Mengendarai motor, untuk pergi ke kantor. Perasaanku kini tak karuan, melihat perubahan istriku membuat aku tak bisa berpikir jernih lagi.
Sampai di depan kantor, Alex memanggil namaku. " Reza. "
Karena amarah yang menggebu gebu, membuat aku mengabaikan panggilannya. Namun Alex terus mengejarku, " heh, lu kenapa? Tumben pagi gini cemberut. "
"Lu nggak tahu aja, gue ini lagi sebel sama si Ainun Daniati. "
"Astaga, istri lu sendiri! Lu bilang sebel. Kenapa emang dengan dia?"
"Ahk, kalau diceritakan tidak akan selesai selesai kaya kereta api. "
"Kereta api?"
Alex tertawa renyah di hadapanku, membuat aku kesal dan berjalan lebih cepat dari langkah kakinya.
"Heh, Reza. "
Memukul pundak, " Apa lagi?"
Aku masuk ke dalam ruangan, dimana sosok Alex terus menguntil. Duduk, menatap layar laptop. "
Alex malah sengaja menggodaku, sambil mengedipkan mata, berulang kali.
"Sana pergi, jangan bikin emosi gue nggak terkendali. "
"Yaelah, cuman gue begini-in lu. Marah marah, biar nggak tegang lah. Brow. "
Alex kini memukul pundakku, " Heh, coba lu intropeksi diri lu sendiri. Sebelum lu kesal sama istri lu."
"Maksud lu. "
"Lu nggak tahu apa, jadi istri itu nggak gampang. Dia seharian di rumah mengurus anak, mengurus rumah 24 jam, bayangin dengan kesibukan dan rutinitas itu itu aja."
Aku mulai mendengarkan perkataan Alex, mengusap pelan janggut yang sudah memanjang.
"Tapi kan, suami juga cape. Kerja seharian, masa ia harus bantuin istri lagi di rumah nggak banget, keenakan tuh namanya. "
Alex memukul jidatnya, menggelengkan kepala.
"Kalau lu ngerasa istri lu nggak capek, coba lu gantikan perannya di rumah. "
"Ya gue juga mau kalau gitu. Soalnya kan jadi cewek bisa rebahan sambil main ponsel. "
"Mm, coba aja. Kalau lu emang pengen tahu realita sebenarnya. "
Alex pergi, setelah mengatakan hal itu. Membuat aku mengingat kejadian tadi pagi. Bagiku kejadian tadi pagi itu hanya mengigatkan saja pada Ainun, agar dia bisa menjadi istri penurut dan tidak banyak menuntut.
*****
Mengambil berkas, pekerjaan semakin hari semakin menumpuk, membuat aku mengacak rambut dengan kasar.
Sampai suara ponsel berbunyi.
(Reza, gimana kabar kamu nak?)
Pesan dari ibu membuat aku bersemangat. ( Reza sedang pusing bu, kerjaan di kantor banyak, istri di rumah bikin kesal saja.)
(Kasihan kamu nak, kapan kesini, ibu kangen sama cucu -cucu ibu.)
(Paling hari minggu bu.)
(Ya sudah, ibu tunggu ya. Oh ya Reza, kamu punya uang simpanan tidak. Kebetulan ibu butuh uang 3 juta.)
(Ada bu, nanti Reza transfer. Oh ya, istri kamu marah tidak kalau ibu pinjam uang kamu.)
(Ibu pake saja, jangan mikirin si Ainun itu, dia bisanya nuntut saja.)
(Nuntut kenapa nak?)
(Sekali sehari aku kasih 50 rebu, uangnya cepat saja abis. Di rumah kadang tak ada makanan, gula pun nggak ada. Makannya tadi aku kasih dia 20 ribu.)
(Astagfirullah nak, kamu nggak boleh kaya begitu sama istri, bagaimana pun dia istrimu. Kamu lebihkan saja uangnya, jaman sekarang uang lima puluh ribu tak cukup, ibu juga kadang kewalahan ngatur duit segitu walau hidup sendiri. )
(Ahk, iya iya bu. Nanti Reza kasih lebih uang belanja Ainun. Padahal dia sudah enak enak di rumah nggak pusing, nggak kerja. Ngapain harus kasih uang banyak.)
(Jangan sepelekan wanita yang hanya menjadi irt saja, kamu harus bersyukur. Karena istri kamu, anak anak bisa tubuh sehat dan pintar.)
Aku langsung menghentikan obrolan, di dalam pesan, merenungi perkataan ibu yang seakan akan membela istriku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments