Kalina menyisir rambutnya yang basah, lalu ia mengambil sebuah hairdryer di dalam paper bag untuk mengeringkannya. Acara pesta pernikahan mereka baru saja selesai di pukul satu dini hari, meski tubuhnya sangat lelah Kalika tetap memutuskan untuk mandi. Ia tidak ingin jika tidak wangi, mengingat ini adalah malam pertamanya dengan Shaka.
Setelah memastikan rambutnya kering, kini ia menyemprotkan pewangi rambut. Setelahnya ia memakai rangkaian skincare agar kulitnya tetap bersih.
Kalina menengok jam di ponselnya yang sudah menunjukkan pukul dua lebih sembilan belas. Pandangannya beralih ke arah pintu yang tidak juga terbuka dari luar, ia tengah menunggu Shaka untuk mendatangi kamar pengantin mereka. Meski masih berada di hotel tetapi kamar ini sudah dihias seperti kamar pengantin, dengan kelopak bunga mawar di ranjangnya.
"Apa Mas Shaka masih menemui teman-temannya?" Tanyanya dalam hati.
Pasalnya tadi saat Kalina pamit undur diri, ia memang melihat Shaka tidak mengikutinya masuk melainkan lelaki itu masih asyik mengobrol dengan teman-temannya. Tapi teman macam apa yang tega menganggu acara malam pertama pengantin baru hingga mengajak ngobrol jam segini.
"Nggak sopan kalau harus lihat keluar, aku tunggu aja deh pasti sebentar lagi kesini."
***
"Woah Ibu masak banyak banget,"
Mata itu berbinar melihat berbagai hidangan di depannya, ada tumis tempe, ikan asap pedas dan juga ayam kecap. Di meja makan itu ada ayah tirinya, Wirna adik keduanya dan Satria adik bungsunya yang masih duduk di taman kanak-kanak.
"Hore Kakak pulang!"
Satria langsung memeluk kaki Ara, gadis itu langsung merendahkan dirinya dan membopong Satria ke dalam pelukannya. Ara mengajak Satria duduk kembali ke meja makan, tapi kali ini ia membiarkan Satria duduk di pangkuannya.
"Minta duit buat beli rokok, bawa duit nggak?"
Ara memutar bola matanya kesal mendengarkan hal itu, bukan hal baru lagi ayah tirinya ini akan meminta uang padanya.
Ayah kandung Ara sudah meninggal saat Ara masih balita, ibunya menikah lagi dengan seorang pria yang bisa dibilang kurang memiliki tanggung jawab. Ibunya melahirkan dua anak setelahnya dan hanya hidup mengandalkan warisan keluarga ayah tirinya ini, karena ia adalah seorang pengangguran.
Tetapi yang namanya warisan juga akan habis jika digunakan terus, jadinya saat Ara duduk di bangku SMP ibunya memilih untuk pergi menjadi TKW untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka.
Jika dulu ibunya yang menjadi tulang punggung, setelah ibunya pulang maka sekarang Ara yang mengemban peran itu. Dari biaya listrik, air, makan hingga semua kebutuhan sekolah adik-adiknya Ara yang menanggungnya.
"Nih," Ara menyerahkan satu lembar uang lima puluh ribuan untuk lekaki itu, selanjutnya ia pergi dengan membawa uang itu.
Ara tidak pernah mengeluh, meski setiap bulan gajinya harus habis untuk keluarganya, bahkan tak jarang gajinya itu kurang untuk ia berikan pada keluarganya. Padahal gajinya bisa dibilang lumayan.
"Ibu masih di dapur Wir?"
Wirna yang masih fokus pada buku ditangannya itu memperhatikan kakaknya sebentar, "Iya Mbak, lagi nyiapin piring."
Ara mengangguk, "Sebentar ya, Satria sayang." Ara mengalihkan Satria ke tempat duduknya sendiri lalu ia beranjak ke arah dapur.
"Ibu,"
Ia menyapa ibunya yang baru saja selesai mengelap piring.
"Eh Sayang kamu pulang, tumben bukan hari libur tapi pulang."
Jarak rumah dan kantor terlalu jauh, tidak memungkinkan untuk pulang pergi setiap hari. Maka dari itu Ara memutuskan untuk tinggal di apartemen. Bisa dibilang apartemen itu cukup mewah jika dibandingkan dengan rumah keluarganya ini, karena apartemen itu dibelikan oleh Shaka. Tentu saja Ara tidak akan mampu membeli apartemen semahal itu.
"Ibu denger Tuan Shaka menikah kemarin, lalu gimana hubungan kalian?" Ibu terlihat memelankan suaranya, tentu saja tidak ingin siapapun mendengarkannya.
Ara menggeleng, ia juga tidak tahu akan bagaimana hubungannya dengan Shaka ke depan. Beberapa hari sebelum lelaki itu menikah, memang Shaka mengatakan jika Ara harus tenang karena tidak akan ada apapun yang berubah.
Tetapi melihat keadaan sekarang, Ara menjadi tidak yakin. Lelaki itu sudah terikat janji suci dengan orang lain, istrinya cantik dan kaya, apalagi memang yang kurang dari Kalina.
"Ara nggak tahu gimana bisa melanjutkan hidup tanpa Shaka."
Bisa dibilang Ara sangat mencintai Shaka, cinta itu begitu besar hingga Ara masih saja mencintainya meski tahu Shaka sudah menikahi orang lain.
Tetapi perkataan tidak bisa melanjutkan hidup tanpa Shaka itu benar adanya, selama ini gajinya selalu kurang untuk diberikan untuk kebutuhan keluarganya. Seluruh biaya hidup pribadi Ara ditanggung oleh Shaka, tas bermerk dan juga pakaian mahal itu berasal dari Shaka sehingga Ara terlihat sangat berkelas dari penampilannya.
"Kamu bisa Ara, lupakan Shaka. Kalau perlu resign dari sana. Cari pekerjaan lain, nanti ibu juga akan cari kerja agar tidak hanya mengandalkan kamu."
Ara diam, ia memendam semuanya di dalam pikiran meski pikirannya begitu sesak dan seperti ingin meledak.
"Ibu kan sudah bilang dari dulu jika, Tuan Shaka terlalu jauh untuk digapai."
...════════ ❁ཻུ۪۪ ═══════...
...Dont forget to click the vote button!...
...════════ ❁ཻུ۪۪ ═══════...
Jika ada pertanyaan tuliskan saja di kolom komentar, terima kasih sudah mampir di cerita ini silahkan tunggu episode selanjutnya ^_^
And, see you.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments