STARLA MEISYA

“Diva, semakin hari lo semakin cantik. Apalagi kalau kacamatanya dilepas.”

“Mereka siapa?” Starla memandang lurus empat laki-laki yang sedang menggodai gadis nerd berkacamata bulat. Oh, lebih tepatnya, hanya satu diantara mereka.

“Lo nggak kenal mereka siapa, Tang?” tanya sahabatnya, Kiki. Kiki Rahmawati, lebih lengkap. Mereka mengenal sejak hari pertama masa ospek.

Starla mendengus sebal, “Ki, panggil Starla aja!”

“Gue lebih suka panggil lo Bintang,” pungkas Kiki.

“Hm, terserah kamu deh. Yang aku nanya sekarang, mereka itu siapa?” Mata Starla mengerling pada keempat laki-laki itu.

“Acme,” bisik Kiki.

“Apa itu Acme? Mereka empat orang dengan satu nama yang sama?” tanya Starla dengan tatapan yang polos dan itu terlihat sangat menggemaskan.

“Starla Meisya, sekalipun anak kembar pasti namanya dibedakan. Iya kali mereka namanya sama,” gerutu Kiki.

“Ya kamu kalau jelasin itu yang benar, jangan setengah-setengah.”

“Acme itu nama komunitas, dan mereka bagian dari Acme. Dan lo lihat cowok dengan mata abu-abu itu, cowok blasteran Amerika itu namanya Yehezkiel. Dia pemimpinnya,” jelas Kiki.

“Oh, dia anak yang punya Yayasan Palm,” imbuh Kiki.

Starla mendengar dengan jelas semua penjelasan sahabatnya, namun matanya tak lepas dari perbuatan salah satunya. Kasihan gadis itu, pikirnya.

“Dan yang gangguin-” Kiki terperangah melihat Starla sudah disana. Lebih tepatnya dia berdiri tepat di hadapan Juna. Juna Fransisco Emmerick.

“Astaga, Starla, baru juga mau gue nasihati,” omel Kiki.

***

“Hai, cantik. Lo mau juga kayak Diva, hm?” tanya Juna.

“Kamu nggak punya lawan yang sepadan sampai harus gangguin dia?” balas Starla, “emang salah dia apa sama kamu?”

“Wih, maba ni kayaknya,” sambung laki-laki disamping Juna. Namanya Darren. William Darren Jonathan, si playboy dari fakultas teknik.

“Mata kamu nggak usah jelalatan!” tegur Starla pada Darren.

“Udah cantik, berani juga lo ya,” ungkap Darren.

“Anak Sastra lo?” Devandra buka suara akhirnya.

Starla mengangguk, “bilangin sama dua teman kamu itu nggak usah ngerjain orang.”

“Jaminan apa yang bakal lo kasih kalau gue bisa lolosin nerd satu ini?” Devan menarik kursi dan duduk tepat di hadapan Starla, jempol kanan nya mengusap nakal bibir bawahnya. Aish, Starla gugup melihat tingkah kakak tingkatnya ini.

“Menarik,” batin Devan.

Starla tak tahu harus menjawab apa. Ia takut salah bicara dan akan merugikan dirinya sendiri. Tidak-tidak. Starla tidak ingin berurusan dengan mereka.

“Nggak pakai jaminan.” Starla memperhatikan laki-laki yang juga masih menatapnya.

Mahasiswa dengan tato pada tangan dengan gambar mawar dan beberapa gambar lagi, dan pada lehernya yang hanya sebait kalimat yang entah apa tulisannya. Starla menerka pasti dibalik kaos hitam yang dikenakannya, masih ada tato lagi. Gila juga sih.

“Udah puas lihatnya?” goda Devan yang langsung membuat Starla tersentak.

“Eh, nggak kok. Aku cuma-ehm,” Starla mulai mencari-cari alasan apa yang tepat untuk menutupi salah tingkahnya sekarang. “Aku cuma-”

“Mau lihat yang bagian mana lagi?” tantang Devandra, “biar gue buka sekarang.”

“Devan anjir,” umpat Juna disampingnya.

Yehezkiel, si dingin dan ketus itu hanya menarik senyum tipis melihat Starla sudah keringat dingin di tempat.

“Mau lihat yang mana lagi?” tanya Devan sekali lagi. Ia bangkit dari kursi. Tinggi Starla hanya 150cm membuat laki-laki itu sedikit menundukkan kepalanya.

“Takut, hm?”

Starla memberanikan diri untuk membalas tatapan itu, “nggak! aku nggak takut.”

Sekarang semua mata di kantin itu menatap dua anak manusia yang saling melempar tatapan yang sulit diartikan. Yehezkiel maju satu langkah dan membisikan sesuatu pada Devan, dan muncullah seringai nakal dari bibir laki-laki tersebut.

“Selamat lo hari ini. Ada hal yang lebih penting dibandingkan cewek tepos kayak lo,” sindir Devan. Keempat lelaki itu berbalik, hendak meninggalkan kantin sebelum akhirnya Starla kembali bersuara.

“AKU NGGAK TEPOS, YA!” teriak Starla begitu saja. Gadis itu pun langsung membekap mulutnya mendengar tawa kencang dari penghuni kantin.

Devan terkekeh mendengar ucapan yang menurutnya terlalu frontal. Ia balik, kembali menghampiri Starla. “Mau gue buat berisi?”

***

“DASAR COWOK NYEBELIN!” NAMANYA SIAPA SIH?”

Starla meraung di parkiran kampus. Beberapa orang disana memperhatikan tingkah anehnya, hanya Kiki yang masih bisa tertawa melihatnya.

“Devandra,” jawab Kiki yang mulai memakai helm.

“Siapa?”

“Azlan Devandra. Anak salah satu donatur di kampus ini,” sahut Kiki, “pakai helm lo.”

“Aku nggak peduli mau dia anak donatur. Cowok rese mesum,” tanda Starla. Sambil marah-marah, tangannya sibuk memakai helm.

“Awas aja kalau aku ketemu dia lagi.”

“Ini kenapa juga susah banget helmnya,” gerutunya kesal.

“Kenapa kalau ketemu gue lagi?”

***

“Saya tunggu makalah kalian dalam dua hari. Siapkan juga power point untuk presentasi nanti. Deadline jam sembilan malam,” cetus dosen laki-laki yang membawa mata kuliah Matematika bisnis. Semua mahasiswa memberi salam setelah beliau keluar.

“Devan…,” panggil seorang gadis yang sedang berdiri diambang pintu kelas.

“Why?” Devan menghampirinya.

“Jangan ketus gitu. Tadi kamu ngapain di kantin Sastra dan siapa cewek itu?”

Sheren Abimana. Gadis bersurai pendek itu menatap selidik kekasihnya. Tadi sesaat selesai kelas siang, ia mendapat laporan bahwa kekasihnya itu menggodai salah satu anak Sastra.

“Buka siapa-siapa.” Devan melengos, tatapannya jatuh pada Darren yang akan menghampirinya. “Lo pulang duluan aja. Gue nggak bisa anter.”

“DEVANDRA!” Sheren berteriak karena Devan malah menghampiri Darren. Lelaki itu selalu mengabaikannya.

Devan sudah bersama Darren, obrolan penting sore itu harus dihentikan tatkala matanya menangkap seorang gadis yang mencak-mencak sendiri di tengah parkiran.

Lucu sekali, pikirnya.

“Nanti malam Yehezkiel ketemu calon istrinya. Jangan lupa ngumpul jam delapan di markas,” kata Devan, “ada hal penting yang mau gue selesaikan sekarang.”

Darren memiringkan kepalanya melihat kemana arah sahabatnya pergi. “Brengsek!”

Devan berjalan cepat menuju parkiran, ia mendengar celotehan gadis di depannya.

“Aku nggak peduli mau dia anak donatur. Cowok rese mesum.”

“Awas aja kalau aku ketemu dia lagi.”

Sedangkan sahabatnya, Devan pun tak tahu siapa namanya, membungkam mulut setelah mendapati dirinya sudah dibelakang Starla.

“Ini kenapa juga susah banget helmnya.” Devan membalikkan tubuh mungil mahasiswi yang tubuhnya seperti bocah SD.

“Kenapa kalau ketemu gue lagi?” Tangan kekar itu mengaitkan retention system atau tali helm yang sejak tadi menyusahkan gadis tersebut.

“Kamu-” Starla tergagap mendapati Devan tepat di depannya, memasangkan pengait helm padanya.

“Starla Meisya. Anak beasiswa dari Fakultas Sastra Indonesia. Bekerja part time di salah satu tokoh bunga dan juga restoran makanan siap saji yang tidak jauh dari kampus,” sebut Devan yang membuat Starla langsung membisu. Begitu juga dengan Kiki.

Devan menyebutnya secara lengkap.

“Lo cukup hebat untuk ngelawan orang yang bisa dengan gampang cabut beasiswa lo!”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!