Amy mengemas semua pakaian, dan juga barang-barang yang dia butuhkan. Dia benar-benar mantap untuk meninggalkan negara kelahirannya menuju negara di mana dia akan melanjutkan kuliah seusai dengan beasiswa yang dia dapatkan. Bukan tanpa persiapan, Amy sudah menyiapkan semua itu sejak dua tahun yang lalu.
Rumah peninggalan neneknya, juga tanah dan beberapa perhiasan sudah dia jual sesuai titah neneknya yang meminta Amy menjual semua peninggalan jika suatu saat di butuhkan. Rumah dan batang yang di tinggalkan neneknya akan menjadi rebutan, masalah suatu hari nanti makanya neneknya sudah mengatasi semua itu dari jauh hari sebelum dia meninggal. Dia memang memiliki banyak cucu, tapi tidak bisa di pungkiri rasa sayangnya terhadap Amy memang melebihi rasa sayangnya kepada anaknya sendiri apalagi Amy sudah seperti anak yatim piatu sejak kecil.
"Hehe......."Amy benar-benar tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum, tertawa bahagia karena di dalam perutnya sudah ada calon anak. Meskipun dokter yang biasa dia kunjungi menyarankan untuk tidak melakukan apa yang dia rencanakan, tapi Amy benar-benar tidak goyah sedikitpun.
Gila? Mungkin memang seperti itu, dia bukan cukup tahu diri dan sadar diri bahwa dia memang tidak tahu malu. Tapi ya, ini adalah tentang cita-cita yang dia sangat impikan. Memiliki anak dari pria yang tampan, memiliki tubuh tegap dan gagah, memiliki kecerdasan, juga memiliki kualitas diri yang hebat.
"Aku benar-benar tidak menyangka kalau kau akan berhasil." Ucap sahabatnya Amy yang bernama Edith. Dia adalah satu-satunya teman yang begitu dekat dengan Amy, mengetahui hampir segalanya tentang Amy. Hubungan persahabatan mereka sudah terjalin sejak empat tahun terakhir. Edith juga adalah anak dari pasangan broken home seperti Amy, hanya saja orang tua mereka hanya menikah sekali setelah bercerai.
Amy mengangguk bangga kepada dirinya sendiri.
"Kau mungkin tidak akan tahu bagaimana rasanya hatiku saat ini, aku benar-benar bangga terhadap diriku sendiri karena berhasil mendapatkan benih unggul! Lihat saja, aku akan menjadi Ibu yang baik, dan juga Ayah yang baik!" Amy mengangkat tunggi kedua tangannya dengan bangga seolah hamil tanpa suami adalah kebanggaan, ah! Mungkin Amy menganggap kehamilannya semacam piala Oscar.
"Jangan membayangkan sesuai drama, wanita hamil tanpa suami akan menjadi gunjingan, anakmu juga akan menanyakan kemana Ayahnya, dan kau juga pasti akan repot! Lebih baik kau beritahu Heinry saja! Aku tidak sanggup membayangkan kau harus menjalani ini seorang diri, perutmu akan membesar beberapa bulan kedepan!"
Amy hanya menghela nafas, tentu saja dia sudah tahu. Sejak awal dia sudah benar-benar menyiapkan diri, masalah biaya, pekerjaan, dan masa cuti untuk melahirkan, lalu kesiapan mental. Tentu saja akan sulit menjalani kehamilan, bahkan jika ada suami pun banyak wanita yang mengeluh. Tapi tekad untuk memiliki anak sudah sebesar planet Jupiter.
"Jadi, kalau nanti anakmu sudah lahir dan kau tiba-tiba menginginkan anak lagi, apa kau juga akan melakukan hal yang sama?" Tanya Edith yang sebenarnya masih keheranan dengan Amy. Sungguh berbeda sekali dengan dia yang tak menginginkan anak karena takut jika anaknya nanti akan merasakan apa yang dia rasakan.
Amy nampak berpikir sebentar sebelum menjawab apa yang di tanyakan Edith padanya.
"Kalau bisa sih cari yang lebih dari pada Heinry, tapi kalau masih tidak menemukan yang lebih ya terpaksa memperkosa Heinry lagi."
Brep........!
Edith yang tengah menenggak air dingin karena kehausan membatu Amy membereskan barang benar-benar tidak bisa menahan diri mendengar jawaban Amy, dia menyemburkan air minum di mulutnya.
Semoga Tuhan melindungi mu dari betina gila ini, Heinry.
Di sisi lain.
Heinry menghela nafasnya, dia benar-benar bingung dengan Amy yang menghilang begitu saja setelah malam itu.
"Sialan! Perempuan gila itu benar-benar menghilang begitu saja? Cih! Kenapa aku justru merasa aku ternodai padahal tidak akan ada yang tahu juga karena aku tidak memiliki bekas kan? Ah, sebenarnya perempuan gila itu pergi kemana sih?!"
Heinry memutuskan untuk meninggalkan kampus karena memang sudah jamnya. Rasanya benar-benar aneh sekali karena sudah tiga Minggu ini Amy menghilang, biasanya Amy akan muncul di manapun seperti bayangan Heinry sendiri.
Satu jam di dalam perjalanan, akhirnya Heinry sampai di rumah dan rupanya sudah ada tamu yang menunggunya.
"Akhirnya pulang juga, lihat tuh! Cheren dan orang tuanya sudah datang untuk makan malam bersama."
Heinry menatap kedua orang tua Cheren, tersenyum dan menyapa dengan sopan, lalu baru dia tersenyum kepada Cheren.
"Heinry, cepat bersihkan badanmu, lalu turun lagi ke bawah untuk bergabung bersama kami." Ucap Ibunya Heinry yang membuat Heinry langsung mengangguk setuju.
Seperti yang di katakan Ibunya, segera dia berjalan cepat menuju kamarnya. Heinry meletakkan tas dan ponsel yang sejak tadi dia pegang bersamaan dengan kunci mobil. Sebentar dia duduk di pinggiran tempat tidur sembari melepaskan kemeja yang dia gunakan. Matanya teralihkan kepada laci yang dia gunakan untuk menyimpan benda aneh yang di tinggalkan Amy malam itu.
Heinry berpikir sebentar, lalu kembali membuka laci itu dan mengeluarkan benda yang dia maksud.
"Benda aneh ini, kenapa aku harus menyimpannya sih?!" Gumam Heinry dengan kesal sembari menyentuh dengan ujung jari telunjuk dan Ibu jarinya, matanya menatap jijik. Benda itu adalah, kain segitiga milik Amy dan juga sebuah catatan kecil yang membuat Heinry benar-benar kehilangan kata-kata. Kain segitiga yang di gunakan Amy untuk menutup bagian anunya, ada noda darah yang tertinggal, dan jelas noda darah itu adalah darah yang keluar sebagai bukti bahwa Amy masih suci kala itu.
"Cih! Dia benar-benar berniat sekali membuatku kesal dengan menyeka darahnya di benda ini? Apalagi catatan yang dia tinggalkan itu, rasanya membuatku begitu kesal, yang lebih kesalnya lagi adalah, aku tidak memiliki niat untuk merobeknya."
Lihat nih! Lihat noda darah yang berasal dari keperawanan ku! Kau harus terus melihat ini supaya kau ingat kalau aku yang rugi, bukannya kau! Aku dengar kau akan menikah, jadi aku doakan kau bahagia selalu. Ingat ya, kalau aku belum hamil, aku akan datang lagi padamu! Ingat juga kalau kau menolak, aku akan mengatakan kepada seisi dunia bahwa aku telah memperkosamu! Oh, bukan! Kau telah memperkosaku!
Heinry menggeleng keheranan. Sungguh dia benar-benar tidak tahu harus mengatakan apa, sebenarnya dia kesal sekali dengan Amy, tapi dia juga tidak bisa melakukan apapun karena dia juga ingat kalau rasanya memang sangat enak.
"Duh!" Heinry menjauhkan benda itu, memasukkan kembali ke dalam laci, segera dia berlari ke kamar mandi karena si kemoceng miliknya justru mudah sekali bereaksi hanya dengan membayangkan saat dia dan Amy sedang anu!
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
unique
ada ada aja c amy
2023-08-14
0
Elisabeth Ratna Susanti
wkwkwkwkwk 🤣 unik ceritanya
2023-07-29
0
Anita noer
habis deh sabun mandix buat gituan😅😅😅😅😅😅
2023-07-11
0