Jadilah Tetanggaku

Sebuah rumah tangga tidak selamanya berjalan sesuai rencana, ada saja ujian yang datang menerjangnya. Namun, bagaimana ujian itu terlewati, tergantung bagaimana cara mengatasinya.

_________________________________________

Arya terdiam seribu bahasa mendengar kata demi kata yang dilontakan oleh Ferdi, bisa-bisanya dia berpikiran sampai ke sana. Padahal dirinya hanyalah korban perjodohan yang tidak bisa memilih.

Arya sejenak berpikir, jika rumor itu menyebar, kemungkinan bisnisnya bisa saja berada dalam masalah, mengingat salah satu sasaran penjualan produknya adalah anak-anak.

"Hey, jaga mulut kotormu itu! Pe do fil apaan, dia ini sepupu jauhku, ayahnya di kampung baru saja meninggal makanya aku panggil ke kota ini agar dia bisa tetap melanjutkan sekolahnya," bohong Arya tentu saja.

Alula begitu terkejut mendengar jawaban dari Arya, laki-laki yang baru siang tadi mengucapkan ijab qabul di hadapan ayahnya. Padahal belum cukup satu hari usia pernikahan mereka, tapi laki-laki itu sudah mulai membangun dusta di dalam pernikahan, bahkan ia tidak mengakui dirinya sebagai istri.

"Hah? Kamu punya sepupu? Ku pikir ...."

"Udah-udah, tidak usah banyak mikir, sekarang masuklah dan bantu aku bawa barang-barang ini." Arya melemparkan beberapa kardus berisi buku kepada Ferdi, hingga membuat laki-laki itu mendengus karena perkataannya dipotong, padahal rasa penasarannya saat ini sedang memuncak.

.

.

.

Alula ikut duduk di sofa sambil memperhatikan Arya dan Ferdi yang kini sedang berbicara serius. Sejujurnya, ia tidak tahu harus kemana dan berbuat apa saat ini, memasuki rumah yang sangat besar itu saja sudah berhasil membuatnya kebingungan.

Sudah beberapa menit berlalu, tapi Arya sama sekali tidak mempedulikan keberadaan Alula, dia lebih memilih meladeni sahabatnya, sementara dirinya dibiarkan duduk sendiri bagai orang desa yang baru pertama kali menginjak kota. Entah dia lupa jika dia sudah menikah, atau dia memang sengaja abai.

"Astaghfirullah, lihatlah Om itu, bukannya memberiku makan dan tempat istirahat, dia malah asik cerita, apa dia lupa dengan tanggung jawabnya sekarang?"

"Om, aku lapar," ujar Alula setelah sekian lama menahan rasa kesalnya, sementara perutnya bahkan belum di isi sejak siang tadi.

Atensi kedua lelaki itu seketika beralih kepadanya.

"What? Om? Buahahahaha." Ferdi tertawa begitu keras mendengar panggilan Alula kepada Arya. "Ternyata kau ini Omnya, lalu kenapa kau malah mengaku sepupu jauh, apa sebegitu takutnya kau disangka tua?" sambungnya lalu kembali tertawa.

Wajah Arya kini memerah karena menahan malu dan marah di waktu yang sama. "Diam kau, Fer. Lebih baik kau pulang saja jika ingin tertawa mengejekku," gerutu Arya, lalu menatap ke arah Alula. "Dan kamu?" Arya menghentikan perkataannya, ia hendak mengatakan sesuatu, tapi ia teringat akan keberadaan makhluk lain di sampingnya.

"Hey, apa-apaan ini, kenapa kau malah mendorongku ke luar rumah? Apa kau ingin berduaan di rumah ini dengan keponakanmu itu, hah? Hati-hati, Bro, orang-orang bisa salah paham tentangmu ...." Suara Ferdi kini menghilang dan tak terdengar lagi saat Arya menutup pintu rumah.

Laki-laki berwajah datar itu kini berjalan menghampiri Alula yang sejak tadi kebingungan melihat sikapnya.

"Kenapa bengong? Ikuti aku sekarang!" titahnya lalu berjalan lebih dulu dengan langkah lebar, sementara Alula yang bertubuh mungil kini hanya bisa berlari-lari kecil mengikutinya dari belakang.

Arya menyuruh Alula untuk duduk di dekat meja makan saat mereka telah tiba di sebuah ruangan yang cukup luas, di mana dapur berada satu ruangan dengan meja makan. Hanya ada meja bar berukuran sedikit panjang yang menjadi pembatas di antara keduanya, sehingga meski sedang duduk di dekat meja makan, Alula masih dapat melihat Arya yang sedang sibuk di dapur dengan menggunakan apron memasak, lengan baju yang ia gulung sampai ke siku menambah kesan gagah dari laki-laki berusia kepala tiga itu.

Tak menunggu lama, kini Arya datang dengan membawa dua piring nasi kari ayam yang ia letakkan di hadapan Alula dan di hadapannya. Aroma dan tampilan makanan tersebut sangat menggugah selera Alula yang memang sudah sangat lapar sejak tadi.

"Makanlah! Kita perlu bicara setelah ini."

Arya hendak menyendokkan makanan itu ke mulut, tapi terjeda saat Alula membaca basmalah dengan suara keras, seolah gadis itu sengaja menyindirnya yang memang sering lupa membaca doa makan.

Alula mulai melahap makanan itu dengan begitu hikmat. Lidah tak bisa berbohong, makanan yang ia makan saat ini sangatlah enak, hingga perasaan buruk yang sejak siang tadi menghampirinya karena nikah dadakan dan ditinggal pergi ayahnya seolah berkurang sedikit demi sedikit.

"Teima kosih, Um, masakanna enok."

Arya mengerutkan dahinya saat mendengar gadis di hadapannya berbicara dengan makanan yang masih banyak di mulutnya.

"Kalau mau ngomong telan dulu makanannya, itu makananmu berlepotan keluar dari mulut kamu, ish jorok tahu."

Alula hanya cengar-cengir merasa sedikit malu, ia kembali mengunyah makanannya sambil menuangkan air yang sudah tersedia di meja ke dalam gelas kemudian meminumnya.

"Apa kamu tidak ingin menuangkan air minum untukku," tanya Arya.

Tanpa berbicara, Alula segera menuangkan air di gelas baru lalu meletakkannya di depan Arya. Gadis itu kini diam memperhatikan cara makan Arya yang begitu elegan, sangat berbeda dengan cara makannya tadi yang terkesan seperti orang kelaparan, walau memang dia sedang kelaparan tadi.

Setelah memastikan laki-laki di hadapannya selesai makan, Alula hendak mengambil piring kotor milik Arya dan mencucinya, tapi Arya mencegahnya dan menyuruhnya kembali duduk.

Beberapa menit telah berlalu dalam keheningan, sebelum akhirnya Arya membuka pembicaraan lebih dulu.

"Apa kamu suka tinggal sendiri?"

Sebuah pertanyaan kini terlontar dari laki-laki itu. Alula hanya meresponnya dengan anggukan. Ia berpikir jika Arya ingin memberinya izin untuk tinggal di rumah almarhum ayahnya.

"Baiklah, aku akan memenuhi keinginanmu itu, khusus malam ini kamu akan tidur di sini. Dan mulai besok aku akan membeli rumah di samping rumah ini agar kamu bisa tinggal di sana."

"Apa? Aku ingin tinggal di rumah Ayah."

"Tidak bisa, aku akan kesulitan menjagamu jika kamu jauh dari pantauanku. Sesuai kesepakatan tadi, setiap akhir pekan aku akan mengantarmu ke sana."

"Tapi, Om ...."

"Dan jangan lagi memanggilku Om, aku ini suamimu." Alula seketika terdiam mendengar suara tegas dari laki-laki di hadapannya.

"Bukannya tadi Om bilang aku ini sepupu Om ...."

"Aku terpaksa, usiamu masih sangat muda, bahkan masih di bawah umur, dan aku takut rumor miring akan kembali menggangguku jika hubungan pernikahan kita diketahui orang lain, bisnisku bisa saja dalam bahaya jika itu sampai terjadi."

Alula lagi-lagi terdiam menyimak perkataan Arya tanpa menyela lagi.

"Lagi pula kamu juga masih sekolah, kamu bisa saja di keluarkan dari sekolah jika ketahuan telah menikah, maka dari itu, jadilah tetanggaku untuk sementara."

-Bersambung-

Terpopuler

Comments

Mommy QieS

Mommy QieS

dua kuntum gift🌹🌹 untuk mu, Kak.

2023-06-04

1

Mommy QieS

Mommy QieS

hemmm, aku sedang membayangkan tubuh Alula

2023-06-04

1

Mommy QieS

Mommy QieS

menyesakkan dada 😢😢

2023-06-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!