Malam itu benar-benar menjadi malam yang menyedihkan bagi Diya. Semua harapan seketika runtuh tak bersisa. Malam yang diharapkan menjadi momen indah melepas rindu berubah menjadi malam perpisahan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Laki-laki sempurna yang selama ini ada di hidupnya, lelaki yang menemani Diya menerobos kesepian dan kemalangan, pergi begitu saja tanpa aba-aba.
Percakapan singkat di mobil semalam seakan belum begitu menjelaskan alasan Adit selingkuh. Begitu mudahnya dia memiliki pacar baru di saat dia masih bersama pacar lamanya. Ingin rasanya dia tanya siapa nama pacar barunya, kenal dimana dan mengapa bisa jatuh cinta dengannya? Bagaimana bisa dia jatuh cinta pada dua wanita. Atau apakah sejujurnya sudah tak ada lagi perasaan untuk Diya hingga membuat Adit mudah menjatuhkan hatinya pada yang lain. Pikiran –pikiran itu berkecamuk dalam otaknya dari semalam. Namun rasanya Diya sudah tak butuh jawaban semua pertanyaan itu, tak ada alasan untuk yang namanya selingkuh.
Satu kesimpulan yang dia pikirkan. Jelas pasti karena perempuan itu wanita karir, cantik, sering bertemu dengan Adit dibanding dirinya. Dari segi manapun, Diya tak ada poin plus yang menggungguli si wanita itu. Dan tak ada hal lain yang harus dilakukan selain ikhlas menerimanya. Bagi Diya, Adit berhak mendapatkan perempuan yang jauh lebih baik darinya.
Dia merasa bahwa tak seimbang dengan seorang Adit yang mapan, tampan, dan memiliki karakter yang tak kalah menawan dari wajahnya. Ini bukan tentang berasal dari mana mereka, tapi tentang nasib kesuksesan yang berbeda. Dan jelas wanita manapun tak akan menolak untuk bersama laki-laki seperti Adit. Apalagi wanita-wanita Jakarta yang berkelas.
Rasanya, Diya tak punya kekuatan untuk membantah kejadian menyakitkan itu. Itulah yang menyebabkan semalam dia dengan kuat dan hebatnya menahan perasaan hancurnya. Masih bisa berbahasa dengan santun dan pelan bahkan mengingatkan Adit untuk menjaga ibadahnya. Kalau dia tak bisa menahan perasaannya, sudah tentu dia akan mengamuk. Sesekali mata sembabnya membaca sekilas chat dari Adit lewat notifikasi, namun tak ada satupun chat yang dibukanya. Tak ingin rasanya berhubungan lagi dengan sang mantan, baginya, semua benar-benar sudah berakhir.
...****************...
Di suatu rumah yang berbeda, masih di bawah langit yang sama. Adit yang sedang bersiap untuk kembali ke Jakarta tampak lesu dan tak bersemangat.
“Kenapa le kok lemas?” tanya sang ibu lembut.
“Gak papa Bu, cuma sedih sudah harus kembali ke Jakarta, sebentar sekali Adit tidur di kasur kamar Adit,” jawab Adit menenangkan ibunya.
“Sebentar lagi kan lebaran, bisa pulang lagi,” sahut Ayah.
“Iya Yah, nanti Adit ambil cuti lebih panjang biar bisa lama di rumah,” tegas Adit.
“Yaudah yuk Dit ayah antar ke stasiun sudah jam berapa ini nanti kamu ketinggalan kereta,” ajak Ayah.
“Iya Aah, Bu Adit berangkat dulu ya,” pamit Adit pada ibu sambil mencium tangan sang ibu.
“Hati-hati ya le, jangan lupa jaga kesehatan, jangan pulang malam-malam kalau kerja, jangan aneh-aneh di Jakarta,” pesan ibu.
"Iya Bu," jawab Adit sambil menganggukkan kepala.
Adit pun berangkat menuju stasiun diantar oleh sang ayah yang memang ingin mengantar jemput Adit saat pulang kampung. Sebelum berangkat, dia pun tak lupa mengirim pesan pada Diya.
“Diya, Mas Adit berangkat, maaf untuk semuanya. Berharap kamu mau memaafkan. Sampai kapanpun Mas tetap ingin kita berhubungan baik. Diya boleh cerita apapun ke mas, kalau Diya butuh apa-apa, Mas Adit akan selalu mau bantuin Diya. Bahagia juga untuk Diya, Mas doakan Diya sukses.”
Setibanya di stasiun, Adit langsung berpamitan dengan ayah dan izin masuk untuk check in.
Sambil menunggu kereta, Adit duduk termenung di ruang tunggu. Nyawanya seperti belum 100%. Seakan masih merenungi apa yang telah terjadi semalam. Dia pun tak percaya hubungannya akan kandas seperti ini. Perasaan bersalah terus menghantui. Pun sedikit rindu pada sang mantan.
Biasanya Diya turut mengantar sampai stasiun dan momen ini selalu menjadi momen haru perpisahan karena LDR akan dimulai lagi. Namun kali ini kesedihan yang dialami bukan seperti biasanya, ini seperti kesedihan karena kehilangan. Ya, kehilangan yang dia buat sendiri. Sesekali Adit megecek hp berharap Diya membalas pesannya dari semalam.
Tak lama kereta datang, Aditpun segera memasuki gerbong kereta dan menuju tempat duduk sesuai dengan yang tertera di tiket. Lagi, Adit duduk dengan termenung. Biasanya pula, dia tak pernah absen VC Diya hanya untuk memberi kabar bahwa sudah berada di kereta. Namun kali ini berbeda.
Tak lama hpnya berdering tanda ada pesan masuk. Pesan dari Maya, kekasih baru Adit.
“Sudah di mana yang?”
“Baru berangkat,” balas Adit.
Entah kenapa chat dari Maya tak sedikitpun menghilangkan sesak di dadanya, padahal biasanya Adit senang berbalas pesan dari Maya.
Apakah hatinya memang ingin memiliki 2 wanita? Apakah karena dalam hatinya baru saja kehilangan 1 wanita? Ataukah dia hanya belum terbiasa tanpa Diya?
...****************...
Senin subuh Adit tiba di stasiun Jakarta dijemput oleh sang pacar, Maya. Selama perjalanan, Adit lebih banyak diam.
“Kamu lelah banget ya yang?” Tanya Maya.
“Iya, mungkin nanti aku ke kantor agak siangan, sudah izin sama kadivku,” Jawab Adit.
“Okedeh, jaga kesehatan ya, aku gak mau kamu sakit. Oh iya, nanti malam kita jadi kan ke MarooNoddle? Kamu masih mau gak nanti? Aku udah gak sabar deh cobain menu barunya, enak sih kalo dari review para foodblogger. Spot-spot fotonya juga ada yang baru katanya, tapi kalo kamu mau istirahat saja, kita bisa atur ulang perginya hunny," ucap Maya dengan lembut sembari mengusap rambut Adit.
Adit hanya senyum sambil menatap Maya dan berkata, "Gak perlu, kita tetap kesana malam ini."
Maya pun tersenyum bahagia mendengar jawaban Adit sambil mencium pipinya.
Ya, Maya memang terlihat sangat sayang dan perhatian, sehingga Aditpun tak merasa kesepian selama ini saat masih menjalani LDR bersama Diya.
Setibanya di kos mewah Adit, Maya pamit pulang karena juga harus siap-siap ke kantor.
...****************...
“Aku udah di jalan jemput ke kantor kamu,” ketik Adit mengirim pesan pada Maya sepulang dari kantor.
“Oke sayang aku tunggu ya,” balas Maya.
Sekitar 15 menit kemudian mobil Adit menghampiri Maya yang sedari tadi berdiri di depan lobby.
“Hai,” sapa Maya sembari masuk ke dalam mobil.
Mereka pun pergi meninggalkan kantor Maya yang memang tak jauh dari kantor Adit, menuju MarooNoddle.
Sesampainya di kafe, sembari menunggu pesanan datang, mereka mengobrol.
“Kamu udah bicara sama Diya soal kita?” tanya Maya ingin tau.
“Udah, “jawab Adit dengan napas panjang.
“Terus reaksinya gimana?” tanya Maya semakin penasaran.
“Ya gak gimana-gimana, pasti kecewa. Sampai sekarang dia gak balas chat aku. Dia balikin juga semua uang dari aku,” jelas Adit.
“Tapi kalian putuskan? Aku juga gak enak sebenernya sama Diya, kesannya aku merebut kamu, tapi gimana, dia jauh dari kamu dan kamu butuh aku yang selalu ada di deket kamu. It’s oke kan hunny?” respon Maya sambil mengelus pipi mulus Adit.
“Yaa, mau gak mau dia sudah tau kita pasti putus,” jawab Adit pasrah.
“Kamu masih sayang sama dia? Kok keliatan sedih banget gitu beb?” tanya Maya lagi.
“Mungkin, mungkin aku cuma butuh waktu untuk tanpa dia,” jawab Adit.
“Yes, you just need to take time beb. Kalo kita sama-sama terus, pasti lama-lama akan move on. And I’m sure she will too,” Maya berusaha menenangkan Adit.
Adit kembali menghela napas panjang.
...**************** ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Arisya R
“Tapi kalian putuskan?” Heh uler, gue cobek lu ye..
2023-09-29
1