Pertemuan Terakhir

“Aku udah sampai stasiun nih lagi nungguin Ayah, pengen jemput katanya," ucap Adit di telepon.

“Alhamdulillah, hati-hati Mas,” sambut Diya.

“See you nanti sore sayang,” balas Adit.

Momen yang selalu ditunggu-tunggu Diya. Bertemu Adit. Karena memang hanya punya kesempatan bertemu dua atau tiga kali saja dalam setahun. Pertama saat lebaran hari Raya, kedua saat Adit ambil cuti di hari biasa, itupun juga cuma bisa ketemu 1 atau 2 hari saja. Ketiga saat liburan Nataru.

Selama 4 tahun LDR ini, Diya memang tak pernah menaruh curiga pada Adit karena komunikasi mereka sangatlah baik. Adit selalu dengan sabar menelepon dan menjadi pendengar setia Diya setiap malam, pun dalam kondisi lelah seharian bekerja. Begitupun Adit yang memang sangat dewasa hingga tak pernah mempermasalahkan sesuatu hingga jadi persoalan rumit. Apalagi, kedua orangtua mereka sudah merestui hubungan mereka.

...***************...

“Aku udah di depan nih, Bpk Ibu ada di rumah?” tanya Adit dalam pesan singkat.

“Ada Mas, masuk aja,” balas Diya.

“Assalamulalaikum, bu,” Adit mengulurkan tangan ingin salim pada ibu Diya yang sedang membukakan pintu.

“Waalaikumsalam, loh Adit kok di sini, libur ya?” tanya ibu Diya.

“Gak bu, Senin tetap masuk, cuma pengen pulang akhir pekan ini. Bapak mana bu?” tanya Adit

“Lagi istirahat, perutnya sempat tidak enak tadi, biasalah lambungnya kumat,” jawab ibu Diya.

“Oh, bapak masih rutin kontrol kan bu?” lanjut Adit.

“Iya masih, setiap bulan selalu kontrol.”

“Bu, aku keluar sebentar ya sama Mas Adit,” izin Diya pada ibunya.

“Jangan malam-malam loh,” Ibu Diya mengingatkan.

“Iya bu, Assalamualaikum,” jawab Diya dan Adit bersamaan.

Seperti biasa, ketika mereka bertemu rasanya masih ada kecanggungan, padahal usia pacarannya sudah 4 tahun. Tapi yang namanya lama gak ketemu pasti jadi kaku.

“Kita mau makan di mana?” tanya Adit saat sudah berada di mobil.

“Mile Cafe aja Mas nanti aku kasih tahu arah-arahnya, sekarang lurus aja sampai perempatan kedua belok kiri, terus lurus aja,” terang Diya.

“Oke.”

“Mas tadi aku dengar kamu gak ambil cuti ya, jadi cuma sampai besok di sini?” tanya Diya.

“Iya karena Senin siang ada audit jadi gak bisa cuti," jawab Adit.

“Oh,” gumam Diya sedikit kecewa.

“Maaf ya sayang,” ucap Adit sambil mengusap pipi Diya untuk menenangkannya.

Sesampainya di kafe, mereka banyak mengobrol karena hanya punya kesempatan malam ini saja untuk bertemu. Jika besok pun masih bisa bertemu, tidak akan banyak kesempatan untuk mengobrol lama karena siangnya Diya hanya ikut mengantar Adit ke stasiun. Saat mengobrol tak ada yang berubah, Adit tetaplah laki-laki manis yang memanjakan Diya.

Tiba waktunya mereka di mobil perjalanan pulang ke rumah Diya.

“Banyak kafe ya di Malang sekarang, makin rame. Bikin kangen terus,” ucap Adit sedikit senyum.

“Iya banget, tp aku jarang juga ke kafe soalnya gak ada temennya. Si Irma juga semenjak punya baby gak bisa sering-sering pergi sama aku. Neta juga udah gak di Malang lagi, jadi aku tunggu mereka pulang baru kita bisa ke kafe, sepi banget pokoknya. Aku juga sebenernya mau ajak kamu nonton besok, ada bioskop baru di sini, tapi ternyata besok malah udah pulang,” curhat Diya.

“Maafin ya sayang,” respon Adit menatap dalam Diya.

“Sayang, ada yang mau aku bicarakan sama kamu, tapi jujur ini berat,” kata Adit dengan sedikit gugup.

"Apa? Kok kayak nya serius banget," tanya Diya penasaran.

"Sayang maafin Mas Adit ya, dua bulan ini mas lagi dekat sama seseorang. Mas gak tau mau dibawa kemana hubungan kita. Jangan tanya tentang sayang karena sampai saat ini Mas masih sayang sekali sama Diya, tapi..."

"Tapi karna aku masih begini-begini aja kan Mas? No progress kan? Mas Adit malu kan punya pacar pengangguran. Kalah sama perempuan-perempuan Jakarta yang cantik dan wanita karir," sahut Diya.

