...༻〇༺...
Sebelum menikah, Rizal dan Mira sudah jauh-jauh hari membeli rumah. Mereka berniat akan menempati rumah itu setelah menikah.
Sekarang baik itu Rizal maupun Mira, keduanya sedang sibuk melakukan pindahan. Tentu saja dibantu oleh Acha dan juga Bimo. Mobil mereka baru saja tiba di rumah baru.
"Ini rumahnya, Mah?" tanya Acha. Dia melihat tampilan rumah yang akan ditinggalinya cukup besar. "Gede juga ya," komentarnya.
"Kamu suka kan?" tanya Mira.
"Suka!" Acha tersenyum lebar. Dia dan ibunya keluar dari mobil. Segera bergabung bersama Rizal dan Bimo yang datang menggunakan mobil mereka sendiri.
"Ayo kita lihat ke dalam dulu! Sambil menunggu truknya datang," ajak Rizal. Dia membuka pintu rumah. Masuk lebih dulu ke sana.
Mira mengiringi Rizal. Keduanya sesekali bicara. Mereka juga menyebutkan kamar yang akan di tempati.
"Kalian pilih sendiri kamarnya! Jangan berantem ya!" ujar Mira. Menyuruh Acha dan Bimo memilih kamar.
"Kau bisa pilih duluan."
"Kak Bimo duluan deh."
Bimo dan Acha berucap di waktu bersamaan. Bimo langsung tergelak. Berbeda dengan Acha yang tersenyum malu-malu.
"Mending kita lihat-lihat dulu." Bimo merangkul pundak Acha.
Jantung Acha seketika berdebar-debar. Saat Bimo sangat dekat, dia bisa mencium aroma maskulin dari cowok itu. Sungguh, Acha sangat menyukai segala hal yang ada pada Bimo.
'Kalau di rumah ada Kak Bimo, disuruh tinggal seribu hari pun gue mau,' batin Acha.
"Mulai sekarang, aku nggak pengen lihat kau malu-malu lagi. Kita kan sekarang adik kakak," imbuh Bimo sembari membimbing Acha melangkah menaiki tangga.
"Aku usahakan deh," sahut Acha.
"Masa usaha, harus dong!" balas Bimo.
"Aku soalnya bukan tipe orang yang bisa langsung akrab, Kak. Harus adaptasi dan terbiasa."
"Kalau begitu, aku akan bikin kau terbiasa." Bimo mengusap puncak kepala Acha sambil tersenyum simpul. Membuat Acha kian terpana pada cowok itu.
Bimo melepas rangkulannya saat melihat sebuah kamar. Dia mendatangi kamar tersebut lebih dulu.
"Kayaknya kamar ini cocok untukmu," ucap Bimo.
"Kenapa bisa begitu?" tanya Acha.
"Lihat cat di dalam kamar." Bimo menyuruh Acha melihat ke dalam kamar. Benar saja, kamar itu memiliki cat warna pastel. Seperti warna sebuah es krim.
"Kak Bimo benar. Kalau begitu aku akan pilih kamar ini." Acha langsung memutuskan begitu saja.
"Yakin? Nggak mau lihat kamar lainnya dulu?" tanggap Bimo.
"Enggak deh. Lagian kamar ini posisinya dekat sama tangga. Mirip kamar di rumahku dulu."
"Oke." Bimo beranjak. Dia berjalan melihat kamar sebelah. Bimo meletakkan tas ranselnya di sana. Sepertinya dia akan memilih kamar itu.
Ketika Bimo beranjak, Acha langsung mengintip dari balik pintu. Ia mengamati Bimo. Acha hanya ingin melihat kamar yang dipilih cowok tersebut.
"Kamarnya ada di sebelah gue..." gumam Acha seraya menyandarkan dirinya ke depan pintu.
"Achaaaa! Bimoo! Cepat kemari! Truknya sudah datang!" Mira memekik dari lantai bawah.
Acha tersentak kaget mendengar panggilan sang ibu. Dia reflek memegangi dada. Lalu menghembuskan nafas dari mulut. Acha merasa harus lebih berhati-hati dalam menunjukkan kekagumannya terhadap Bimo.
"Ayo, Cha! Kita ke bawah!" Bimo keluar dari kamar.
Acha mengangguk. Dia segera berderap dari belakang Bimo. Mereka saling membantu untuk mengangkut barang. Terutama barang pribadi mereka masing-masing.
