Setelah pengumuman kelulusan, para siswa seperti biasa melakukan selebrasi kelulusan dengan cara mencoret-coret seragam mereka kemudian melakukan konvoi keliling kota. Hal-hal seperti ini adalah hal yang tak akan terulang dua kali untuk itulah para siswa dengan semangat merayakannya.
Clara baru pulang setelah pukul delapan malam. Ketika dia sampai di rumah, rupanya Ansel sudah terlebih dahulu datang dan kini pria itu tengah duduk di kursi ruang keluarga sambil meminum segelas kopi.
Saat melihat Ansel, Clara dengan bahagia menceritakan tentang pencapaiannya.
“Om, coba tebak bagaimana hasil kelulusanku?” celetuk Clara dengan bahagia. Gadis itu lantas mendaratkan pantatnya di sofa, duduk berhadapan dengan Ansel.
Ansel melirik ke arahnya. “Juara satu lagi?”
Clara mengangguk. “Aku lulusan terbaik di sekolah dan mendapat juara nasional, Om!” seru Clara dengan bahagia.
“Oh, baguslah. Selamat,” balas Ansel dengan datar. Tak ada kebahagiaan sedikit pun dari nada bicara pria itu. Pria itu bahkan terdengar seolah dia tidak peduli dengan Clara.
Dahi Clara mengernyit saat dia mendengar ucapan Ansel. Gadis itu bingung sebab tidak biasanya Ansel bersikap dingin seperti ini kepadanya. Ya, terlalu banyak hal aneh yang terjadi pada Ansel hari ini yang membuat Clara terheran-heran dengan pria itu.
“Om, ada apa? Kenapa sepertinya Om tidak senang?” tanya Clara bingung.
Ansel mengeluarkan sebuah surat undangan universitas dari sakunya, kemudian melemparnya ke atas meja. “Setelah ini kamu harus berkuliah di luar negeri,” ucap Ansel.
“Tapi, kenapa, Om? Bukankah kita sudah setuju kalau aku akan kuliah di sini saja?” tanya Clara.
“Kamu tetap harus kuliah di luar negeri, Clara.”
“Tapi, kenapa?”
“Tidak kenapa-kenapa.”
Mendengar jawaban Ansel yang tidak jelas, Clara pun marah dan kesal dengan sikap Ansel.
“Kenapa Om sangat aneh hari ini? Om tadi tidak datang ke acara kelulusanku dan tiba-tiba saja memutuskan supaya aku kuliah di luar negeri. Apa salahku, Om? Apakah Om memang sudah berniat mengusirku dari lama?” tuding Clara.
Mendengar segala tuduhan Clara, Ansel hanya bisa diam dan mencoba untuk sabar. Dia tidak boleh mengatakan alasannya yang sebenarnya karena dia takut hal tersebut akan berdampak buruk pada mereka.
“Aku tidak mau kuliah di luar negeri.”
“Kamu harus tetap berangkat.”
“Aku tidak mau berpisah dengan Om!” seru Clara.
“Clara, kamu itu nanti di sana kuliah. Om tidak membuang kamu. Seharusnya—”
“Aku menyukai Om. Aku tidak mau berpisah dari Om karena aku menyukai Om!” teriak Clara, membuat Ansel terkejut bukan main.
“Clara, apa maksudmu?” tanya Ansel bingung.
Kalau boleh jujur, jantung pria itu berdegup dengan sangat keras saat dia mendengar kalimat Clara. Namun ... Tidak! Dia tidak boleh membiarkan Clara menyukainya. Dia sudah berjanji kepada Nia untuk merawat Clara dan menganggap Clara sebagai keponakan kandungannya sendiri. Dia tidak boleh membiarkan hal ini terjadi.
“Memangnya bagian mananya yang masih belum jelas, Om?”
“Kamu jangan gila, Clara!” sentak Ansel. “Kamu seharusnya sadar diri dan memiliki sopan santun kepada Om kamu sendiri!”
“Apa salah kalau aku menyukai—”
“Salah!” sentak Ansel, memotong kalimat Clara. “Demi Tuhan, Clara. Kamu adalah keponakanku. Kamu tidak seharusnya memiliki perasaan apa pun kepadaku.”
“Memangnya Om tidak menyukaiku?” balas Clara, gadis itu menyipitkan matanya. “Aku tahu kalau selama ini Om menyukaiku, itulah alasan kenapa Om menghindar dariku. Iya, ‘kan? Mengaku saja, Om!”
Ansel mengusap wajahnya. Dengan tegas ia berkata, “Clara, aku menyayangimu sebagai keponakanku saja, tidak lebih. Kamu seharusnya sadar akan hal itu!”
Ucapan Ansel berhasil menampar Clara. Gadis itu merasa kecewa sekaligus malu dengan apa yang terjadi. Clara pun mengeraskan hatinya dan mencoba untuk tersenyum.
“Baiklah, aku akan kuliah di luar negeri kalau memang itu yang Om inginkan.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments