“Kita bisa memulainya dengan langkah yang lebih pelan-pelan.”
Mata Alyna terbelalak saat berkali-kali ada beberapa ombak cukup besar datang ke arahnya. Dia takut ombak itu akan menyeretnya ke laut, atau takut akan bayangan jika ada makhluk aneh yang muncul bersamaan datangnya ombak.
“Bukankah kau tidak takut?”
“Don, aku tidak takut pada ombaknya. Hanya takut untuk pulang basah kuyup diterpa angin sepanjang perjalanan nanti. Aku bisa masuk angin.”
Don tertawa lagi. Cukup keras.
“Jika kau berani berpose masuk ke dalam air, aku akan memberi seluruh gajiku untukmu, honey.”
“Aku bilang aku tidak ingin basah kuyup disepanjang perjalanan. Baju yang kukenakan tipis. Orang-orang bisa melihat warna pakaian dalamku.” teriak Alyna, dengan wajah yang cemberut dan merah.
“Baiklah, aku tidak akan memaksamu. Kemarikan tanganmu.” Don mengulurkan tangannya, menyuruh Alyna agar meraihnya dan membantu gadis itu beranjak dari dalam area air pantai.
“Apa gambar yang kau dapat bagus?”
“Sebagian jadi rusak karena wajahmu yang ketakutan.” cibir Don. Alyna mendengus kesal. Ingin rasanya dia menjitak kening Don karena laki-laki itu hampir tidak tahu betapa takutnya Alyna membayang hal yang aneh-aneh tadi.
“Tapi tak masalah. Malah menjadi begitu natural tanpa diada-ada.” lanjutnya. Alyna membersihkan kakinya dari pasir-pasir pantai yang basah.
“Hampir saja kakiku kram tadi.” komentarnya pada diri sendiri.
Don mengamati setiap gerak-gerik Alyna. Diam-diam memfokuskan kameranya pada sosok yang masih sibuk sendiri. Beberapa jepretan diam-diamnya sukses dia abadikan. Tanpa sadar, sudut bibirnya tertarik ke atas. Sebuah objek yang cantik.
“Apa kita bisa pulang sekarang?”
Don terkesiap. Mencoba dengan cepat menyembunyikan kameranya, “Eh, mungkin kau ingin menemui seseorang dulu.”
Alyna mengernyitkan alisnya, “Siapa?” tanyanya kemudian, sambil membenarkan lengan kemeja putihnya.
“Kita diminta untuk memotret customer baru kita.”
“Sekarang?”
“Tidak, honey, mereka datang untuk berbincang-bincang mengenai konsep yang diinginkan, dan supaya kita bisa memahami pelanggan baru kita.”
“Oh, bagian itu membosankan. Kau tahu, mereka akan berbicara panjang lebar seolah kita tidak mengerti berbagai jenis konsep fotografi sebelumnya.”
“Ayolah, bukankah mendengarkan juga merupakan bagian dari pekerjaan kita?”
Alyna menimbang-nimbang kalimat itu.
“Ya. Kau benar.”
Kemudian gadis itu terdiam.
“Hey, apa ada yang salah?” tanya Don.
Sesaat wajah Alyna menjadi datar.
“Entahlah, aku ingin kembali ke apartemenku. Aku…sedang rindu rumah.”
Don diam. Jika sudah begini, maka biasanya Alyna sulit untuk dibujuk. Dan lagi, dia tidak ingin memaksa Alyna saat suasana hatinya sedang buruk. Dia sangat tahu Alyna-nya.
“Aku bisa mengerjakan bagian yang membosankan ini untukmu.”
Alyna tersenyum gembira. Merasa bersyukur kepada Tuhan karena telah memberi sahabat sekaligus rekan kerja sebaik Don untuknya.
“Terimakasih Don.”
“Asal jangan membiarkanku turun lapangan sendirian.”
Alyna tertawa lepas. “Baiklah, tidak akan. Mengapa memang?”
Don mengedikkan bahu, “Entahlah. Biasanya ide kreatifku lancar jika kau ada disampingku.”
“Aku rasa kau mulai kecanduan aku.” Goda Alyna diselingi tawa.
“Mungkin kau benar.” jawab Don serius. Alyna diam.
“Hey, ayolah putra bosku. Banyak wanita lain yang akan membuatmu kecanduan tanpa bisa direhabilitasi.”
Sesaat Don membuang pandangannya.
“Ayo,” lalu ia meraih tangan Alyna seperti biasa, mengajak gadis itu melangkah disampingnya. Berusaha membuat gadis itu merasa nyaman disisinya bak rumahnya sendiri, andaikan dia mampu.
Andaikan Alyna merasa seperti itu.
~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments