“Tidak apa-apa bu Mesi, Sian akan tetap bersekolah di sini karena biayanya tidak akan murah jika pindah ke kota” ucap Aya yang menyembunyikan kekayaannya.
“Dan satu lagi Mom, Sian sering diejek oleh temannya karena kemampuannya dan tidak memiliki ayah, bisa saja Sian memiliki ingatan buruk yang berdampak pada tumbuh kembangnya apalagi mengidap trauma, jika tidak ditangani lebih lanjut” tambah bu Mesi.
Setelah mendengar penjelasan Bu Mesi, Aya berpikir untuk memindahkan Sian ke lingkungan yang baru, mengingat kemungkinan terburuk bisa terjadi pada putra semata wayangnya.
Banyak pertimbangan yang harus diperhatikan, dua kemungkinan akibatnya jika memindahkan Sian ke kota. Sian bisa dipastikan mendapatkan pendidikan yang terbaik ke depannya, dan akan menjadi seorang yang cemerlang, namun di sisi buruknya adalah, Aya tidak menginginkan sekecil apapun kemungkinannya untuk bisa bertemu dengan ayahnya Sian.
Aya meminta pendapat dari Jinrua, pilihan apa yang terbaik untuknya dan juga Sian.
“Jujurlah padaku, siapa sebenarnya ayak kandung Sian?” cecar Jin pada Aya.
“Dia sudah mati,”
“Jika tidak kamu katakan bagaimana aku bisa membantumu?”
“Aku tidak tahu namanya, siapa dia, dimana ia tinggal, yang kuingat hanya wajahnya sama persis dengan Sian” jawab Aya.
“Gila memang, inilah hasilnya jika kamu membahayakan diri sendiri, jika aku tahu kamu merencanakan ini pasti akan aku larang” kata Jin yang memarahi Aya.
“Terus gimana?” tanya Aya kebingungan.
“Coba pikir sebentar, kemungkinan bertemu dengan ayahnya Sian nol koma sekian persen jika takdirmu baik pasti kalian tidak bertemu. Fokuslah pada Sian saja”
Setelah berpikir sesaat, menimbang-nimbang perkataan Jinrua, Aya telah membuat keputusan untuk membawa Sian kembali ke rumah demi pendidikannya.
Ia kembali ke sebuah apartemen yang telah disewanya padahal ia memiliki rumah besar peninggalan kedua orang tuanya. Ia tidak menempatinya karena tidak ingin mengingat masa sedih yang ia alami.
Dengan bantuan Jinrua, Aya dan Sian bisa tinggal di dekat dengan sekolah Sian yang baru.
“Mama tidak pernah bilang kalau kita kaya di kota,” ucap Sian yang senang dengan lingkungannya yang baru. Ia menikmati kehidupannya yang lebih baik daripada di pinggiran kota selama hidupnya.
“Maafkan mama ya sayang, semua ini milik Sian, mama janji akan memperbaiki hidup kita kedepannya, mama tunjukkan kamar Sian, lengkap dengan komputer terbaru, ingat! Pakai itu untuk sekolah tidak yang lain” wanti- wanti Aya pada Sian yang sudah paham di usianya yang ke enam tahun.
Sian menikmati fasilitas mewah yang tidak pernah ia rasakan di rumahnya yang dulu.
***
Hari pertama sekolah, Sian sangat bersemangat, ia tidak sabar melihat fasilitas yang ada di sekolahnya.
Mereka berjalan bergandengan menuju ruang kepala sekolah. "Selamat pagi mam, Halo Sian sini duduk" sambut kepala sekolah dengan ramah.
"Hari ini Sian sangat bersemangat, bolehkah saya ikut mengantarnya ke kelas?" tanya Aya.
"Silahkan mam, mari saya antarkan ke kelasnya Sian" jawab kepala sekolah.
“Mama tidak usah mengantarku sampai ke kelas, aku bisa mencarinya sendiri” ucap Sian langsung berjalan tanpa di dampingi Aya dari ruang kepala sekolah.
"Lihatlah anak itu, berapa tidak mengerti perasaan mama nya" keluh Aya yang terharu melihat anak nya sangat dewasa di usianya.
"Dia pasti akan cepat mendapatkan teman" lanjut kepala sekolah.
“Semoga dia suka dan betah di sini, Saya minta bantuannya untuk menjaga Sian di sekolah ini, ia anak yang cerdas hanya saja sebelumnya kami tinggal di pinggiran kota.” pesan Aya kepada kepala sekolah.
"Sian sudah menjadi tanggung jawab kami, pasti kami akan menjamin keberlangsungan dan keberhasilan ia menempuh pendidikan di sekolah di sini"
"Kalau begitu saya pamit, titip Sian" pamit Aya.
***
“Anak-anak hari ini kita mendapat teman baru yang baru saja pindah ke sini, masuklah nak” perintah wali kelas Sian yang baru Ibu Tanta.
“Nama Sian Gutama, senang bertemu kalian” salam Sian pada teman-teman sekelasnya yang baru.
Sian duduk di pojok belakang karena memang hanya bangku itu yang kosong. Selama pembelajaran ia sangat antusias dan bersemangat.
