Jika suatu kebahagiaan itu harus tertunda, semoga kemudahan mengiringinya. Jika pernikahan itu harus berjarak, semoga keberkahan tak meninggalkannya.
Ayah pernah berkata, untuk alasan apa pun selama itu mengarah kepada kebaikan, taatlah pada suami. Namun, bagaimana jika sebuah pernikahan harus berjarak sejenak karena beberapa pertimbangan?
Masalah rumah tangga memang beragam dan tak terduga, tapi bagaimana pun masalahnya, semoga mahligai cinta itu tetap dapat terwujud.
________________________________________
Satu bulan telah berlalu sejak kepergian sang ayah, sekaligus pernikahannya. Dan sudah satu bulan juga Alula tinggal di rumah yang berada tepat di samping rumah Arya dengan pagar kecil sebagai pembatasnya.
Kicauan burung mulai terdengar menjemput pagi yang mulai menyongsong. Jam weker di kamar bernuansa pink itu sudah berbunyi sejak 10 menit yang lalu, tapi tak kunjung membangunkan sang empunya kamar.
Kini tak hanya jam alarm yang berbunyi, suara ponselnya pun mulai ikut berdering beberapa kali yang menandakan seseorang sedang meneleponnya. Alula mulai menggeliatkan tubuhnya karena mulai merasa terganggu.
Dengan mata yang masih teprejam, tangannya meraba ke segala arah untuk mencari ponsel. Namun, karena tak kunjung mendapatkannya, dengan sangat terpaksa ia membuka matanya yang kini tampak merah dan sedikit perih.
"Assalamu 'alaikum," ucap gadis itu dengan suara serak khas bangun tidur.
"Wa'alaikum salam. Hey bocah, jangan bilang kamu baru bangun!" Suara Nanda terdengar begitu nyaring dari seberang telepon hingga membuat Alula menjauhkan ponsel itu sejenak dari telinganya.
"Apaan sih? Aku masih ngantuk, bye ...."
"Stop! Kuperingatkan yah, sekarang kamu harus ke sekolah, oke? SEKARANG! Kepala sekolah galak kita sebentar lagi akan masuk."
Mata Alula yang tadinya kembali terpejam seketika terbuka lebar, lalu menatap ke arah jam weker yang sudah menunjukkan pukul 07.30.
"Astaghfirullah, aku terlambat." Alula segera mematikan ponselnya secara sepihak lalu berlari ke kamar mandi untuk bersiap.
"Mandi nggak yah," monolonya di depan cermin sambil menggosok gigi.
"Tidak usah saja deh, dari pada aku terlambat, bisa habis aku di makan pak kepsek galak itu."
Alula segera keluar dan memakai baju, kemudian dengan cepat ia menyambar tas dan tugas yang sudah membuatnya begadang hingga subuh.
Alula keluar dari dalam rumahnya sambil menatap jalan kesana-kemari mencari tukang ojek. Namun, matanya seketika berbinar saat mendapati Arya baru saja memasuki mobilnya dengan setelan jas yang rapi.
"Om, Om, tunggu!" Alula berdiri tepat di depan mobil Arya saat hendak lewat di depan rumahnya.
"Apa?" tanya Arya begitu dingin tanpa ekspresi. Ia sudah tidak peduli lagi jika dia masih saja di panggil om oleh istrinya sendiri. Sudah berkali-kali ia memperingatkan, tapi pada akhirnya Alula akan kembali memanggilnya dengan sebutan om.
Meski sudah menikah, sikap laki-laki itu masih saja sama, dingin dan datar. Padahal, ini bukan pertama kalinya mereka bertemu lagi setelah tinggal di rumah yang berbeda.
Nyatanya, Alula begitu sering memanggil Arya hanya untuk membantunya mengangkat galon, memasang gas, mengganti lampu yang mati, dan masih banyak lagi. Padahal Arya sudah menawarkan asisten rumah tangga untuknya, tapi Alula menolak karena tidak terbiasa tinggal dengan orang asing.
"Tolong anterin aku ke sekolah, Om. Aku telat, nih!" pinta gadis itu masih di tempat yang sama.
Arya terlihat membuang napas kasar lalu melihat arloji yang melingkar di tangannya. "Ya sudah, cepat naik!"
"Oke, Om," ucapnya girang lalu segera memasuki mobil.
Sepanjang perjalanan, suasana di mobil itu tampak hening. Namun, berbeda dengan keadaannya, Alula justru dibuat risih karena Arya sejak tadi selalu melirik ke arahnya.
"Kenapa lirik-lirik, Om? Aku cantik, yah?" Alula memperlihatkan senyum percaya diri dengan alis yang dinaik-turunkan.
Arya yang mendapat senyuman seperti itu dari anak kecil langsung bergidik ngeri dan memalingkan wajahnya.
"Dih, pede sekali anak kecil ini," gerutu Arya, membuat Alula langsung memelototkan mata ke arah laki-laki yang merupakan suaminya itu.
"Kamu tidak mandi, yah?" Arya kembali bersuara tanpa melirik ke arah gadis di sampingnya.
"Ih, kok Om ini tahu?"
"Tuh, di pipi kamu ada bekas iler, dasar jorok," sambung Arya seolah tahu apa yang di katakan Alula dalam hati.
