Siswi Gendut Itu, Istriku
Langit senja di ufuk barat, terbentang memantulkan cahaya indahnya ke arah balkon kamar seorang gadis muda bertubuh gendut, tapi terlihat menggemaskan dari wajahnya yang imut. Srimadona Putri namanya, tetangga Alhiro Sitepu, pria yang selama ini Dona halukan menjadi pangeran berkuda putih bin suami idaman kelak lulus sekolah nanti.
"Haiiii!" Dari atas balkon, Dona menyapa manja tetangganya, si cogan impiannya dari kecil itu. Ya ... Hiro baru keluar ke pelataran rumahnya, seperti biasa akan latihan basket di sore hari menjelang magrib.
Baju singlet hitam membalut tubuh berotot Hiro, berhasil membuat liur Dona penuh. Roti sobek Hiro di balik kain itu pasti empuk empuk hangat gimanaaaa gitu.
"Apa?" katanya galak. Dona seketika sadar dari halunya yang sempat omes telah mengelus elus manja perut kotak kotak Hiro.
"Nggak, cuma nyapa pangeran aja. Semangat ya!"
"Huu..." Hiro bersorak jengkel. Sejurus mendribble bola basket, acuh tak acuh pada gadis gendut manja yang kadang tak tahu malu menumpang makan di rumahnya. Alasan anter buah lah, ini lah dan itulah, tau taunya ngisi perut karungnya sampai dua piring. Ilfil sekali Hiro pada Dona.
Ya ampuuun ... jutek - jutek kok keren pakai banget ya di mata Dona. "Gue mau dong jadi bolanya, kalau perlu dipantul pantulin ke hati lo juga rela dah."
Dengar 'kan gombalannya? Kepedean si gendut setinggi langit, Hiro jadi tidak berselera lagi bermain basket. Bola ia apit dengan tangan satu ke sisi pinggang kirinya. Menengadahkan kepalanya ke arah balkon Dona dengan mata memicing sebal. "Eh, Ndut! Daripada ganggu konsentrasi latihan gue, mending lo sono ngegym. Buktiin ucapan lo yang sepuluh tahun berlalu. Lo masih ingat kan? Kalau pun lupa, gue segerin otak udang lo. Ehem..." Hiro berdeham sejenak menetralkan suaranya yang akan meniru ke-alay-an Dona waktu duduk di bangku SMP. Dari TK, SD dan sekarang SMA ini, Dona masih tetap sama ... Sapi bocor yang mengidolakannya.
"Woi, Hiro. Puas - puasin aja deh lo ya ngejek gue pakai sebutan gendutlah, karung beras dan bahkan sapi bocor. Tapi camkan baik baik, sepuluh tahun yang akan datang, body bahenol gue akan mengalahkan gitar spanyol. Lo bakalan klepek klepek dah sama pesona gue. "
Begitulah kalimat menggebu gebu Dona tempo dulu. Hiro kadang pengin muntah mendengarnya.
Alih alih sakit hati mendengar ejekan semangat Hiro, Dona malah terkikik kikik seperti kuntilanak yang pas keluar di waktu magrib seperti saat ini.
Hiro merinding. Seram melihat Dona. Sembari berlalu ke arah pintu rumahnya, Hiro kembali mengejek, "Beberapa bulan ke depannya, akan ada hari raya qurban, lo jangan lupa daftarin diri lo. Biar lemak lo yang di perut dibedah bedah."
Kampret! Qurban kan butuhnya hewan, bukan manusia chubby seperti Dona.
"Huuuu... Gue sumpahin lo bucin sama perut lemak gue," teriak Dona gemas, sambil nungging nungging ke pagar besi pembatas balkon, memastikan Hiro bisa mendengar sumpah serapahnya.
"Adu ... adu ... adu!"
Mampus, Dona kualat main sumpah serapah di hari yang sudah magrib. Kakinya tidak sengaja tergelincir sehingga badan spesialnya bablas keluar pagar.
Tubuh segede anakan gajah itu, menjuntai ke bawah seperti tumbuhan. Tangannya berpegang kuat di pagar besi. Dona yang masih shock, tidak bersuara. Tapi saat matanya menoleh ke bawah, toa masjid pun kalah memanggil histeris, "Mamaaaa ... Papaaaa, toloooong...!"
Bukan hanya orang tua Dona saja yang keluar mencari sumber suara itu, melainkan keluarga Hiro dan juga Olla-sahabat satu satu Dona yang rumahnya di seberang jalan komplek sederhana tersebut.
Melihat tubuh gendut Dona yang menjuntai, tiga keluarga itu sudah berada di bawah posisi Dona, panik. Kecuali, Hiro yang bertolak pinggang seperti tidak peduli.
"Kak Dona, main panjat panjatan ya? Nara ikut dooong."
"Nora juga mau ikutan. Seru kayaknya..."
Seru jigong lo pada. Dona ingin sekali mengetuk jidat-jidat adik kembarnya yang nakal dan iseng. Tapi bukan waktunya untuk berdebat. Dona masih menunggu pertolongan dari orang orang yang gelagapan mencari ide membantunya di bawa sana.
"Pegangan, Dona. Papa cari tangga dulu. Adu, tangganya kan rusak." Pak Amar menepuk panik jidatnya.
"Ambil kasur aja," ide Pak Fauzi- calon mertua idaman Dona.
Para orang tua ngebirit masuk rumah Dona. Termasuk para istri - istri, berniat mengambil kasur sesuai ide cemerlang Papa Hiro itu. Tinggal Hiro, si kembar Nara Nora dan Olla serta Dafa- adik Hiro.
"Lompat aja, Ndut. Lemak lo kan tebal bisa membal seperti balon!" seru Hiro dengan suara girang mengejek Dona.
"Tega amat sih. Nanti gue mati, lo jadi duda sebelum nikahin gue."
Sudah kena masalah, Dona masih saja punya halu tingkat tinggi. Hiro berdecak sebal.
"Eh, Hiro. Badan lo kan punya otot. Bantuin Dona dong! Ambil kuda kuda dimari, mana tau tangannya enggak kuat, lo tangkap deh," ujar Olla mengintruksi. Kasihan sahabatnya yang panik takut di atas sana, sudah mirip kingkong gelantungan.
"Ogah, adanya gue gepeng ketiban Sapi." Hiro menolak keras. Si kembar malah terbahak-bahak lucu mendengar perdebatan kecil yang sudah biasa terjadi.
"Mungkin capten Amerika yang punya kekuatan super pun akan berpikir sepuluh kali nangkap tubuh Dona yang segede gajah," kata Hiro lagi.
Dona memerengut. "Jahat amat sih!"
"Buruan. Aduh, pakai nyangkut segala lagi ah." Para orang tua tiba, gotong royong membawa kasur springbed ukuran nomer satu.
"Tangan Dona uda enggak kuat. Papaaaaa...!" jerit Dona pasrah.
"Sabaaar, Dona!" Hilda-Mamanya yang menyahut. "Tahan, Naaak..."
Melihat sarung Pak Rt- Papa Olla nyaris melorot, Hiro mengambil alih kasur yang menyangkut. Memprediksi Dona akan mendarat sebelum kasur berada di posisi strategis, Hiro dengan cepat mendorong dorong kuat kasur itu.
Duaaagh...
Selamat kah?
Saking paniknya melihat pertahanan Dona terlepas, semua orang malah terpaku sembari menutup mata di seperkian detik.
"Lo memang pangeran penyelamat gue..." Dona menangis setengah terharu menatap Hiro yang ternyata peduli padanya. Tubuhnya masih terlentang shock di atas kasur empuk.
Kecuali Hiro yang masih stay cool, semua mata yang terpejam takut, kompak membuka mata. Lega mendengar suara Dona yang berarti selamat dari celaka.
Cecar pertanyaan awal mula bisa gelantungan di atas dari para orang tua ke Dona, Hiro pun mengambil kesempatan masuk ke rumahnya, tidak minat dirinya mendengar kecerobohan Dona.
***
Lepas dari insiden kekonyolan Dona, malam harinya Pak Fauzi mengajak istri serta kedua anaknya yakni Hiro dan Dafa, datang menghadiri acara makan malam di rumah Dona, dalam rangka syukuran hari kelahiran Pak Amar.
Sebenarnya, Hiro malas ikut serta karena pasti akan bertemu dengan Dona. Tapi Papanya memaksa untuk hadir dengan dalih menghargai undangan Pak Amar-sahabat Papanya.
"Silakan masuk!" Pak Amar menyambut keluarga Hiro dengan senyum ramah nan bahagia. Tinggal menunggu Pak RT- keluarga dari Olla.
Tak ada selera, Hiro berjalan masuk di barisan paling belakang. Celinguk dulu memindai keadaan, untuk sementara waktu ia aman dari Dona meski ujung ujungnya akan berhadapan bersama di meja makan nantinya.
Duduk diam, Hiro hanya melihat Papanya dan Pak Amar sedang mengobrol. Tania-Mamanya main menelusuri ruangan menuju dapur, menyusul Ibu Hilda.
Si kembar tiba-tiba datang, gadis gadis berumur sepuluh tahun itu mengajak Dafa bermain petak umpet bersama. Ya... Mereka memang sebaya, nakal dan jahilnya pun sama.
"Kak Hiro, mau ikut main enggak?" Nara mengajaknya dengan tatapan memohon. Duh, manis sekali adik Dona ini, tidak seperti kakaknya yang gendut.
"Kakak kan uda besar. Jadi enggak aman untuk bersembunyi di mana mana," tolak halus Hiro.
Nara yang punya seribu akal di otaknya, membalik tubuh mungilnya ke arah Pak Fauzi. "Om, Kak Hiro nggak mau temani kami main, bujukin dong," adunya sembari memamerkan puppy eyes-nya. Gemas Papa Hiro itu pada tingkah manis Nara.
"Hiro, temanilah sebentar sebelum makan malam dimulai, Nak," pinta Pak Fauzi lembut.
"Iya, iya. Hiro temani."
Si kembar dan Dafa tersenyum jumawa. Tiga bocah itu tahu, kalau Hiro tidak pernah bisa membantah keinginan Pak Fauzi.
"Kakak jadi kucingnya dah. Sana pada sembunyi, tapi jangan ada yang keluar rumah. Nanti bisa diculik wewe gombel." Hiro menakuti bocah bocah nakal itu yang refleks memberi anggukan kode pahamnya.
Dirasa waktunya mencari, Hiro pun menelusuri ruangan lantai satu sampai masuk ke dapur. Ada Mamanya serta ibu Hilda sedang sibuk menata makanan ke meja makan.
"Kembar dan Dafa ada kemari nggak, Tan?"
"Mereka pasti maksa kamu main kan?" tebak Ibu Hilda tidak enak hati mengingat tiga anaknya sering mengganggu Hiro, apalagi Dona tuh yang paling gila.
Hiro mengangguk membuat Ibu Tania terkekeh. Anaknya yang cool ini ternyata bisa diperdaya oleh tiga bocah. "Mereka nggak ada masuk kemari. Mungkin di lantai dua."
Lantai dua? Wilayah Dona dong. Hah... Semoga Sapi bocor itu molor lupa waktu karena kejadian tadi sore.
Terpaksa Hiro menaiki anak tangga. Ada dua kamar di hadapannya. Seumur umur bertetangga dengan Dona, ia tidak tahu letak kamar Sapi bocor itu.
" Cap cip cup yang mana kamar Dona..." Telunjuk Hiro ke arah pintu sebelah kanan, menebak. Itu tandanya kamar si kembar sebelah kiri.
Okay ... Hiro akan meringkus trio nakal itu. Lumayan juga buat hilangin kegabutannya. Tanpa suara dan dengan percaya diri mengira kamar yang dihampirinya itu adalah milik si kembar, Hiro pun membukanya secara perlahan.
Ceklek...
"Aaarggh..."
Ternyata kamar Dona. Sang pemilik menjerit kaget akan kedatangan Hiro diwaktu yang tidak pas. Dona yang habis mandi, kini baru memakai kain 'haram' kacamata berikut segitiga pink di bawahnya. Terang saja Hiro juga terpekik sama, tidak menyangka akan mendapat pemandangan setengah bugil dari tubuh sapi bocor tapi mulus punya itu.
"Handuk mana?"
Dona kelabakan mencari handuk yang tadi ia lempar asal asalan sembari berusaha menutupi tubuhnya dengan silangan tangan yang sama sekali tidak membantu.
Hiro yang masih linglung, refleks tanpa sadar menarik selimut dari atas kasur, ingin membalut tubuh Dona dengan mata tertutup rapat, enggan melihat lama lama yang tak sepatutnya disaksikan.
Sial bagi Hiro, ia malah tersandung ujung selimut sehingga tubuhnya mendorong Dona. Mereka jatuh bersama tepat di atas kasur dengan posisi Hiro di atas tubuh Dona. Hiro yang ingin bergegas turun, malah berujung kesusahan. Tubuh Dona yang empuk itu berujung di tekan terus.
"Hiro, turun!" marah Dona. Tangannya terbalut selimut yang dililitkan asal asalan Hiro tadi.
"Su__"
"HIRO!"
"DONA!"
Kesialan selanjutnya, Pak Amar dan Pak Fauzi meneriaki murka anak masing-masing. Pemandangan tak senonoh itu, terkesan Hiro telah memaksa Dona melakukan hal yang di luar nalar. Bukan hanya dua keluarga yang menyaksikan, tetapi Olla beserta Papanya selaku Pak RT pun menjadi saksi mata kelakuan Hiro.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Roslina Dewi
sadis banget siiyy..."sapi bocor"..😁😂
2023-07-22
1
Roslina Dewi
😂😂😂
2023-07-22
0
Sulaiman Efendy
SUMPAH & DO'A DONA MAKBUL... 😂😂😂😂😂
2023-07-21
0