Pagi cerah menyapa penghuni bumi, tapi hari Hiro semendung awan gelap yang siap menumpahkan hujan badai manakah bangun tidur ia langsung teringat dengan statusnya sekarang adalah seorang suami dari Dona.
"Mana tuh cewek?" Hiro bergumam sembari menatap kasur yang sudah rapi. Syukurlah, Dona tidak ada. Setidaknya, ia punya waktu sendiri untuk siap siap pergi ke sekolah.
Seandainya ia sekejam pysico, ingin rasanya Hiro memasukkan tubuh gendut Dona ke gentong, lalu ia gelindingkan ke laut lepas biar si sapi bocor bermetamorfosis menjadi putri duyung, biar Dona bisa bertemu pujaan hatinya di laut sana yakni dugong itu.
Seragam sekolah sudah melekat sempurna. Waktunya berangkat sebelum Dona muncul seperti hantu.
Di ruang meja makan pun, Dona tidak ada. Alhamdulilah...
"Ma, Pa, Hiro berangkat. Assalamualaikum..."
"Tapi, sarapan mu?"
"Cukup roti, Ma. Lagi buru buru!"
Cepat cepat Hiro menuju pintu. Pokoknya, harinya itu tidak tenang meski di rumah sendiri karena adanya Dona.
"Pagi, Suamikuuuu..!"
Ting ... ting ... ting ...
Praang...
Hiro berjengit kaget akan kehadiran Dona saat tepat membuka pintu rumah. Suara genit dan kedipan mata Dona membuat tangan Hiro melepaskan helm full facenya ke lantai teras.
"Ngagetin aja!" katanya ketus.
Dona malah tersenyum manis. Mengabaikan sikap jutek Hiro yang sudah biasa di kamusnya.
"Gue nebeng ke sekolah ya."
"Ogah! Nanti motor gue kempes," tolak Hiro sembari memungut helmnya.
"Ih, gue bilang ke Papa nih," ujar Dona dengan suara ngambeknya.
Lantas, Hiro menoleh ke rumah sebelah. Pak Amar tidak ada di teras.
"Papa Fauzi maksud gue."
Si sapi bocor tau saja kelemahannya. Memang rese Dona ini, tidak bisa kalah dalam hal argumentasi dengannya.
"Pap__ hmmptt..."
Hiro cekatan membekap mulut gacor Dona yang hendak berteriak. "Lo aduan, Ndut! Benci gue!"
Dona malah gagal fokus diomelin Hiro gara gara tangan si cogan ini masih menempel di bibirnya. Jilat ah...
"Njriiiit! Bau jigong, sumpah!" Bodohnya, Hiro malah mencium aroma tangannya yang basah tercemar sedikit oleh air liur Dona.
"Hehe..." Dona terkekeh lucu. "Sekarang mah ngatain bau, nanti juga doyan."
Alis naik turun Dona yang menggoda Hiro, berujung di toyor keras.
Bibir Dona manyun sembari mengelus keningnya. Langkah Hiro menuju bagasi, dibuntutin Dona. "Pokoknya gue nebeng!" pintanya memaksa.
"Ya ampun, Ndut. Nggak usah ikut masuk ke bagasi juga kali, ah. Lo tunggu di luar aja!" omel Hiro. Si Ndut ini nabrak punggungnya saat berhenti tiba-tiba di depan pintu bagasi.
"Hehe ... Iya, sorry. Tapi gue senang lihat lo marah marah, kadar ke tampanan lo bertambah dua kuadrat. Sumpah, nggak bohong." Dona yang dipelototin, seketika membuat pergerakan menutup mulutnya, bungkam.
Tidak mau telat masuk sekolah gara gara dibuat darah tinggi oleh Dona di hari masih pagi, Hiro buru buru mengeluarkan si Abay- moge merah mengkilap yang boncengnannya nunggu ke depan. Hiro cemas, motornya akan ringsek jika ditumpangi Dona.
"Pokoknya kalau motor gue rusak, lo harus tanggung jawab."
"Iya, iya... Nanti gue bobol celengan deh."
Dona naik sembari mendengarkan omelan Hiro yang tidak ada ikhlas ikhasnya di tebengin sama calon istri.
"Hir, gue boleh peluk ya?" tanya Dona sedikit berteriak. Belum disetujui oleh sang empu pinggang, tangan jahilnya main melingkar. Hiro oleng karena pelukan Dona yang seperti lem. Kuat sekali.
"Lo nggak mau kan, kita kecelakaan. Lepaaass!"
Ih, nyebelin deh si abang suami.
"Bilang aja lo malu di peluk gue." Dona terpaksa melepas tangannya dengan bibir mengerucut.
Baguslah tau diri.
Belum sampai di area sekolah. Hiro tiba tiba mematikan mesin motornya. "Turun!"
"Ih, kok gitu? Inikan masih jauh, Hiro! Nggak! Gue ogah turun!" tolak Dona tegas.
"Bannya kempes, Ndut. Lo turun dulu karena gue mau ngecek."
"Kagak bohongin gue, kan?"
"Buru, Donaaat. Lo turun!"
Dona kena tipu. Setelah kakinya berpijak di aspal, Hiro main tancap gas.
"Hirrrooo!" Dona berteriak kesal sembari menghentak hentakkan kakinya. Untung tidak gempa ulah badan gendutnya.
Emang enak ditinggal, siapa suruh tadi maksa ikut nebeng. Rasain! Hiro menyeringai iblis.
"Jahat amat sih! Bodohnya, gue cinta sama modelan orang yang kagak punya hati kaya lo." Dona mengomel di sepanjang jalan menuju sekolahnya sembari menunggu angkot atau taksi, kedua transportasi umum itu sangat kompak mendukung kesialannya yang tak kunjung kunjung lewat.
"Bang, ojek, Baaaaang!" Dona berteriak pada pemotor yang menggunakan jaket berlambang hijau. Bukannya menghampiri Dona sebagai calon penumpang, si Babang ojek malah menambah kecepatannya, kicep duluan melihat postur tubuh Dona yang bohai. Bukannya untung dapat setoran, si Abang takut motor tuanya turun mesin.
"Abangnya kebelet atau memang uda cepirit di celana kali ya, makanya nolak rezeki pagi pagi." Dona merasa iba. Sudahlah, ia akan jalan kaki saja, hitung hitung olahraga nurunin berat badannya biar nanti terlihat 'sedikit' seksi di mata Hiro.
Capek capek berjalan cepat, ujung ujungnya Dona malah telat. Anggota osis yang merupakan sahabat sahabat Hiro sedang berpiket razia di gerbang, menanti murid murid nakal yang telat.
"Ndut... Lo telat, kagak boleh masuk sebelum mendapat hukuman." Vidi menyeringai demon ke arah Riko, akhirnya mereka berdua mendapat sasaran empuk.
"Etdah, kan gue baru telat tiga menit, dua puluh lima detik." Dona memamerkan jam tangan LG nya ke hadapan wajah Viko. Hampir saja hidung pesek sahabat Hiro itu kena sasaran. "Awas, ah. Gue mau masuk. Haus gue, mau ke kantin dulu." Dona bertutur sembari mengusap pelan keningnya yang berkeringat.
Cepat cepat Riko pasang badan menghalangi jalan Dona. "Lo boleh lewat ... asal..." Riko menggantung ujung kalimatnya. Memasang pipi kirinya, lalu kembali bersuara, "Cium gue dulu."
Meski tubuh Dona ini gendut, tapi wajahnya sangat bersih imut dan menggemaskan yang enak dipandang. Oleh sebab itu, Riko punya rasa pada Dona.
"Jangan gitu, ah..." Dona mulai was was. Ia memang tidak masalah selama ini sering dibully dengan mengata - ngatainya gendut. Toh, memang kenyataannya seperti itu. Tapi kalau sudah menyangkut pelecehan, sungguh ia tidak terima dan... Dona takut!
"Pilih aja, mau masuk atau tidak sama sekali?" Riko memberi pilihan halus.
"Cium aja, Ndut. Toh, pipi ini!" Viko siap dengan kamera on tersenyum yang ditaruh di dalam saku seragamnya.
Pletaaak...
"Adu..." Bukannya mendapat ciuman dari Dona, Riko malah mendapat jitakan dari belakang oleh Hiro.
Inilah yang Dona suka dari Hiro, meski mulutnya jutek nan pedas, tapi pria itu selalu ada melindunginya dari bullyan orang lain.
"Sakit tau!" protes Riko meringis.
"Kagak ada hukuman pakai metode cium ciuman. Dasar mesum!"
Dona senyum senyum sembari memandang wajah tampan Hiro yang memarahi Riko. Keren abis deh pokoknya. Duh, mau menghalu sejenak. Jangan ganggu ya, Dona lagi melihat dirinya sedang dinyanyikan lagu romantis diiringi gitar oleh Hiro dengan pemandangan danau di depannya.
"Eh, basah, basah. Gue kejebur danau!" Sial, halu tingkat dewa Dona pupus akan kelakuan Hiro yang menyipratkan sedikit air ke wajahnya. Eh, Riko dan Viko batang hidungnya sudah lenyap. Tinggal Hiro di depannya saat ini. Asyiiik ... berduaan lagi.
"Jangan bilang penyakit halu lo datang di saat hukuman menanti. Nih, ember sama mop-nya. Lo bersihin toilet."
Yaah ... lemas Dona mendengarnya.
"Sungguh teganya, teganya dirimu, teganya... teganyaaaaa..." Dona berdendang dangdut ala ala keprustasiannya. Bibirnya yang tipis memerengut manja.
Tiittt...
"Eh, titittt...!" Dona lata jorok. Jangan salahkan, di belakang ada motor matic yang berklakson begitu bising. Ahaaa ... Liana-pacar eh mantan apa belum ya? Pokoknya, Dona punya teman menjalankan hukuman.
"Ndut, minggiiir atau lo gue tabrak nih."
"Nggak, lo telat seperti gue. Jadi, lo juga harus dihukum."
Atensi Liana seketika tertuju ke Hiro. Ia tersenyum penuh percaya diri. Hiro tidak akan menghukumnya. "Yang, lo nggak akan tega kan?"
Yang, yong, sayang... Muak Dona mendengarnya. Diam diam tanpa sepengetahuan mata Liana, Dona membuat pergerakan menebas lehernya ke arah Hiro sebagai kode ancamannya.
"Telat tepat aja telat. Lo ikut sama Dona bersihin toilet."
"Whaaat...?"
"Jangan sok English deh terkejutnya ...
lebay...!" Dona mencibir. Sembari memberikan ember ke Liana yang ogah ogahan cewek Hiro itu meraihnya.
"Liana, peraturan tetap peraturan. Kerjakan hukuman lo bersama Dona."
"Ayaaaang...." protes manja Liana.
Bibir Dona menyong menyong ejek kelakuan manja Liana pada Hiro. "Woiii, suami gue, tuh!" Sayang, Dona hanya bisa menjerit di dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
meE😊😊
yasalamm dona itu mulut sekali y bunyi bkin org ngkak trus yaa kcuali hiro mlah darting liat kelakuan mu🤣🤣🤣🤣
2023-06-03
3
mama_im
hiro tuh kayaknya ada rasa deh sama dona walaupun cuma dikit. semangat don biat hiro bucin 💪💪💪💪
2023-06-03
1
Ana
sungguh ngakak aku bacanya 🤣🤣🤣 makasih up nya ka tata👍
2023-06-03
0