Waktu istirahat, “Hei anak baru, dari keluarga mana kamu berasal?” tanya anak pemilik mal.
“Kamu tidak tahu, dia dari kampung, mungkin OKB, orang kaya baru” ejek teman-temannya yang sangat menyepelekan Sian yang katanya kampungan.
Penampilan Sian memang sedikit dekil dengan seragam barunya karena terlalu lama bermain di luar ruangan bersama teman- temannya di kampung dulu.
“Hentikan, jangan membuat gaduh, mau aku adukan bu guru” ancam Mian, anak perempuan yang menjadi ketua kelas. Mian memang bukan anak dari orang kaya, namun ia memiliki segudang prestasi sehingga teman-temannya menghormatinya.
“Aku Mian, jika mereka mengganggumu lagi bilang saja padaku” ucap Mian, sejak saat itu mereka berteman.
Waktu pulang sekolah, kebanyakan anak di sekolah itu dijemput dengan mobil mewah, Sian menunggu dijemput Aya yang sangat telat datang.
“Hei OKB, mana mobilmu?”
“Mungkin dia malu kalau mobilnya butut” ejek anak pemilik mal yang sombong.
“Jemputan mu belum datang ya, mau ikut denganku?” ajak Mian yang dijemput papanya dengan mobil antar jemput catering.
“Tidak, nanti mamaku bingung jika aku tidak menunggunya.” Jawab Sian menunggu Aya datang sangat terlambat.
Geng anak pemilik mal dengan sengaja ingin membuktikan seberapa cupu anak baru yang terlihat dekil.
Beberapa kali mobil yang mewah hanya melewatinya, terakhir datang mobil berwarna putih berhenti di depan Sian.
Aya turun dari mobil, mengenakan dress yang berwarna putih juga, rambut tergerai panjang, memakai perhiasan di lengan juga lehernya.
“Maafkan mama ya sayang, tadi harus mengurus surat kepindahan kita, besok mama janji tidak akan terlambat” kata Aya yang sedikit membungkuk menjelaskan pada Sian atas keterlambatannya.
Geng anak pemilik mal itu kagum melihat Aya yang muda dan terlihat cantik, mereka iri karena ibu mereka tidak pernah menjemputnya sendiri, hanya sopir yang mengantar jemput.
Di dalam mobil, ”Gimana tadi sekolahnya? Sudah dapat teman dong pastinya, anak mama kan keren” puji Aya pada anaknya yang sebenarnya tampan hanya saja terlihat dekil karena terlalu banyak main di luar.
“Kenapa diam saja, pasti sudah lapar ya, kita makan ayam goreng pasti kamu akan suka” ajak Aya pada Sian yang masih terdiam lesu.
Setelah makan mereka pulang ke apartemen, Sian langsung ke kamarnya untuk beristirahat sedangkan Aya masih beberes dengan barang-barang yang dibawanya dari rumah yang dulu.
Keesokan harinya di sekolah, teman- temannya terus saja membanggakan ayah mereka apalagi anak pemilik mal, Marco.
“Papaku sudah menjadi anggota klub golf yang tidak sembarangan orang bisa di terima”
“Walaupun papaku masih belum ikut keanggotaan klub golf, tapi kemarin aku dibelikan sepatu ini, hanya ada tiga yang di dunia ini”
“Kalau papaku, berjanji mengajak liburan ke eropa akhir semester ini”
Mereka menyombongkan kekayaan dan kegagahan seorang ayah yang tidak dikenal l oleh Sian sejak lahir.
“Hei OKB, gimana dengan papamu, kemarin yang aku lihat mamamu kan yang jemput, jangan-jangan kamu tidak punya papa, hahaha” ejek Marco.
“Bisa jadi dia anak yang lahir tanpa papa, kamu lihat sendirikan Co, mamanya masih sangat muda dan cantik, mungkin dia seorang selingkuhan, ha ha ha ha” ledek teman yang lain.
Dengan berani Sian menghampiri Marco yang telah menghinanya, “Aku punya papa, dan dia lebih hebat dari papa kalian” ucap Sian membela diri.
“Buktikan omong kosong mu itu, anak selingkuhan!” ejek Marco pada Sian.
Ejekan demi ejekan, berbagai ledekan yang diucapkan teman sekelasnya anak selingkuhan tanpa ayah membuat Sian marah pada Aya dan terus meminta dipertemukan dengan papanya. Setiap kali bersama Aya, ia selalu ingin papa yang hebat.
“Papa kamu sibuk sayang, dia tidak bisa bertemu dengan kamu”
“Mama bohong, berarti benar yang dikatakan teman-teman kalau mama adalah selingkuhan dan Sian tidak punya papa”
“Sian! Jaga ucapanmu, “ bentak Aya membuat Sian menangis ke kamarnya.
Melihat kerasnya sifat Sian, Aya terpaksa menghubungi Jinrua untuk meminta pertolongan.
“Jin bisakah kamu ke apartemen sekarang, Sian selalu ingin bertemu dengan papa, setiap hari ingin papa, dia terus membicarakan papa, pusing aku dengar rengekannya setiap hari” minta Aya pada Jinrua.
“Satu jam lagi aku ke sana, masih ada pertemuan terakhir dengan klien” jawab Jinrua melalui ponsel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments