Sebelum berangkat ke kantor, aku berhenti disebuah kedai kopi favoritku. Ruby suka Black ivory dari Astro coffe, aku menulisnya di buku catatan kecilku. Tapi menurutku kopi dari toko itu tidak seenak yang ada di kedai kopi sederhana favoritku. Aku memang tak sekaya dia, tapi aku punya penilaian yang bagus tentang makanan dan fashion.
Dengan kopi ditanganku dan sebungkus sarapan yang aku buat khusus untuknya. Aku berharap Ruby menyukainya.
Aku datang lebih awal ke kantor. Aku bisa melihat Direktur dari celah tirai tipis yang menutupi jendela ruangannya. Memeriksa diriku dicermin, merapikan rambut dan lipstikku sebelum mengetuk pintu. Aku membukanya dengan hati-hati.
“Oh, Hai selamat pagi…, Masuklah!.” Dia menyapaku, membetulkan kacamatanya yang terlihat sangat cocok dengan wajahnya.
Berjalan perlahan menuju mejanya, tentu saja dengan percaya diri . “Selamat pagi Tuan Ruby. Saya melihat anda mulai bekerja sangat pagi, dan saya pikir anda belum sarapan.” Aku meletakkan kopi dan sarapan diatas mejanya. “Kau membelikan ini untukku?" Jantungku berdesir mendengar suara dalamnya yang lembut, dia tersenyum.
Aku mengangguk senang. “Saya tahu dari salma, anda suka kopi dari astro coffe. Tapi saya punya tempat kedai kopi favorit yang menurut saya enak di persimpangan jalan menuju perusahaan ini, namanya starlight coffe. Jadi saya ingin direktur mencobanya dan untuk sarapannya saya membuatnya sendiri."
Matanya sedikit berbinar karena senang mungkin? Dia tersenyum sambil menganggukkan kepala.
“Aku terbiasa membeli disana karena istriku yang menyarankannya, dan tidak pernah berubah karena aku fikir mungkin rasanya tidak akan jauh beda."
Aku puas dengan reaksinya. “Saya memintanya untuk tanpa lemak dan memberikan tambahan kafein, itu mungkin bagus untuk anda. Cobalah dan katakan apakah saya perlu membawakannya untuk anda setiap hari?”
Dia terlihat ragu–ragu pada awalnya. Salma memberi tahuku bahwa Direktur Ruby benci jika apa yang menjadi kebiasaannya berubah. Tapi aku cukup percaya diri bahwa dia akan menyukai pilihanku dan seperti yang diharapkan, ekspresinya terkejut.
“Wah, ini bagus benar-benar rasa yang pas” Katanya sambil menatap cangkir kopinya. “Starlight ya? Apakah ini toko baru?”
Aku menggelengkan kepala. “Mereka telah membuka toko sejak aku lulus SMA, jadi mungkin sudah sekitar 7 tahun kurang lebih, tetapi kopi disana enak. Saya dapat menjaminnya. Saya tahu anda tidak suka mengubah kebiasaan, tetapi tidak ada salahnya mencoba hal baru. Mungkin itu lebih baik?” aku menatap lurus matanya sambil menggigit kecil bibirku dan menjilat bibir bawahku memastikan dia melihat bagaimana lidahku bekerja dengan cantik, tetapi dia buru-buru mengalihkan pandangannya. Menghindari hal cabul yang dilakukan lidah dan bibirku.
“Aku pasti akan mencobanya dengan istriku dan aku pikir ini memang lebih baik. Aku yakin dia juga akan menyukainya.” Dia tersenyum sambil meminum kopinya lagi. Aku benar-benar benci caranya menekankan kata istri saat berbicara. Apakah dia sengaja? Aku terus memperhatikannya dengan pandangan memuja, aku menatap lehernya lalu kembali lagi kematanya. Dia mengangkat sebelah alisnya, tanda dia bertanya kenapa aku memandangnya dengan cara seperti itu.
Aku berdiri, matanya dan mataku terus memandang, mulutnya sedikit terbuka. Aku berjalan mengitari mejanya dan berdiri pas didepannya saat dia memutar kursi putarnya menghadapku. Dia tampak sangat gelisah. Aku mengulurkan tanganku, merapikan dasinya yang sedikit kusut, matanya beralih menatap jari-jariku yang lentik. Aku melihat bagaimana dia mengepalkan tangan dikedua sisi kursinya. Dia terkejut dan aku menyukai reaksinya.