"Udah bisa ditebak Mas tapi lucunya mulus sekali cerita kamu. Kemarin-kemarin selama berbulan-bulan ini kita masih biasa saja kayak gak ada apa-apa. Kamu masih perhatian sama aku seolah gak ada apa-apa. Rapi banget. Apa karena aku yang terlalu percaya sama kamu karena tersihir dengan semua kelebihan-kelebihan kamu jadi aku gak bisa lihat kalau kamu lagi menutupi sesuatu. Tapi memang wajar sih laki-laki mapan ganteng dan pinter kayak kamu memang gak pantes buat perempuan kayak aku," imbuh Diya lagi dengan nada pelan namun tegas.

"Aku udah sering bilang sama kamu, kamu gak seburuk itu kamu gak perlu minder. Kamu wanita hebat buat aku. Ini gak ada hubungannya dengan jadi apa kamu sekarang," bantah Adit.

"Lagi dekat aja atau sudah pacaran? Sudah berapa bulan berapa minggu berapa hari?" tambah Diya.

"Pacaran. Kita kenal dan dekat dari beberapa bulan lalu. Tapi baru jadian sebulan ini. Dan aku gak bisa lagi tutupin ini dari kamu, aku gak mau kamu makin sakit, " jawab Adit pelan.

"Ya oke. Aku tau harus gimana. Dan sudah jelas akhir dari hubungan ini," jawab Diya dengan senyum kecewa.

"Terima kasih banyak sudah dukung aku selama ini, sudah sabar dengan keluhan aku, dan sudah sabar memacari perempuan yang gak ada apa apanya ini, bahagia buat kamu Mas. Jangan pernah tinggalin sholat, jangan lupa telepon ibu setiap minggu. Aku masuk dulu. Besok hati-hati pulang ke Jakarta. Salam buat pacar kamu," pamit Diya sambil membuka pintu mobil yang sudah berhenti di depan rumah Diya.

Sunyi. Adit termenung. Seperti masih ingin menjelaskan tapi seperti sudah tak ada guna.

Dengan perasaan menyesal dan sedih Adit menginjak gas mobilnya untuk pulang.

...****************...

Hancurnya hati Diya saat itu. Laki laki yang sangat dikaguminya pergi meninggalkannya begitu saja hanya karena wanita lain. Semua terasa terjadi begitu cepat. Kemarin Diya begitu bahagia dan sekarang berubah 180 derajat.

Sedih, marah, kecewa, sakit semua kroyokan menghantam batin Diya.

Tak lama hpnya berbunyi tanda ada pesan masuk.

"Maafin aku gak bisa jaga hati kamu selama ini. Aku kalah. Kamu tetap perempuan baik dan hebat di mataku. Mas akan selalu sayang dan dukung kamu sampai kapanpun. Mungkin sekarang dan sampai nanti kamu akan marah sama Mas tapi satu hal yang harus kamu ingat. Mas Adit akan tetap jadi tempat kamu bercerita," pesan Adit untuk Diya.

Diya hanya membaca pesan tersebut dari notifikasi tanpa membukanya sembari mengusap air matanya. Dunia seakan runtuh. Dalam hati dia bergumam," Bagaimana bisa kamu tetap jadi tempat aku bercerita sedangkan kamu sudah bersama yang lain, bullshit!"

Diya mengambil buku catatan dimana dia mencatat semua uang bulanan dari Adit selama setahun terakhir ini. Ia hitung keseluruhannya dan mengembalikannya pada Adit.

Bukti transfer ke rekening Adit dia kirimkan melalui chat dan tak lupa Diya menyampaikan pesan, "Terima kasih sudah pernah belajar bertanggung jawab dengan memberikan uang bulanan ini. Belum ada yang aku pakai dan aku kembalikan semuanya. Aku gak berhak pakai uang ini. Kalo ada yang kurang bisa kasih tahu aku nanti aku transfer lagi. Dan jangan kirim uang lagi, Mas."

Adit yang baru saja memarkir mobilnya, membaca chat Diya.

Dengan perasaan sedih dia membaca isi pesan Diya. Adit berusaha menelepon Diya namun tak diangkat hingga berkali kali, kemudian Adit membalas pesan Diya.

"Kamu boleh marah tapi jangan seperti ini. Mas mau kita tetap baik-baik."

Namun tak ada satupun chat yang dibalas oleh Diya.

...****************...

Terpopuler

Comments

mama yogi

mama yogi

emang sulit juga sih LDR an /Hey/

2024-12-18

2

Arisya R

Arisya R

Si Maya kan ini yang jadi ulernya? Lu pasti nyesel, Dit.

2023-09-29

1

Uswatun Khasanah

Uswatun Khasanah

nyesek

2023-06-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!