Sambutan Meriah

"Wanita itu seorang titisan dewi, jadi aku berpikir akan membawanya pulang ke istana. Maka selanjutnya akan menjadi urusanku," sahut Xavier dengan menatap tajam ke arah Baron.

"Baik, Baginda Xavier." Baron mengikut tanpa membantah, meskipun ia masih belum percaya sepenuhnya tentang kehadiran titisan dewi dari dalam diri wanita itu. Hingga membuat batinnya bertanya-tanya. "Mungkinkah itu benar? Jika memang mungkin, maka kenapa bisa wanita ini terdampar di tepian pantai? Sudah pasti dia memiliki kekuatan khusus yang tidak sama sekali kami memiliki. Tapi sudahlah, aku hanya cukup menjaga Baginda Raja jika wanita itu berbuat buruk."

Kereta lainnya beserta dua kuda, yang jelas-jelas berasal dari istana berhenti di dekat sebuah gua saat terlihat tenda milik Xavier ada di dekat.

Seorang wanita cantik dengan gaun biru muda turun dari kereta kuda dalam keadaan cemas. Ia langsung berlari memeluk Xavier dengan penuh kasih sayang.

"Kau baik-baik saja, Xavier? Aku merasa begitu takut kalau terjadi sesuatu padamu, harusnya kau ikut dengan keluargamu bukan menyelematkan diri seorang diri seperti ini," tanya Pandora yang memastikan keadaan sang raja.

Pandora Tessa, sang ratu sekaligus istri dari Xavier. Mereka belum lama ini menikah, tetapi tidak ada raut kebahagiaan dari wajah Xavier saat wanita itu datang mencarinya sampai-sampai pelukan tidak terbalaskan.

Jika selama ini, Xavier dan Pandora selalu menyembunyikan kebencian saat di depan banyak orang, namun sekarang dengan terang-terangan Xavier memperlihatkan rasa tidak sukanya terhadap sang istri yang tidak lain terjadi pernikahan karena perjodohan antara kedua pihak istana.

Hal itu membuat Pandora merasa terheran, terlebih keromantisan yang mulai hilang saat ia mendekati Xavier.

"Sang raja kenapa? Apa dia ingin seluruh penduduk tahu kalau aku dengannya tidaklah saling mencintai seperti yang orang lain duga?" batin Pandora dalam kebingungan.

Xavier ingin segera melangkah pergi masuk ke dalam gua, tetapi dengan cepat Pandora justru mengikuti langkahnya.

"Tunggu dulu, Xavier."

"Ada apa? Kenapa kau sampai mengikuti ku ke sini? Hanya ada Baron, jadi tidak perlu bersikap manis padaku," tanya Xavier dengan terang-terangan.

"Aku tahu itu, tapi bagaimanapun kau tetaplah suamiku. Meskipun sudah dua bulan kita menikah, dan sama sekali kau tidak menyentuhku. Tetap saja, aku berhak tahu keadaan dari penguasa istana, apa itu salah?" Pandora berusaha membalas sikap tak acuh yang selalu ia terima.

"Salah karena rasa cemas hadir di saat kau mencintaiku, tapi kita sama-sama tidak saling mencintai. Jadi, jangan berharap aku menyentuhmu di dalam pernikahan ini."

"Xavier, lalu kenapa kau memperlihatkan sikap buruk ini di depan orang lain? Kita sudah sepakat, bukan?"

"Tidak ada orang lain, selain hanya Baron yang tahu semuanya tentang kita. Jadi, tidak perlu bersandiwara. Sekarang pulanglah, aku akan pulang dengan kereta kuda ku sendiri," usir Xavier secara tidak langsung sembari ia berjalan ke arah Pythia yang masih tertidur pulas.

Tidak ada jawaban, namun Pandora hanya melihat. Sampai membuatnya bingung ketika ada wanita lain di dalam gua bersama dengan suaminya.

"Siapa dia? Apa kalian sudah bermalam di sini berdua?"

"Aku sudah bilang, ada Baron di sini. Jadi kami bertiga. Pandora, jangan terlalu bertingkah seolah-olah kau sedang pubertas. Pergilah, ini perintah sang raja," ketus Xavier dengan tegas.

Tidak mau tahu, Pandora akhirnya memilih pergi walaupun kecemasan di dalam hatinya semakin bertambah. Berbeda dengan Xavier yang perlahan-lahan mulai membangunkan tidur Pythia.

"Kau masih ingin tidur, Pythia?" tanya Xavier dengan penuh perhatian.

Wanita itu menguap sembari menjawab dengan anggukan kecil. Xavier mengerti. "Ya sudah, aku akan menggendong mu. Kita akan pulang ke istana."

"Apa? Istana?" Sontak membuat Pythia terkejut. Terlebih ia baru kali ini mendengar nama itu. "Apa istana itu seperti di dalam dunia dongeng?"

"Hei! Dongeng apanya? Ini kenyataan, Pythia. Ayolah kita pulang ke istana. Daripada terjadi sesuatu denganmu di sini, apalagi binantang buas biasanya sangat menyukai gua hangat seperti ini, bukan?"

"Baiklah, tapi aku bisa berjalan sendiri."

"Tentu, aku tidak akan memaksa menggendong mu jika kau keberatan."

Perlahan Pythia melangkahkan kakinya, namun ia merasa sedikit perih di bagian pinggang dan pahanya. Terasa aneh, tetapi tetap berusaha berjalan dengan biasa.

Langkahnya lain membuat Xavier menahan tawa sampai batinnya berkata. "Apa mungkin karena mahkota keperawanannya hilang? Sampai dia berjalan seperti anak kecil saja. Lucu sekali."

Di dalam perjalanan, Pythia hanya melihat gurun pasir yang luas setelah ia melewati lautan yang luas. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya, namun ia sangat asing dengan tempat ini.

Hanya terlihat bayang-bayang kenangan dalam benaknya, saat mencoba mengingat tentang kejadian tersebut. Namun justru, bayangan lain yang samar-samar membuatnya semakin membingungkan.

"Sebenarnya siapa diriku? Bahkan namaku saja tidak lagi aku ketahui, dan tas ransel ini ... hanya ada sebuah buku catatan kecil, tidak adanya ponsel atau barang pengenal lainnya," batinnya sembari membuka tas miliknya yang masih tersemat.

"Kau baik-baik saja?" tanya Xavier ketika melihat Pythia sibuk sendiri dengan tas ranselnya.

"Ya, aku baik. Tapi, wajahmu dan tempat ini sangat asing bagiku. Kau bisa memberitahukan sesuatu?"

"Aku hanya tahu jika dirimu sebagai titisan dewi bagi duniaku, jadi sekarang jangan pikirkan apapun dulu, oke?"

"Ya, baiklah. Tapi, Xavier, apa kau seorang peternak kuda? Kenapa banyak sekali kuda di sini? Bahkan tidak ada mobil satu pun."

"Tentu saja ada mobil, Pythia. Tapi, ini jalan gurun, jalan pintas yang menuju ke istanaku. Mobil hanya dipakai di jalan aspal. Nanti kau sendiri akan melihatnya. Tapi, bagi penduduk istana menunggangi kuda jauh lebih disukai daripada memakai mobil yang lebih rentan menimbulkan banyak polusi."

"Oh begitu, ya. Baiklah sambil menunggu aku akan tidur kembali."

"Tentu, lakukan yang kau inginkan, Pythia."

***

Memasuki aula pekarangan Kerajaan Royaley, para penduduk istana semuanya memberikan hormat dengan tertib saat sang raja mulai kembali, namun mereka kembali melanjutkan aktivitasnya yang berusaha gotong royong setelah badai besar menghancurkan beberapa tempat.

Namun tiba-tiba, seorang pendeta berjalan mendekat ke arah kereta kuda saat melihat seorang wanita dengan kulit putih bersih dan rambut pirang. Ia tercengang terlebih tidak ada satu pun diantara mereka yang berkulit seperti itu.

"Ada titisan dewi datang! Semuanya lihatlah!" Pendeta Zhong istana berteriak keras sampai membuat semua orang tersenyum bahkan ada yang tertawa gembira.

Begitupun dengan Xavier yang merasa bahwa ini menjadi sebuah kemenangan yang paling ia sukai. Lalu seorang wanita yang memegang penyapu mendekat.

"Hormat, Baginda Raja Xavier. Aku senang melihatmu kembali ke sini, tapi aku sendiri merasa sangat bahagia ketika ramalan yang pendeta katakan menjadi kenyataan. Apa benar wanita itu seorang titisan dewi yang nantinya akan membawa cinta serta kesejahteraan di istana kita?" tanya Cilo selaku sahabat baik dari sang raja sekaligus ia anak dari sang pendeta.

"Seperti yang kau lihat sekarang, Cilo. Dia akan menjadi istri kesayangan ku. Siapkan acara pernikahan serta pesta yang meriah untuk menyambutnya di istana kita!" perintah Xavier setelah berdiri di atas kertas kuda dengan penuh kebesarannya.

Terpopuler

Comments

Bintang Ray234🌸🌸

Bintang Ray234🌸🌸

Ak baca dua episode dulu ya kak, ntar ak mampir lagi

2023-06-09

0

Bintang Ray234🌸🌸

Bintang Ray234🌸🌸

Semangat terus ya kak, bagus banget cerita nya💪💪👍👍🌸🌸

2023-06-09

0

After

After

kasian ratu pertama nya

2023-06-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!