Alula refleks menutupi kedua pipinya dan melihat ke arah cermin yang berada di sun visor.
"Astaghfirullah, memalukan sekali."
Gadis itu segera membersihkan pipinya dengan tisu basah yang selalu ia bawa di dalam tasnya. Suasana hening pun kembali menghampiri mobil itu, masing-masing sibuk dengan urusan mereka sendiri.
Hingga tak terasa, mobil mereka pun tiba di depan sebuah gedung yang berada beberapa meter dari sekolah. Hal ini sengaja mereka lakukan agar tak ada yang mencurigai hubungan mereka.
"Kenapa belum turun?" tanya Arya karena Alula hanya diam di tempat dan menatapnya penuh arti.
Tanpa menjawab, Alula menengadahkan tangannya di hadapan Arya.
"Anu, Om. Uangku sudah habis, boleh minta lagi?"
Arya hanya menggeleng pelan lalu meraih dompetnya, kemudian ia mengeluarkan salah satu kartu atm dan memberikannya kepada Alula.
"Kenapa di kasi kartu lagi? Aku butuhnya uang, Om."
"Itu isinya uang, Alula."
"Tapi aku repot kalau mau narik sendiri, lebih gampang langsung minta, umurku juga masih belum cukup untuk memegang kartu seperti ini."
Arya kembali menarik kartu atmnya lalu mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah dan memberikannya kepada Alula. Entah dia harus senang atau tidak, Alula bukanlah gadis yang memanfaatkan kekayaannya untuk bersenang-senang. Gadis itu hanya menggunakan beberapa saja sesuai keperluannya.
"Terima kasih, Om. Assalamu 'alaikum," ucap Alula dan tanpa sadar menyalami tangan Arya dan menciumnya, kemudian turun dari mobil dengan cepat.
"Astaga, kenapa sekarang aku merasa seperti seorang ayah."
Arya lagi-lagi menggelengkan kepalanya karena merasa miris dengan nasib yang mengikatnya dengan anak di bawah umur. Namun, bagaimana pun juga, ia sudah berjanji kepada almarhum mertuanya untuk menjaga Alula. Dan menepati janji adalah salah satu prinsip hidupnya.
Arya kini melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju kantor saat itu juga, mengingat ia juga sudah terlambat. Tak menunggu lama, ia kini telah sampai di depan gedung perusahaan, di mana ia mengais rezeki di sana selama beberapa tahun.
Arya berjalan sedikit cepat karena pagi ini ia punya jadwal meeting dengan beberapa calon rekan bisnisnya. Namun, laki-laki itu dibuat terkejut saat di dalam ruangan meeting itu hanya ada Ferdi, sang asisten dan seorang wanita yang sedang membelakanginya.
"Loh, Fer, kenapa cuma segini yang datang? Mana yang lain?" tanya Arya pelan.
"Maaf, Pak. Beberapa calon rekan bisnis kita yang lain mengalami kendala sehingga tidak jadi kesini, mungkin di pertemuan selanjutnya baru mereka datang."
"Apa? Jika mereka memang ingin bekerja sama dengan perusahaan kita, harusnya mereka berusaha untuk datang. Ya sudah, batalkan saja kerja sama kita dengan mereka," titahnya kali ini dengan suara yang lebih besar, membuat wanita yang sejak tadi duduk sambil menggunakan laptopnya langsung berbalik.
Raut wajah wanita itu seketika berubah saat melihat Arya, senyumnya mengembang dan dengan cepat ia merapikan rambut dan pakaiannya sebelum akhirnya ia menghampiri laki-laki yang masih berdiri bersama Ferdi itu.
"Arya? Lama tidak berjumpa," ujar wanita itu sambil mengulurkan tangannya ke arah Arya dengan senyuman yang dibuat semanis mungkin.
Arya hanya menyambut jabat tangan wanita itu tanpa ekspresi karena masih merasa asing dengan wanita di hadapannya.
"Apa kamu tidak mengingatku? Aku Hany, Arya. Teman SMA kamu dulu"
Arya tampak berpikir sejenak, lalu di detik berikutnya ia menampilkan senyuman tipis di wajahnya. "Oh iya, Hany yah? aku sudah mengingatmu," balas Arya akhirnya.
Mereka sejenak saling berbincang membahas masa sekolah mereka, sebelum akhirnya memulai rapat bersama dan membahas kontrak kerja sama.
Belum juga meeting mereka berakhir, suara ponsel Arya kembali mengganggunya. Panggilan pertama langsung ia matikan, tapi beberapa detik berikutnya ponsel laki-laki itu kembali berdering.
Beberapa kali ia mematikan ponselnya, dan beberapa kali juga panggilan itu kembali masuk. Hingga akhirnya Arya memutuskan untuk mengangkat telepon itu.
"Halo."
"Halo, Pak. Apa ini dengan walinya Alula Marfu'ah?"
Arya langsung berdiri dan pergi ke luar ruangan meeting sejenak.
"Iya benar, ada apa, yah?" tanya Arya setelah berada di luar ruangan dan memastikan tak ada yang mendengarnya
"Alula, dia tiba-tiba pingsan tadi. Sekarang dia berada di ruang UKS. Bapak bisa menjemputnya sekarang."
"Apa?"
-Bersambung-
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Neulis Saja
pake acara pingsan lagi Lala kamu mah
2024-03-14
0