Lima

Alyna duduk di sofa dalam ruang kerjanya. AC yang dinyalakan sangat dingin baginya. Dilihatnya ujung jari-jemarinya memucat kedinginan. Berkali-kali dia menengok ke arah jam tangannya, menunggu Don yang baru saja mengabari kalau dia sedikit terlambat. Laki-laki itu nantinya pasti akan menceritakan padanya hal apa yang membuatnya sampai terlambat bekerja, Alyna tahu persis Don seperti apa. Sambil membaca majalah yang ada di atas meja, dia meyakinkan diri untuk membuka beberapa pesan tertimbun yang telah lama dia arsipkan di handphone-nya.

Belasan pesan dari ibunya, serta puluhan pesan dari sang ayah tidak dia baca. Miris sekali. Kedua mata bulatnya hanya mampu menyaksikan bagian paling akhir dari pesan tersebut yang terpotong. Alyna memejamkan matanya. Dadanya sesak. Kedua matanya mulai memanas dan berair. Tidak. Tidak lagi. Tidak lagi untuk menangis di hari yang cerah ini. Dia harus mampu terbiasa hidup sendiri jika itu memang telah menjadi keputusannya. Dia harus mengusir bayang-bayang orang yang ada di masa lalunya, bahkan keluarganya sendiri. Dia tidak ingin lagi mengacaukan hari dan semangat Don.

“Alyna, maaf aku sangat-sangat telat.”

Tiba-tiba, Don masuk dengan sedikit mengejutkannya. Alyna terkesiap. Tangannya mengusap bagian bawah matanya cepat-cepat, tidak ingin laki-laki itu tahu kalau dia hampir saja menangis.

“Untung aku ini rekan kerjamu, Don. Bukan kekasihmu. Jika iya, mungkin hubungan kita sudah berakhir dari awal lantaran kau sering datang terlambat dalam waktu yang telah kau tentukan sendiri.” protes Alyna, berusaha tegar dalam suaranya paraunya.

Don tertawa.

“Lucu honey, bisa kita coba mungkin?”

“Oke-oke, lupakan hal itu. Dan, mana customer kita?”

“Dia ada di bawah. Kau belum berjumpa dengannya?”

Alyna menggedek. Dia tidak melihat siapa pun di bawah tadi.

“Kalau begitu, ayo. Dia ini perempuan yang sangat anggun.”

“Aku rasa dia bisa menjadi kekasihmu. Baru kali ini kau menyanjung seorang model yang sebelumnya berkomentar tentang mereka pun kau tidak pernah.”

“Jangan cemburu Alyna, aku menyanjungnya karena dia memiliki apa yang kau miliki. Dia memiliki semuanya yang ada pada dirimu.”

“Apa?”

“Kalau tidak percaya, maka turunlah. Dia sudah menunggu kita dari tadi.”

Alyna diam saat Don telah meraih tangannya, membawanya menuruni tiap anak tangga dari ruang kerja mereka berdua. Dia masih berusaha meresapi kalimat yang bar saja Don katakan, 'memiliki semua yang ada pada dirimu,' apa maksudnta tadi? Dahinya mengernyit berusaha untuk mengerti.

Sampai di bawah, pada sofa berwarna hitam pekat, dengan ruangan berdinding putih laguna lembut, seorang wanita yang memakai dress biru cerah selutut dengan anggun duduk di sana sendirian. Melakukan hal yang sama seperti yang Alyna lakukan tadi : membaca majalah. Ya, Don benar. Dia perempuan yang anggun. Anggun sekali.

“Itu dia, Alyna.” bisik Don. Alyna terpana bukan main. Mulutnya setengah terbuka. Terkejut dengan apa yang dia lihat.

“Ghea…?” gumamnya.

Wanita itu berdiri sesaat setelah mendengar namanya dipanggil. Dan reaksinya sama seperti dengan Alyna. Ya, Ghea sama terkejutnya. Keduanya saling menatap satu sama lain. Mengasingkan Don yang sedari tadi terheran-heran dengan sikap mereka berdua. Laki-laki itu tidak tahu apa yang sedang terjadi.

“Aly…na.” gumam Ghea. Dan beberapa saat setelahnya, dia tersenyum ramah. Menyuruh Alyna yang mau tak mau harus ikut tersenyum pula.

Alyna masih diam mematung tak percaya atas pertemuan ini.

~

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!