Acha, Bimo, Mira, dan Rizal saling berbagi tugas. Bimo dan Rizal bertugas mengangkut barang dari truk ke rumah. Sementara Acha dan Mira, merapikan atau menata barang yang diangkut oleh Bimo dan Rizal.
Bimo dan Rizal memilih mengangkat barang-barang yang berat lebih dulu. Keduanya sekarang baru saja selesai mengangkut semua barang berat. Hanya tersisa barang berukuran sedang dan kecil yang tersisa.
"Papah istirahat aja. Biar aku yang selesaikan semuanya. Nanti encok lagi pinggangnya," saran Bimo.
"Ini udah encok," sahut Rizal sambil memegangi pinggang. Dia perlahan duduk ke teras. "Ya sudah. Kau lanjutkan dulu. Nanti kalau tenagaku sudah terkumpul, kubantu lagi," sambungnya.
"Oke, Pah." Bimo beranjak menuju truk. Namun harus terhenti saat Rizal kembali bersuara.
"Ini bukan berarti aku melupakan kesalahanmu. Kau juga berhutang penjelasan padaku. Kau ingat kan?" tukas Rizal.
"Pah, sudah kubilang aku memakai uang itu untuk memperbaiki motorku," tanggap Bimo.
"Benarkah? Memperbaiki motor sampai hampir lima puluh juta? Kau apakan motor itu? Bukankah itu sama saja membeli motor yang baru?"
"Sudah, Pah. Aku nggak mau berdebat sekarang!" Bimo segera berjalan menjauh dari sang ayah. Dia memang akhir-akhir ini sering menghabiskan uang. Tidak heran Rizal marah dan curiga. Takut Bimo melakukan hal-hal yang buruk.
Rizal mendengus kasar. Tiba-tiba sebuah tangan menyodorkan sebotol cola untuknya. Dia tidak lain adalah Mira.
"Sudahlah. Percaya saja sama Bimo. Kalau kau terus menekannya seperti itu, maka hubungan kalian akan memburuk," ujar Mira. Sebagai istri Rizal, dia tentu tahu masalah yang dialami sang suami baru dengan Bimo. Mengingat mereka juga sering menceritakan masalah masing-masing pada satu sama lain.
"Mau bagaimana lagi? Ini sudah sekian kalinya dia menghabiskan banyak uang! Kau tahu aku tidak sekaya itu! Aku juga tidak akan bisa membeli rumah ini kalau bukan karena kau yang membayar lebih," ungkap Rizal.
"Tenanglah... Kita hadapi semuanya bersama mulai sekarang. Sebagai ibunya Bimo, aku akan mencoba dekat dengannya dan mencari tahu kenapa dia menghabiskan uang-uang itu," tutur Mira sembari mengusap pundak suaminya.
"Terima kasih... Mungkin saja dia bersedia mengatakannya padamu," tanggap Rizal. Setelah minum dan beristirahat cukup, dia kembali bergerak untuk mengangkut barang.
Pengangkutan barang dilakukan lebih dari satu jam. Kini semua barang sudah diangkut ke dalam rumah.
Mira sibuk membenahi kamar mereka. Sementara Rizal tampak duduk di tepi ranjang sambil meminum minuman dingin. Lelaki itu kelelahan.
Acha sendiri baru selesai membenahi kamarnya. Dia turun ke bawah dan melihat apa yang dilakukan sang ibu dan Rizal.
"Kak Bimo sekarang pasti kelelahan juga." Acha yang melihat Rizal, segera mengambil sebotol minuman segar. Dia berniat memberikan itu pada Bimo.
"Kak Bimo dimana ya?" Acha memeriksa berbagai sudut rumah. Sampai dia memeriksa kolam renang. Acha bisa melihat kolam dari dalam rumah. Sebab dinding yang menghelat berupa kaca.
Acha mematung di tempat. Terpaku melihat ke arah Bimo. Bagaimana tidak? Cowok itu melepas kaos baju atasannya. Hingga bentuk badan Bimo yang cukup atletis terlihat. Sebagai cowok, dia juga memiliki kulit putih bersih.
Acha menggelengkan kepala sambil memejamkan mata. Dia berusaha menyadarkan diri. Karena lagi-lagi dirinya melihat Bimo bergerak dalam mode slow motion.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Junifa
seru thor🥰
2023-06-09
0
Nunu
lanjut dong Thor . 2 bab gitu 😂
2023-06-08
0
Kristina Sinambela
cerita ini bayankin up dong thor
2023-06-08
1