Tawaran

Bismillah.

"Gus." Laki-laki yang dipanggil gus itu pun menoleh pada sumber suara seorang yang baru saja memanggil namanya.

Gus Magrib terlihat menghela nafas panjang sebelum memulai berbicara, dia benar-benar merasa bersalah. Istighfar tak pernah terhenti dalam benaknya. Walaupun begitu raut wajahnya tetap terlihat begitu tenang seakan tidak pernah terjadi apa-apa pada dirinya.

"Andika tolong jangan katakan apapun pada uma dan abah masalah tadi, biar nanti saya langsung yang bicara pada mereka."

"Tapi gus."

"Saya mohon Andik, untuk sekarang saya belum siap bercerita pada uma maupun abah. Yang pasti saya pasti tetap akan cerita."

"Ya, gus saya mengerti, tapi apakah saat diacara tadi tidak ada yang mengenali gus Magrib?"

Kali ini laki-laki yang dipanggil gus Magrib itu tersenyum, sungguh perubahan sifat yang amat cepat dan tidak tertebak.

"Insya Allah, tidak ada Andiak, mereka semua tidak mengenaliku menggunakan panggilan Magrib. Mereka hanya kenal dengan nama Zega. Lagipula cuman kamu dan para santri abah yang memanggilku gus Magrib." Tutur Zega lembut.

"Baik gus saya paham, jadi sekarang kita kemana? apakah mau kembali lagi ke tempat acara ulang tahun tadi?"

"Kita harus kembali kesana Andika, masih ada hal yang harus saya selesaikan disana."

Tidak banyak tanya lagi Andika langsung melajukan mobil yang dia kendari menuju tempat awal mereka pergi tadi. Sedangkan Zega yang duduk disebelah Andika berulang kali memejamkan matanya.

Aroma parfum gadis yang tadi dia tolong seakan tidak ingin pergi dari dirinya, berulang kali Zega berusaha menghilangkan bau parfum yang wangi dan amat mengganggu indra penciumannya itu tapi tak kunjung hilang. Setiap kali dia juga memejamkan matanya wajah gadis yang tadi dia tolong terus muncul di kepala Zega. Dia tak henti-hetinnya mengucap istighfar.

Padahal saat menolong Nafisa berulang kali Zega mengucap istighfar, dia juga terus berusaha agar tidak melihat wajah gadis itu. Mungkin saat itu memang kebetulan atau memang takdir Zega untuk melihat wajah cantik perempuan yang ada di dalam gendongannya itu. Ketika Zega menurunkan Nafisa dari gendongannya dia tidak sengaja melihat jelas wajah Nafisa. Bibir yang terlihat begitu indah, bulu mata lentik yang semakin membuat paras Nafisa terlihat begitu anggung dalam keadaan pingsan saja gadis itu masih terlihat cantik dan damai.

"Huft! Astagfirullah." Sudah berulang kali Magrib mengucap istighfar sampai membuat Andika yang sedang mengemudikan mobil merasa heran sendiri apa yang telah terjadi pada gusnya ini, anak dari guru tempat dirinya menimba ilmu itu.

Sejak keluar dari rumah sakit tadi Andika dapat melihat jelas kalau gus Magrib sedang tidak baik-baik saja. Andika yakin pasti ada sesuatu yang sudah mengganggu pikiran gusnya.

"Gus Magrib, baik-baik saja?" tanya Andika memberanikan diri, dia takut terjadi sesuatu pada Zega.

"Aku baik-baik saja Andika, tetap fokuslah mengemudi aku tak apa." Sahut Zega tenang. Andika mengangguk patuh, sampai mereka di tempat tujuan awal sudah tidak ada lagi pertanyaan yang keluar dari mulut Andika.

"Ikut saya, Andika." Suruh Zega.

Zega segera mencari seorang diacara ulang tahun itu, sebenarnya mereka berdua datang bukan untuk menghadiri pesta ulang tahun yang digelar di gedung megah tersebut. Melainkan Zega hendak bertemu seorang yang sudah berjanji pada dirinya akan bertemu di tempat ini satu minggu lalu.

"Paman." Sapa Zega pada seorang laki-laki yang masih terbilang muda kira-kira umurnya sudah hampir mencapai 38 tahun.

Laki-laki itu menoleh pada sumber suara. Mereka saat ini ada di dalam ruangan tertutup dalam gedung tersebut.

"Zega akhir kamu datang juga. Duduklah." Suruh orang yang tadi Zega panggil paman.

"Zega paman tidak mau basa-basi, sebelumnya paman juga sudah membahas hal ini pada abahmu, beliau sudah setuju. Besok kamu mulai menjadi dosen untuk mahasiswa-mahasiswi S2 di Universitas milik paman."

"Tapi paman Cahyo."

"Paman sudah katakan padamu Zega, tidak ada tawar menawar lagipula abah sudah setuju. Kalau tidak setuju paman akan menyerahkan rekaman video apa yang terjadi dipesta ulang tahun tadi." Cahyo tersenyum menyeringai sambil memberikan rekaman video saat Zega menolong Nafisa tadi. Tapi wajah Nafisa tidak terlihat jelas, paling jelas wajah Zega tengah membantu seorang gadis.

"Astagfirullah." Kaget Zega.

"Pama semua itu tidak seperti yang paman kira. Aku hanya menolongnya saja." Zega menatap pamannya memohon, dia tidak ingin uma dan abahnya salah paham atas kejadian tadi pagi.

Andika tidak bersuara sedikitpun, karena dia merasa tidak ada hak untuk ikut campur dalam urusan ponakan dan paman ini.

"Baiklah Zega setuju atas tawaran paman, tapi Zega minta tolong agar paman tidak memberikan video itu pada abah dan uma. Zega sendiri nanti yang akan menjelaskan pada mereka."

"Baik, pamamu ini setuju mulai besok kamu sudah harus menjadi dosen untuk S2." Zega hanya dapat mengangguk setuju atas tawaran yang diberikan oleh pamannya tanpa bisa bernegosiasi.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Nafisa sudah diperbolehkan pulang, Reni sedari tadi terus membantu dirinya sampai membuat Nafisa merasa tidak enak pada Reni.

"Re, maaf udah nyusahi kamu." Sesal Nafisa.

Reni memutar bola matanya malas, dia benar-benar tidak bisa menebak seperti apa karakter Nafisa sungguh sulit sekali dibaca padahal sudah 2 minggu ini mereka tinggal di apartemen yang sama.

"Tidak ada yang direpotkan. Oh iya Na, denger-denger dari anak-anak kita bakal ada dosen baru. Dosen lama bu Irma sudah pensiun."

"Padahal aku senang tau diisi sama ibu Irma penjelasan beliau mudah dipahami, kapan-kapan kita berkunjung ke rumah ibu Irma yuk." Usul Nafisa.

"Boleh juga, tapi aku masih penasaran siapa dosen baru kita."

Nafisa menatap malas pada temannya yang satu ini, hal besok kenapa pula harus dipikirkan sekarang. Tidak perlu penasaran besok juga dia akan tahu bukan siapa dosen yang akan mengisi kelas mereka.

Nafisa dan Reni adalah dua gadis jenius yang dipertemukan di kota orang. Diumur mereka yang masih 20 tahun keduanya sudah mengejar gelar S2. Tapi untuk Reni dia lebih tua 2 tahun dari pada Nafisa jadi umurnya saat ini 22 tahun hampir menginjak 23 tahun.

Kini kedua gadis yang memiliki perbedaan karakter sanagat jauh itu sudah berada di dalam sebuah taksi untuk membawa mereka menuju apartemen tempat keduanya tinggal di kota Bandung.

"Ren, kita nggak mau cari makan dulu aku laper." Nafisa hanya bisa menatap Reni sambil nyengir saja.

Berada di sebelah Reni, Nafisa merasa seperti kembali memiliki seorang kakak. Seperti kak Ayu dan kak Rafli secara bersama. Sebenarnya dia ingin memanggil Reni dengan embel-embel kak. Tapi Reni tidak mau, dia hanya ingin dipanggil Reni saja.

"Kita gofood aja ya sampai di apartemen."

"Baiklah."

Terpopuler

Comments

нαηιƒαн ρυтяι

нαηιƒαн ρυтяι

anggung ; anggun

2023-12-24

0

Sandisalbiah

Sandisalbiah

Zega kan kakak Rara, sahabat Nafisha waktu sekolah dulu kan..?

2023-12-02

0

Mentari

Mentari

Andika kebalik kak tulisannya

2023-06-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!