02. Hari Pernikahan.

Ara berdiri di depan gedung Respati dengan berbalut kebaya berwarna peach dengan model v-neck yang membuat leher jenjangnya nampak indah. Meski konsep dari acara pernikahan ini adalah pernikahan modern dengan gaya eropa tetapi Ara lebih memilih tampil berbeda dengan sebuah kebaya.

Awalnya memang Ara tidak berencana sama sekali untuk hadir, tapi entah mengapa ia sudah sibuk dari pagi hingga sekarang sudah tiba di depan tempat acara penikahan Shaka dan Kalina ini berlangsung.

"Padahal udah berdoa biar hujan deres dari pagi, tapi malah cerah banget kaya gini."

"Ara!"

Sebuah panggilan membuat gadis itu memperhatikan sekitar untuk mencari sumber suara. Seorang wanita dengan rambut sepanjang leher menghampirinya.

"Dena! Tumben nggak sama Rio? Biasanya nempel terus kayak kucing sama ekornya."

"Rio hari ini keluar kota, jadinya nggak bisa dateng deh."

Dena dan Rio ini adalah teman satu kantor Ara, sama-sama bekerja di Tecno group. Dena adalah bagian dari tim marketing perusahaan itu, begitu juga dengan Rio, kekasih Dena.

"Yaudah yuk Ra, masuk."

Dena menggandeng tangan Ara untuk masuk tetapi Ara justri diam ditempat, ia seketika menjadi ragu. Apakah ia akan sanggup melihat semuanya?

Dena memperhatikan Ara dengan dahi berkerut, "Kenapa Ra?"

Ara menggeleng, "Enggak papa, ayuk masuk."

Mereka berdua memasuki pintu masuk, tidak lupa menulis daftar hadir baru memasuki gedung itu.

Tatanan dekorasi yang begitu megah kini sudah menyambut mereka, gedung luas ini di dekorasi sedemikian rupa untuk menjadi tempat yang super mewah. Pelaminannya sangat cantik, penuh dengan bunga dan didominasi oleh warna putih.

"Woah, bagus ya Ra. Nanti kalo nikah aku pengen deh ambil konsep serba putih gini."

"Putih memang melambangkan kesucian, nggak cocok buat mereka." ucap Ara tanpa sadar.

Ara tidak begitu mengenal Kalika, bagaimana sebenarnya wanita itu dan seperti apa ia. Karena Ara tidak begitu peduli yang dia inginkan hanyalah Shaka, sedangkan hal lain Ara tidak begitu peduli.

"Loh kok gitu? Jangan bicara sembarangan Ara, nanti ada yang denger!" peringatan itu Dena serukan agar Ara tidak berbicara kelewat batas.

Dena sendiri tidak mengetahui hubungan antara Ara dan Shaka. Mereka berdua menyimpan hubungan mereka rapat-rapat hingga tidak siapapun bisa mengetahuinya, bahkan Dena sendiri yang merupakan sahabat Ara.

"Iya-iya,"

"Eh itu mempelai wanitanya,"

Ara mengikuti arah pandang Dena menuju pada Kalika yang muncul dari dalam gedung, di sampingnya ada kedua orang tuanya yang setia menggandeng tangan putrinya. Lalu di belakangnya ada beberapa bridesmaid yang mengenakan gaun warna putih juga, senyuman di bibir Kalika tidak pudar membuat gadis itu menjadi semakin cantik.

Sejenak Ara meruntuhkan keyakinannya, Kalika ini tentu saja cantik karena berasal dari keluarga kaya. Ketakutan itu mulai tumbuh, Ara sangat takut jika setelah ini ia akan benar-benar dicampakkan oleh Shaka.

"Wah cantik banget ya istri Tuan Shaka, memang dia nggak salah pilih. Selera Tuan Shaka udah pasti bagus."

Sekali lagi, kalimat itu benar-benar menghancurkan Ara. Meremukan sebuah hati kecil yang sudah sedari pagi ia kuatkan untuk datang ke tempat ini.

Ara beralih lagi pada Kalika yang sudah sampai di panggung pelaminan, kini gadis itu menggadeng lengan Shaka untuk bersanding bersama di atas pelaminan.

Ara sudah tidak kuat lagi melihat pemandangan menyakitkan itu, kini air matanya menetes membentuk sebuah sungai di pipinya. Menyadari hal itu Ara segera berlari meninggalkan tempat itu, ia bahkan sudah tidak peduli lagi dengan teriakan Dena.

"Ara?! Kamu Mau kemana?"

Ara berlari menjauhi ballroom gedung, ia menuju ke arah kamar mandi. Berdiri di depan vanity mirors lalu melihat dirinya sendiri tidak membuat keadaan Ara semakin baik, gadis itu justru semakin mengeraskan tangisanya.

Di tengah tangisnya itu ada sebuah tangan yang menyodorkan sebuah sapu tangan untuknya, menyadari ada orang lain selain dirinya disana kini Ara menghentikan tangisnya meski masih saja sesenggukan.

"Saya kira setan loh, kok tiba-tiba ada suara orang nangis di kamar mandi pria."

Mendengarnya Ara sontak memperhatikan pintu, ternyata ini adalah kamar mandi pria. Saking tidak fokusnya karena memangis, ia jadi salah masuk seperti ini.

Lelaki itu memberikan isyarat melalui matanya agar Ara mengambil sapu tangan yang masih ia sodorkan. Ara pun memgambilnya untuk mengerikan wajahnya yang basah karena air mata.

"Kalau kamu menangis itu artinya kamu kalah sama masalah kamu, jadi berhenti menangis dan tetap yakin masalah itu bisa dilalui pelan-pelan, seberat apapun itu dan jangan sampai salah masuk lagi ke toilet pria." setelah selesai dengan kalimatnya, kini lelaki itu melangkah pergi darisana.

Ara menatap punggung yang menghilang dibalik pintu itu, sembari mencerna kalimat yang ia serukan. "Benar, aku nggak boleh kalah!"

...════════ ❁ཻུ۪۪ ═══════...

...Dont forget to click the vote button!...

...════════ ❁ཻུ۪۪ ═══════...

Jika ada pertanyaan tuliskan saja di kolom komentar, terima kasih sudah mampir di cerita ini silahkan tunggu episode selanjutnya ^_^

And, see you.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!