yang ingin mengambil alih wilayah kita dan menguasai bisnis kita. Motif mereka belum jelas, tapi mereka telah melancarkan serangkaian serangan kecil dan mengancam untuk menggulingkan kita."

Wajah Max menunjukkan ketegasan dan determinasi. "Baiklah, Tom. Aku akan menanganinya sendiri. Siapkan semua anggota kita yang handal. Kita tidak akan membiarkan mereka merusak kekuasaan kita tanpa pertempuran. Aku ingin mereka menyesal telah mengganggu kita."

Tom mengangguk, "Aku akan segera menyampaikan pesan ini kepada semua anggota kita, Boss. Kita akan bersiap-siap untuk melawan mereka."

Terpopuler

Comments

Lily

Lily

Nah kan benar.... Ternyata silka pernah menolong max saat terluka.
Kamu pun max, gmana silka mengenali mu klau kmu tiba2 muncul stelah sekian lama dgn menikahi dia secara mendadak 😥😥 Jelaslah silka berpikir aneh sama kmu....

2023-06-16

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!