Gus And Me
Bismillah.
Bumi terus perputaran pada pada porosnya akan berlangsung selama 23 jam 56 menit 4 detik.
Disebuah gedung aluan musik indah terdengar disetiap telinga orang yang menghadiri acara ulang tahun di gedung tersebut, suasana yang tampak ramai dan megah membuat kesan lebih elegan untuk acaranya. Diantara banyaknya orang yang datang diacara itu terlihat seorang gadis mengenakan gamis syar'i berwaran biru dongker dengan hijab coklat sedang menatap sekitar dia sedang mencari seorang.
Entah kenapa gadis itu tiba-tiba saja memegang kepalanya yang mungkin terasa sakit, sebuah kenangan masa lalu terlintas di kepalanya membuat trauma kembali kambuh setelah sekian lama.
"Au....Astagfirullah." Rintih Nafisa.
Gadis tersebut adalah Nafisa Az-zahra Amran cucu sulung keluarga Amran yang amat terkenal di kota Jogja. Nafisa terus memegangi kepalanya yang semakin terasa sakit.
"Bunda." Ucapnya pelan.
"Bunda jangan tinggalkan Nafisa." Dia kembali bersuara.
"Ark! Bunda jangan pergi!" teriak Nafisa semakin kencang.
Semua orang menoleh pada Nafisa yang baru saja berteriak sontak saat itu juga dia menjadi pusat perhatian banyak orang.
"Bunda." Ucapnya sekali lagi, diambang kesadarannya.
Bruk!
Nafisa akhirnya pingsan, untung dia tak sampai jatuh karena ada seorang laki-laki yang menahan tubuhnya.
"Astagfirullah." Ucap laki-laki yang menolong Nafisa karena terkejut.
Dia bingung sendiri. Dia tak ingin bersentuh dengan perempuan yang bukan mahramnya tapi saat ini situasinya sedang gawat.
"Nafisa." Teriak Reni menghampiri temannya.
"Mas, tolong bawa teman saya ke rumah sakit." Pinta Reni memohon.
Laki-laki itu menghembuskan nafas kasar, dia tidak ada pilihan lain. "Bismillah."
"Ya Allah, maafkan aku sudah menyentuh perempuan yang bukan mahramku." Dalam benaknya laki-laki itu terus mengucapkan istighfar.
Dia merasa telah melakukan dosa sudah melanggar apa yang dilarang oleh agamanya.
Untung saja Nafisa berpakaian syar'i jadi auratnya sedikitpun tak terkepos.
Tak butuh waktu lama mereka sudah sampai di rumah sakit. Dokter langsung memeriksa keadaan Nafisa, dia terlihat tidak baik-baik saja.
"Bunda jangan pergi! Bunda Nafisa mohon jangan tinggalkan Nafisa."
"Maaf istri anda keguguran."
"Nafisa tidak jadi punya adik yah? Nafisa mau adik dan bunda ayah!"
"Bundaa...!" teriaknya.
Dokter yang memeriksa Nafisa terus berusaha membuat gadis itu agar segera kembali pada alam sadarnya.
"Astagfirullah." Nafisa langsung membuka kedua bola matanya, nafasnya terengah-engah seperti orang yang baru saja melakukan sprint. Dokter wanita yang memeriksa keadaan Nafisa bernafas lega setelah melihat gadis itu bangun.
"Syukurlah kamu sudah bangun."
"Dok saya kenapa? Kok saya bisa ada di rumah sakit?" bingung Nafisa.
"Tadi suami kamu yang bawa kesini, sama ada temen kamu. Kalau gitu saya permisi dulu." Pamit dokter.
Nafisa hanya cengo saja, "suami?" ulang Nafisa yang masih bengong. "Siapa yang udah punya suami." Gadis itu masih belum mengerti apa yang baru saja dokter tadi katakan.
Sampai suara cempreng seorang yang sangat Nafisa kenali membuat gadis itu tersadar dari lamunannya.
"Nafisa!" teriak Reni menghampiri Nafisa yang masih setia duduk di atas brankar rumah sakit.
Melihat temannya datang Nafisa memutar bola matanya malas, Reni selalu teriak dimana saja tidak tahu tempat. Dia belum lama kenal dengan Reni, tapi karena Reni orangnya mudah berbaur membuat Nafisa cepat beradaptasi pada gadis yang terlihat sedikit tomboy itu.
"Nafisa, are you oke?" tanya Reni memastikan, Nafisa hanya mengangguk lemah.
Tiba-tiba saja Nafisa menatap kosong Reni dan segala arah seakan dia sedang mengingat apa yang terjadi pada dirinya dulu. Nafisa tak menyangka jika trauma yang dia alami akan berdampak seburuk ini.
Reni mengerutkan dahi heran melihat Nafisa menatap kosong dirinya, padahal baru saja mereka berdua mengobrol. Terpaksa Reni mengguncang pundak Nafisa sedikit kuat.
"Nafisa, are you oke?" tanya Reni sekali lagi, dia berusaha membawa Nafisa kembali pada alam sadarnya.
Sama-sama mendengar suara Reni, akhirnya Nafisa tersadar jika dia sedang melamun dan mengingat hal yang amat menyakitkan itu.
"Astagfirullah," Nafisa sudah sadar kembali.
"Maaf Ren membuatmu khawatir." Sesal Nafisa.
Reni menatap lekat Nafisa sejenak, sejujurnya dia ingin bertanya apa yang sudah terjadi pada Nafisa. Hingga dia teriak kencang diacara ulang tahun tadi apalagi semua orang menatap heran kearah Nafisa kala itu. Untung ada dua orang laki-laki yang mau menolong Nafisa.
"Sebenarnya ada apa, Na?"
Nafisa menyungging senyum pada Reni, senyum agar dirinya terlihat baik-baik saja dan tidak membuat Reni khawatir.
"Aku belum bisa cerita sekarang nanti saja oke."
"Baiklah." Pasrah Reni.
Reni tidak ingin memakas Nafisa, karena dia tahu saat ini teman barunya itu masih dalam keadaan sedang tidak baik-baik saja. Reni dapat melihat jelas dari netra Nafisa yang sesekali masih menampakan tatapan kosong disana. Sebenarnya ada perasaan bersalah yang masuk kedalam rongga hati Reni telah mengajak Nafisa pergi keacara ulang tahun itu.
"Ren kok bengong." Kini Nafisa yang menyadarkan Reni.
"Nggak papa Na, semoga kamu cepet sembuh ya Na." Ucap Reni sungguh-sungguh.
"Apa sih Ren, orang aku nggak papa kok." Nafisa sedikit tertawa melihat Reni yang mengkhawatirkan dirinya. Sementara Reni merasa sedikit lega Nafisa sudah kembali tertawa.
Tak lama setelah itu dokter dan seorang suster yang tadi memeriksa dirinya, kembali datang untuk kembali memeriksa keadaan Nafisa lebih lanjut lagi.
"Maaf saya akan periksa lagi ya." Nafisa mengangguk patuh saja.
Untung sekarang mereka berada di Bandung buka Jogja, kalau di Jogja pasti semua keluarganya akan khawatir dengan keadaan dirinya saat ini.
"Apa yang anda rasakan? Sudah jauh lebih baik atau masih sedikit pusing?"
"Saya sudah merasa lebih baik dok, boleh saya pulang sekarang?"
Jujur Nafisa tidak betah sama sekali berada di rumah sakit bau obat yang sangat menyengat mengganggu indra penciumannya.
"Boleh, tapi harus tunggu 30 menit lagi." Nafisa mengangguk saja.
"Baik dok terima kasih banyak." Ucap Nafisa ramah pada dokter yang tadi memeriksanya juga. Setelah itu dokter kembali meninggalkan Nafisa dan Reni di ruang istirahat tersebut.
Setelah kepergian dokter dan suster barusan Nafisa teringat akan sesuatu. "Ren siapa yang bawa aku ke rumah sakit? Seingatku, aku sempat teriak diacara ulang tahun itu abisnya aku nggak ingat apa-apa lagi."
Nafisa hanya bisa mengingat sampai situ saja tidak lebih, bahkan dia tidak tahu siapa yang sudah menolong dirinya diacara ulang tahun tadi, seingat Nafisa sebelum pingsan dan kepalanya sakit dia tengah mencari keberadaan Reni. Tapi tak kujung menemukan keberadaan temannya itu.
"Tadi ada dua cowo yang nolong kamu, nggak tau sekarang orangnya kemana, tadi pas aku kesini mereka masih urus administari pembayaran buat kamu abis itu nggak tau lagi mereka kemana." Jelas Reni.
"Padahal aku belum ngucapin terimakasih sama mereka."
"Udah Na, jangan pikirin itu dulu." Nafisa mengangguk membenarkan apa yang dikatan temannya ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Sandisalbiah
Assalamualaikum thor.. pindah ke rumah Nafisha nih..
2023-12-02
2
Rini Musrini
mampir thor
2023-06-26
1