Dosen baru

Bismillah.

"Denger-denger dosen baru kita laki-laki masih mudah lagi Na." Ucap Reni memberitahu Nafisa.

Nafisa melirik sekilas pada temannya itu, sambil terus berjalan tanpa berniat menghentikan langkahnya. "Memang kenapa kalau dosen muda Ren? Why? Ada masalah tidak adakan."

"Jawaban kamu itu loh Na, seperti gadis yang bodo amat akan cowok."

"Memang itu faktanya Reni ku, sayang."

Nafisa dan Reni berjalan seiringan menuju kelas mereka, sebentar lagi matakuliah pertama sudah akan segera dimulai. Mereka tidak boleh terlambat hari ini ada dosen baru yang akan mengajar ditambah lagi kalau mereka sampai terlambat dari peraturan kampus mereka tidak boleh masuk matakuliah dijam yang telat.

"Tapi serius Na, dosennya masih muda aku dengar dari beberapa orang di kelas kita." Reni masih berusaha agar bisa membuat Nafisa tergiur akan topiknya kali ini.

Tiba-tiba saja Nafisa memberhentikan langkahnya lalu menghadap Reni, kebetulan sekali mereka sudah berada di depan kelas.

"Aku sudah katakan Reni, apa masalahnya? Mau dosen kita laki-laki masih muda atau aki-aki aku juga tidak peduli." Dengus Nafisa sebal.

Setelah mengatakan hal tersebut pada Reni lalu Nafisa kembali menghadap pintu kelasnya, secara bersama seorang laki-laki juga akan masuk ke dalam kelas tersebut. Dia juga sempat mendengar perdebatan Reni dan Nafisa.

"Dia..." Ucap Reni menatap gus Magrib tak berkedip.

Sementara Nafisa yang memang tidak tahu jika laki-laki di hadapannya saat ini orang yang kemarin sudah menolong dirinya.

"Maaf..." Ucap Nafisa sopan lalu masuk ke dalam kelas meninggalkan Reni yang masih bengong di depan pintu masuk kelas.

"Kamu mau tetap berdiri disitu atau mau masuk kelas saya?" tegus gus Magrib datar.

"Eh, iya pak." Sahut Reni buru-buru menyusul Nafisa yang sudah duduk di bangkunya.

"Ternyata dosennya laki-laki yang kemarin nolong Nafisa, mana itu anak kagak tau lagi kalau pak dosen muda ini yang udah nolongin dia." Ucap Reni dalam benaknya.

Tidak ada perkenalan saat gus Magrib mulai mengisi kelas Nafisa, kelas teknik arsitektur tersebut semuanya dalam mode serius. Ada sekitar 20 orang yang mengikuti kelas gus Magrib. Mereka semua tidak ada yang berani berbicara sedikitpun hanya ada kesunyian dan suara gus Magrib yang menerangkan berapa hal.

Waktu bergulir 1 jam telah berlalu gus Magrib akhirnya selesai mengisi kelas teknik arsitektur. Sebelumnya gus Magrib menyuruh para mahasiswanya memanggil dirinya dengan sebutan Zega.

"Baiklah pertemuan hari ini cukup sampai disini saja dan untuk tugas kalian saya hanya memberi waktu 5 hari, lewat dari 5 hari ada yang belum mengumpulkan tugas saya anggap gugur."

"Yah pak kok cuman 5 hari sih, biasanya kita diberi wakut satu minggu sama bu Irma." Protes salah satu mahasiswa.

Gus Magrib menatap tenang seorang mahasiswa yang baru saja perotes perihal waktu tugas dikumpulkan, dia tersenyum simpul.

"Kalian keberatan?" tanya gus Magrib memastikan.

"Benar pak kami keberatan." Protes beberapa mahasiswa.

Walaupun diprotes banyak orang gus Magrib tetap tenang bahkan senyum tak sedikitpun pudar dari wajahnya, dosen muda itu terlihat menghela nafas sejenak lalu membuangnya perlahan.

"Baiklah kumpulkan dalam waktu 3 hari, saya tidak terima protes. Kelas ini saya akhirnya Assalamualikum sampai bertemu di kelas selanjutnya."

Tanpa menunggu jawaban salam dari para mahasiswa dan mahasiswinya gus Magrib segera meninggalkan kelas tersebut yang sedang menghela nafas kecewa.

Cek!

"Semua gara-gara lo, Atlas! kita cuman dikasih waktu 3 hari harus buat gambar dan desain teknik yang memuaskan." Reni menatap tajam teman satu kelasnya.

"Udah Ren kagak usah protes lagipula kita ngerjaninya kelompok kan, kagak sendiri. Kita beruda kurang dua orang lagi." Ujar Nafisa menjelaskan, dia paling tidak suka membuang-buang waktunya.

Cek!

"Siapa yang mau sekelompok sama kita, Na?" Reni mengecilkan suaranya.

Kedua gadis itu menatap seisi kelas, mereka dapat melihat dengan jelas orang-orang sedang berdiskusi untuk membentuk sebuah kelompok. Hanya ada 5 kelompok disi 4 orang anggota kelompok.

Nafisa masih melihat orang-orang yang tengah mencari kelompok, sedangkan Reni sudah pasrah. Dia terduduk kembali di mejanya, saking malasnya Reni sampai lupa dia ingin memberitahu tentang dosen muda mereka hari ini.

"Bencana datang." Gumun Nafisa pelan, bagimana tidak pasalnya tidak ada yang mau satu kelompok dengan Atlas dan sohibnya si Ari otomatis dua orang itu akan satu kelompok denga mereka.

Ari dan Atlas sama-sama menghampiri Nafisa dan Reni yang masih duduk di tempat mereka tanpa bergeser sedikitpun.

"Bencana apa, Na?" bingung Reni yang sudah bisa mengontrol dirinya.

Nafisa tidak menjawab pertanyaan Reni, tapi dia melirikkan matanya pada Atlas dan Air yang sedang berjalan untuk menghampiri mereka. Reni peka akan maksud Nafisa langsung saja menoleh kebelakang pasalnya dia saat ini sedang memunggungi semua orang.

"Astagfirullah! bencana benar-benar datang." Dengus Reni sebal apalagi saat melihat Ari dan Atlas tengah tersenyum pada dirinya dan. Nafisa. Rasanya ingin sekali Reni menonjok wajah kedua laki-laki itu.

"Sama mereka nggak dulu dah kayaknya Na." Ujar Reni malas.

"Kita nggak bisa pilih kelompok lagi Ren, yang tersisa cuman kita berdua sama mereka berdua." Sahut Nafisa.

Nafisa tidak masalah satu satu kelompok dengan siapa saja. Masalahnya hanya satu jika Reni, Atlas dan Air disatukan yang ada kelompok mereka akan hancur hanya untuk mereka bertiga berada argumen saja. Nafisa sudah pernah merasakan hal seperti ini 1 minggu yang lalu saat masih ibu Irman yang mengisi kelas mereka.

"Na, Gue sama Ari satu kelompok sama lo ya." Ucap Atlas peda saja. Nafisa tidak dapat berbuat banyak dia hanya mampu mengangguk lemah sedangkan Reni menatap malas kedua teman sekelasanya itu.

Disisi lain gus Magrib baru saja sampai di dalam ruangannya, dia meruntuti kebodohannya sendiri karena langsung memberi tugas pada kelas Nafisa. Sebenarnya rencana awal gus Magrib bukanlah itu tapi saat bertemu dengan Nafisa dan tau kalau Nafisa berada di kelasnya semua buyar begitu saja.

"Astagfirullah, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa gadis itu selalu ada dipikiranku." Keluh gus Magrib.

Berulang kali di dalam kelas tadi dia mengucapkan istghfar di dalam hatinya dan dia juga berusaha agar tidak melihat kearah Nafisa.

"Semua sudah terlanjur aku harus konsisten dengan tugasku, menjadi seorang dosen ternyata tidaklah mudah. Apalagi mengisi S2 untuk beragam orang yanh mungkin lebih banyak tau dari pada aku. Tapi bismillah saja dan usaha Insya Allah hasilnya tidak akan mengecewakan." Gus Magrib menyemangati dirinya sendiri.

Dia duduk di kurisnya dan segera memeriksa data beberapa semua mahasiswa dan mahasiswinya yang harus gus Magrib pegang penuh. gus Magrib sudah mulai fokus pada tugasnya. Tangannya tergerak untuk membuka data-data itu yang ditulis di dalam sebuah kertas, tadi pagi dia dapat semua itu dari pamannya.

Terpopuler

Comments

Sandisalbiah

Sandisalbiah

konsentrasi buyar krn wajah Nafisha ya gua..? 🤭🤭

2023-12-02

0

Raja Lang3

Raja Lang3

protes kok jadi poster thor🤣

2023-06-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!