Setelah selesai, aku menunggu matanya kembali menatapku. Ketika dia melihat ke atas, aku menahan pandangannya selama beberapa saat sebelum memberinya senyum gerahku yang selalu lucas benci. Ruby adalah pria yang sudah sangat dewasa, bukankah dia akan mengerti gerak-gerikku?
“Dasimu tidak diikat dengan benar, jangan khawatir Tuan Ruby, saya akan memastikan untuk memeriksa semuanya termasuk dasi anda, setiap hari.” Aku membungkuk pada pria tampan panas didepanku. “Saya akan berada diluar, telfon saja saya jika and butuh sesuatu. Silahkan makan sarapan anda.”
...****************...
Pov Penulis
“Hai cantik!” Daniel duduk di tepi meja jenny menatap jenny yang sangat tekejut. Pria lain, lebih tinggi dari Daniel datang dari belakang, menarik bahu Daniel. “Tolong sopanlah Daniel, kursi tersedia untuk kamu duduki." Pria itu menatap jenny sambil tersenyum sopan. “Saya meminta maaf atas apa yang dilakukannya.”
Daniel menarik kursi untuk duduk disamping jenny, memberi jenny tatapan intens dan seringai nakal. “Apakah kamu punya waktu luang nanti saat jam makan siang cantik?”
“Hei hei Daniel, berhentilah menggoda jenny jangan membuatnya takut." Salma datang entah dari mana dan sedikit mencubit lengan Daniel.
“Tidak apa-apa bu, saya baik-baik saja.” Jenny tersenyum. Digoda pria bukanlah hal baru bagi jenny. Pria tipenya dipersilahkan menggoda terutama yang setampan daniel. Tapi baginya saat ini adalah Ruby fokus utamanya. Tapi tidak ada salahnya untuk sedikit bersenang-senang dengan Daniel sebelum dirinya berhasil merayu Ruby.
“Ayolah salma, aku sama sekali tidak menakutkan.” Keluh Daniel sambil mengusap lengannya. “Omong-omong aku serius.” belum sempat jenny menjawab. Pria yang bersama Daniel menyelanya sambil menjulurkan tangan.
“Saya Sean.”
Jenny dengan senang hati berjabat tangan, dia pria yang cukup tenang dan sopan. “Saya yakin saya termasuk dalam daftar orang yg boleh bertemu Ruby”
“Ya, anda berada dalam daftar, silahkan anda bisa langsung masuk”
“Hei gadis paling cantik di gedung ini, jadi bagaimana? Apakah kamu mau makan siang denganku?” Sean menggelengkan kepalanya dan berjalan lebih dulu meninggalkan Daniel yang masih terus menggoda jenny.
Daniel mengusap lembut paha jenny saat melihat sean dan salma pergi dari pandangannya. “Kulitmu sangat halus, apakah kamu sudah punya kekasih?” tangannya terus mengusap paha jenny sambil menatap jenny dengan penuh gairah.
“Tidak, saya belum punya kekasih, saya kira mungkin saya masih ingin bebas tanpa terikat apapun” Jenny membalas menatap Daniel dan membiarkan tangan Daniel terus menyentuhnya. Hingga tanpa jenny sadar, tangan Daniel mengusap pangkal paha jenny. Dengan segera jenny memegang lengan Daniel menghentikannya sebelum lebih jauh.
“Jangan begini tuan, disini banyak cctv.” Jenny sedikit cemas karena sikap Daniel yang berani.
“Jadi apakah kamu suka ruangan yang tertutup?" Daniel tersenyum nakal menurunkan tangannya namun beralih mengusap lutut jenny.
“Aku juga suka ruangan yang tertutup (mengedipkan sebelah matanya) jadi bagaimana? Apakah kamu bebas nanti?” Daniel betanya lagi dan jenny mengangguk setuju. ”Bagus, aku akan menunggumu diruanganku. Bukankah akan lebih nyaman jika makan hanya ada kita berdua.” Tangan Daniel sedikit mencubit paha jenny sebelum menyusul sean masuk keruangan direktur Ruby.
Jenny suka menjadi pusat perhatian. Tapi dia tidak pernah memintanya. Meskipun dia selalu menginginkannya setiap saat. Itu selalu diberikan kepadanya. Bebas dan terkadang terlalu banyak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments