CINTA SANG PERAWAT
Suara gaduh dari arah ruang tamu terdengar oleh Nania, saat langkah kakinya mengarah ke ruang tamu, setelah satu harian bekerja sebagai perawat di rumah sakit dan yang sudah membuatnya kelelahan.
Kelelahan itu semakin bertambah ketika melihat kedua orangtuanya beradu mulut di ruang tamu.
‘Apalagi yang Papa pikirkan? Si anak pungut itu aja yang akan menikahi pria cacat itu, kenapa harus putriku yang menjadi korban.
Geisya putriku akan menjadi CEO group Ankarbaya, dan apa kata teman-teman mama nanti kalau putriku tercinta menjadi istri seorang pria cacat.’
‘Tapi ma..! Pak Basil meminta kita untuk menikahkan Geisya untuk Dewa anaknya, agar kita menjadi besanan dan kemudian menyatukan kedua group usaha antara Jaguar group dan juga Ankarbaya group.
Itu semakin menguatkan perusahaan kita ma, Si Dewa itu hanya sebagai alat nantinya.
Tidak mungkin toh orang cacat akan memimpin perusahaan?’
'mama ngak setuju pa....
Nania anak pungut itu yang harus menjadi istri si cacat itu, apa salahnya si Nania itu menjadi istri si cacat itu?
Anggap aja itu sebagai balas budi, karena kita mengambilnya dari parit kala itu.
Ingat ya pa...
Kita hanya butuh suntikan dana dari keluarga pemilik Jaguar group itu.
Papa ngak tau aja, gimana sikap si cacat itu. Si cacat itu bukan manusia pa....
Tapi iblis dengan wujud manusia, si cacat itu sangat bengis dan tidak berprikemanusiaan.
Mama ngak mau kalau Geisya akan menderita selamanya jika menjadi istri si cacat itu.’
‘terus apa yang harus Papa lakukan?’
‘papa bujuk si Basil, katakan kalau Geisya sudah mempunyai tunangan dan hanya Nania yang bersedia menjadi istri anaknya itu.’
‘iya sudah lah, biar Papa coba.’
Terlalu sakit ucapan dari kedua orangtuanya, lalu Nania langsung pergi dari rumah tersebut ke arah luar, agar seolah-olah baru pulang dari rumah sakit.
Ketika Nania sudah menghampiri mereka berdua yang sedari tadi beradu mulut, dan mereka berdua langsung masuk ke kamarnya.
Demikian juga Nania, dirinya langsung masuk ke kamarnya dan duduk di meja riasnya.
Drrrt..... drrrt.... drrrt..... drrrt........
Nania tersentak dari lamunannya, karena handphone yang berada di tas bergetar, lalu meraihnya.
Ucapan akan kedua orangtuanya masih terngiang-ngiang di telinga nya, dan kemudian langsung meraih handphonenya dari atas meja.
“Geisya.....”
Ucapnya ketika melihat di layar handphone nama Geisya yang memanggilnya.
Nania tidak menyangka kalau Nania akan menghubungi nya, karena Nania tidak bisa menghubungi adiknya itu.
Geisya adik nya selalu menjadi jarak darinya, karena menurutnya seorang Nania hanyalah anak terbuang yang di pungut oleh kedua orangtuanya.
‘halo dek, apa kabarmu?’
'ngak usah basa-basi ya, Geisya menghubungi mu karena ada sesuatu hal yang ingin aku sampaikan.
Kalau bukan karena kedua orang tua ku, kau itu akan mati kelaparan di jalanan.
Kau di adopsi, di rawat dengan baik lalu di sekolahkan dan sudah saatnya kau membalas budi kepada keluarga Ku.’
‘maksudnya gimana dek? Kakak ngak ngerti.’
‘wajar sih kau ngak ngerti, karena memang anak pungut yang tidak jelas siapa kedua orang tua Mu.
Langsung aja ya ke poin nya, begini Nania....
Ankarbaya group sedang membutuhkan dana segar, agar bisa mempertahankan Ankarbaya.
Rekan bisnis Papa, bersedia memberikan dana secara Cuma-Cuma senilai dua trilyunan rupiah kepada Ankarbaya group.
Akan tetapi rekan papa itu, yang sekaligus CEO Jaguar group. Memintaku untuk menjadi istri anaknya yang cacat.
Kau harus menggantikan posisi menjadi istrinya, agar dana dua triliun rupiah itu mengalir ke kas Ankarbaya group.
Awas aja kalau kau ngak mau, akan ku buat kau menyesal seumur hidup.
Asal kamu ketahui, saya punya seribu cara untuk menghancurkan seseorang yang menjadi musuh Ku.’
Tut.....tut...... tut.....
Berakhir panggilan telepon itu, dan seketika itu juga air mata Nania mengalir deras di pipinya.
Memang benar kalau Nania hanyalah seorang anak pungut, yang adopsi untuk sebagai pancingan.
Tok.....tok.....tok......
“Neng.....” asisten rumah tangga keluarga Ankarbaya mengapa Nania.
“Masuk saja mbak, pintu belum Nania kunci.” Nania mempersilahkan assisten rumah tangga itu masuk ke kamarnya.
Nania segera menghapus air matanya, dan pintu pun terbuka lalu masuk seorang perempuan yang masih terlihat muda.
Nania sepertinya sudah sering menyembunyikan kesedihannya dari seluruh penghuni rumah.
“Neng sudah makan?” tanya si mbak yang memulai obrolan
“Sudah mbak, tadi selesai kerja dan langsung makan di kantin karena memang sudah lapar.” jawab Nania dengan santai.
Asisten rumah tangga itu hanya tersenyum menanggapi perkataan dari Nania dan kemudian menatap wajah lesu dan kelelahan dari Nania.
“Ngomong saja mbak.” Nania memintanya untuk bicara karena sepertinya ada hal yang mau dibicarakan.
Sang asisten rumah tangga itu memegang tangan Nania, dengan tatapannya yang sayu
“Sebenarnya mbak, sudah melihat neng sedang menguping pembicaraan tuan dan nyonya.
Mbak datang kemari disuruh oleh nyonya untuk menanyakan apakah neng sudah punya pacar atau calon suami.” Ucap si mbak
“Ntah lah mbak, dari dulu sampai sekarang ini. Nania, tidak berani untuk mengenal sosok pria. Nania takut jatuh hati, karena pasti akan di ambil oleh seseorang.” jawab Nania dengan pelan.
“Non Geisya maksudnya, Kan?” tanya si mbak dengan kepastian.
Nania hanya tersenyum sesaat, dan tidak jelas apakah Geisya yang dimaksudkan.
“Mbak pernah melihat dokter yang tampan yang pernah mengantarkan si neng pulang.” ucap mbak dengan raut wajahnya yang penasaran.
“Mbak tahu dari mana kalau orang itu dokter?” tanya Nania.
“Tahu dong, karena mbak nanya langsung ketika dokter tampan itu waktu mau pulang.
Mbak cegat di luar gerbang itu, dan saat itu mbak nanya, apakah dirimu ini adalah pacarnya si neng yang cantik itu?
Tapi dokter itu hanya tersenyum menanggapi pertanyaan mbak. Lalu pergi tanpa alasan yang tidak jelas, sakit hati ini di cuekin seperti itu neng.
Si dokter tampan itu pacar si neng atau bukan sih?” ucap si mbak dengan dramatis.
“Emangnya kalau bukan pacarku, mbak mau ngapain?” tanya Nania yang tidak kalah dramatis.
“Kali aja kami jodoh.” candaan si mbak.
Haha hahahaha hahahaha hahahaha haha hahahaha hahahaha haha haha haha
Nania akhirnya tertawa akan jawaban dari asisten rumah itu, akhirnya Nania bisa tertawa walaupun hanya sesaat.
“Mbak bahagia deh bisa melihat neng tertawa seperti ini. Mbok Kara sudah menceritakan semuanya, tentang neng dan juga keluarga ini.
Menurut neng gimana dengan rencana tuan dan nyonya?” tanya si mbak lagi.
“Mau gimana lagi mbak, harus di jalani dan berhubung juga Nania sudah ngak remaja lagi.
Sudah saatnya berkeluarga dan jodoh dari orang tua pastilah yang terbaik.” jawab Nania dengan entengnya.
“Ngak selalu neng, lihat lah mbak ini. Janda beranak satu di usia muda seperti ini.
Inilah buah karya dari perjodohan orang tua ku dulu. Jika seandainya mbak masih di Taiwan, dan mungkin saja mbak sudah menikah dengan orang Taiwan itu.
Jika tidak menikah ngak jadi masalah, asal jangan menikah dengan laki-laki bermodal telor itu.
Tapi...! Setiap manusia memiliki nasib dan takdir yang berbeda-beda.
Mbak berharap kalau neng Nania, bernasib baik dan rumah tangganya akur dan bahagia sampai kakek dan nenek nantinya.” ucap mbak nya.
“Aminnn...! oh iya, dimana sekarang anak-anaknya mbak sekarang? " Nania mengamini pengharapan dari si mbak lalu bertanya lagi ke mbak nya.
“Diasuh oleh kedua orang tuaku, mbak pulang sekali dalam dua minggu. Anak-anak mbak, terpaksa harus tinggal di rumah orang tua ku, disaat usianya masih empat tahun.
Begitulah hidup neng, ada putaran hidup yang susah untuk dijelaskan.” jawab mbaknya
“Iya juga mbak...! Jika seandainya Papa dan Mama tidak mengambil Nania dari got waktu kecil, mungkin saja saat ini Nania hanya tinggal tulang belulang di bawah tanah.
Dalam keadaan lapar, demam tinggi dan terserang penyakit malaria, hanya tinggal menunggu kematian yang datang.” sanggah Nania dengan haru.
Nania meneteskan air matanya dan langsung di seka oleh asisten rumah tangga yang di panggil Nania dengan panggilan Mbak.
Alasan balas budi yang membuat Nania, harus menerima segala sesuatu yang di inginkan oleh orangtuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments