Sirena memeluk Zahrah, menumpahkan semua kesedihan nya dalam air mata yang terus mengalir membasahi baju Zahrah.
"Kakak kenapa? siapa yang sudah berani membuat kakak menangis seperti ini? "
Sirena tidak menjawab, dia terus saja menangis, membuat Zahrah terdiam dan membiarkan kakaknya menangis di dalam pelukan nya.
Setelah cukup lama menumpahkan air mata. Sirena pun menyudahi kesedihannya.
Zahrah menatap wajah sembab kakaknya penuh dengan kekhawatiran.
"Kak, sebenarnya ada apa?"
Lagi dan lagi Sirena tidak menjawab.
"Kakak pergi dulu, maaf sudah membuat baju mu basah" kata Sirena sebelum melengos pergi.
"Tidak apa apa" balas Zahrah menatap kepergian kakaknya.
"Jika tidak mau mengobrol dengan ku, kenapa menangis di kamar ku. Dasar" gerutu Zahrah sambil beranjak dari kasur.
Zahrah keluar dari kamarnya sambil membawa sertifikat dan piala kejuaraan nya.
"Ayah ibu" Zahrah menghampiri Lastri dan Gunawan yang sedang duduk di sofa.
"Eh anak ibu, bawa apa itu?" Lastri langsung bersorak saat Zahrah memberikan piala kejuaraan nya.
"Alhamdulillah, putri kesayangan ibu juara olimpiade matematika. Ayah lihat, anak kita juara lagi"
Gunawan ikut gembira, dia langsung memeluk putri kebanggaan nya.
"Alhamdulillah, terimakasih ya Allah. Telah memberikan putri secantik dan sepintar Zahrah" puji syukur Gunawan.
Zahrah tersenyum senang, melihat kedua orang tuanya bahagia seperti ini adalah cita cita dan tujuan hidupnya.
"Bukan hanya itu Bu, ayah. Zahrah juga dapat beasiswa kuliah gratis di kota"
"Benarkah? wah bagus sekali sayang. Kamu memang putri kebanggaan ibu"
Kebahagiaan berlipat ganda melingkupi keluarga Gunawan. Mungkin ada sedikit rasa sedih yang Sirena rasakan. Namun, mendengar kabar baik ini dari Zahrah, membuat hati Lastri dan Gunawan kembali ceria.
"Ya sudah, ayo kita makan. Kamu pasti belum makan sejak siang kan?" ajak Gunawan.
"Eh ayah, aku mau makan di luar ayah. Teman teman ku ingin merayakan keberhasilan ku"
"Jika aku makan di rumah, nanti perut ku akan penuh dan tidak sanggup makan lagi di sana" sambung Zahrah.
Lastri menepuk kening, benar juga apa yang putrinya katakan.
"Apa kamu punya uang nak?" tanya Gunawan.
"Punya ayah. Uang jajan yang kakak berikan di setiap bulan nya masih tersisa banyak " jawab Zahra.
Lastri dan Gunawan kembali merasa bangga. Zahra merupakan putri mereka yang paling baik, paling rajin, dan paling hemat. Berbeda dengan kakaknya yang lumayan boros.
"Ya sudah ayah, ibu. Zahrah pamit dulu yah. Kasian teman teman udah pada nunggu "
Zahra mencium punggung tangan kedua orang tuanya pamit.
"Hati hati yah, jangan pulang kemalaman " peringat Gunawan.
"Siap ayah,aku akan kembali sebelum pukul 5 sore" janji Zahrah.
Gunawan dan Lastri mengangguk, mereka percaya dengan janji yang Zahrah ucapkan. Karena memang Zahrah merupakan anak yang jujur dan menempati janji. Sejauh ini dia belum pernah ketahuan berbohong.
Lastri dan Gunawan menatap kepergian Zahrah, lalu mereka di kejutkan oleh kedatang Sirena yang berdiri di ambang pintu ruang makan.
"Ayah, ibu, aku juga pamit pergi yah" ucap Sirena.
"Loh mau kemana sayang?" tanya Lastri kaget.
"Aku mau kembali ke kosan Bu, beri aku waktu untuk berpikir, memantapkan hati dan meyakinkan diri apa yang harus di lakukan."
Gunawan menghela nafas berat, dia tahu apa yang saat ini putri sulung nya rasakan.
Namun, mereka tidak bisa berbuat apa apa. Ellen merupakan sahabat Lastri sejak SMP, banyak sedikitnya Ellen sering membantu Lastri ketika dia kesusahan.
Sampai sudah menikah dan sudah memilih anak. Ellen masih sering membantu Lastri.
"Jangan lama lama yah sayang, acaranya tinggal 1 Minggu lagi!" peringat Gunawan.
Sirena tidak menjawab, dia hanya mengangguk pelan. Kemudian, tanpa kata apapun gadis itu pergi begitu saja.
Fyuu...
Gunawan menghembuskan nafas gusar. Dia memaklumi sikap putri pertama nya itu. Perjodohan ini pasti sangat sulit di terima olehnya.
Setelah selesai makan di warung mang Somat. Zahrah dan teman teman nya pergi nongkrong di cafe yang ada di desa nya.
Cafe itu lumayan ngetrend di desanya, tak khayal banyak anak anak muda nongkrong di sana.
"Eh Rah, aku heran deh sama kamu. Kok kamu bisa sih, nolak cowo yang di idam idamkan oleh semua gadis di sekolah kita!" Kata Meli.
"Tau ih, aku mau kalo kalo di tembak sama dia" timpal Jeni.
Zahrah tersenyum simpul mendengar ucapan sahabat nya.
"Gini yah teman teman ku tersayang. Menjalin hubungan dengan seseorang itu jangan lihat fisik nya. Tapi lihat lah hatinya. Kalian tahu kan, bagaimana sikap dia sama anak anak lain?" kata Zahrah menjelaskan. Kemudian dia menyeruput es lemon tea milik nya.
"Jika kalian memandang fisik, maka kebahagiaan tidak akan bertahan lama. Seiring berjalan nya waktu, fisik ini akan semakin melemah, dia akan menjadi tua dan tidak berdaya. Lalu, apa yang akan kita nikmati lagi? apakah rasa sesal? atau mencari kebahagiaan bersama orang lain?"
Meli dan jeni menarik nafas dalam, Zahrah sudah mulai dengan ceramah tanpa ujungnya.
"Udah lah, jangan bahas soal pria lagi.Zahrah tidak akan berhenti berceramah jika kalian terus membahasnya" Sahut Hana mengalihkan pembicaraan ke arah lain.
Sedangkan Zahrah, dia hanya tertawa mendengar ucapan Hana.
...----------------...
Seperti yang sudah dia janjikan, tepat pukul 5 kurang 10 menit. Zahra tiba di depan rumah sambil menggiring sepedanya.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam" jawab Gunawan yang sedang duduk di ruang tv.
"Wah, benar benar tepat janji. Anak ayah emang yang terbaik" puji Gunawan sambil mengusap punggung Zahra ketika gadis itu Salim.
"Iya dong ayah, janji itu adalah hutang. Dan hutang harus di tunaikan. Bukan hanya di ucapkan saja."
Gunawan tertawa mendengar jawaban islamiah dari putrinya. Dia merasa berhasil merawat Zahrah.
"Ya sudah ayah,Zahrah masuk ke kamar dulu. Mau mandi, dah lengket ni badan" ujar Zahrah pamit. Dia berlalu menuju ke kamar nya setelah ayahnya mengangguk.
Sesampainya di kamar, Zahrah langsung membersihkan diri. Tubuhnya benar-benar terasa lengket setelah mengayuh sepeda sejauh itu.
Selesai mandi, Zahrah merasa tubuhnya kembali segar bugar.
"Huaaammm..."
Zahrah naik keatas tempat tidur, selesai mandi dia malah merasa sangat mengantuk. Karena itu, Zahrah akan tidur sebentar sambil menanti adzan magrib.
Baru memejamkan mata, tiba-tiba ponsel nya berdering sangat keras.
Zahra berdecak kesal, dengan malas tangannya merayap meraba raba balas di samping tempat tidurnya, untuk mencari keberadaan ponsel yang sebelum mandi ia simpan di sana.
"Ngapain dia menghubungi aku?" gumam Zahrah kesal saat melihat siapa yang menghubungi nya sampai mengganggu waktu tidurnya.
Zahra mengabaikan panggilan itu, dia kembali menyimpan ponselnya di atas nakas dan kembali tidur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments