Di Rumah Berdua

...AUTHOR POV...

Keempat orang itu berjalan mengendap-endap seperti maling yang takut jika aksi mereka ketahuan oleh orang lain. Bintang berada paling depan disusul Adira, Abel dan Beval yang paling belakang. Mulailah mereka mencari-cari barang sasaran mereka.

Mereka berpencar mencari sudut ruangan yang kemungkinan dipasangi CCTV rahasia tersebut. Saat ketiga temannya masih fokus melihat sekeliling, Beval justru sibuk mengobrak-abrik sejumlah tumpukan kardus yang berada di lantai. Merasa ada suara yang menganggu konsentrasinya, Adira berdecak kesal.

"Woy! CCTV itu tempatnya diatas. Lo ngapain ngacak-acak kardus segala? Mau cari tikus lo?" protes Adira geram.

"Ye kan siapa tahu gitu Dir guru BK khilaf salah naruh," jawabnya sambil nyengir kuda.

Bintang sendiri sedari tadi masih clingukan mencari benda tersebut. Wajahnya sangat serius.

"Bel! Lo tahu nggak naruhnya dimana?" tanya Bintang nyerah.

"Yes, Gue dapet!" seru Abel sebelum pertanyaan Bintang ia jawab.

Tanpa perlu banyak waktu Abel sudah menemukan benda tersebut. Ketiga temannya langsung menyambar Abel yang berada paling pojok sisi gudang itu. Mereka sudah penasaran dengan isinya apalagi Bintang.

Beval kemudian mengeluarkan I-Padnya dan mencoba menyambungkan jaringan ke CCTV itu. Entah dia belajar ilmu dari mana. Kadang otaknya suka encer begitu saja.

Beval masih mengotak-atik kedua benda itu. Beberapa kali ia gagal karna memang jaringannya yang jelek, namun Bintang mendesaknya agar ia mencoba lagi dan akhirnya gambar itu muncul juga di layar I-Padnya.

Mata mereka terbelalak. Bintang merampas I-Pad milik Beval lalu mengamati rekaman itu dengan seksama.

"Jadi dia pelakunya," ujar Bintang setelah tayangannya berhenti.

***

Gosip Natalie Cs yang di skorsing selama tiga hari sudah memenuhi SMA Bhakti Mulya. Banyak guru yang tidak percaya siswi beprestasi seperti Natalie punya perilaku yang tidak berperikemanusiaan.

Aku sendiri juga bingung kenapa tiba-tiba Natalie bisa ketangkap dan gosip penganiayaan di gudang kemarin cepat menyebar. Padahal jelas-jelas disana tidak ada satu orangpun yang melihat kejadian itu.

Anehnya Bintang juga tidak ada kelihatan setelah kemarin aku menghampirinya di kelas. Di rumah pun aku jarang bertemu dengannya. Seperti pagi ini misalnya saja, om Dana menyuruh sopir pribadinya untuk mengantarku ke sekolah karena Bintang sudah berangkat pagi-pagi sekali.

Apa dia sengaja menghindar dariku?

"Ra, dicariin kak Bintang di taman tuh. Lo suruh kesana."

Tiba-tiba Keisha muncul setelah ia dari kantin.

Aku masih mematung berpangku tangan dengan malas. Posisi yang aku lakuin selama sepekan ini. Kenapa harus aku yang nyamperin dia? Lagi-lagi moodku rusak karna sikapnya.

"Eh malah bengong! Lo di tungguin!" teriak Keisha kenceng banget sambil menggebrak meja.

Tanpa menggubris suaranya yang cempreng aku langsung nyelonong meninggalkan dia dan mencari Bintang.

Mataku menyapu seluruh taman sekolah untuk mencari keberadaan Bintang. Aku melihat dia duduk di bangku panjang dibawah pohon rindang tempat dimana biasanya anak-anak mengerjakan tugas kelompok. Dengan malas aku menghampiri cowok itu.

"Ada apa?"

Aku menirukan suaranya yang dingin. Dia berhenti memainkan gitar di pangkuannya dan mendongak menatap wajahku.

Bintang lantas berdiri. Tepat di depanku hingga aku salah tingkah sendiri karena tatapan intensnya.

"Lo nggak perlu takut deket gue karna orang yang nyiksa lo di gudang kemarin udah gue buat nyesel atas perbuatannya."

Bukankah yang dimaksud Bintang itu Natalie? Aku baru mengerti penyebab skorsingnya itu apa sekarang. Ini pasti perbuatan Bintang. Ternyata dia memang nggak akan tinggal diam. Apa ini gara-gara omongan om Dana waktu itu yang menyuruhnya menjagaku sepenuhnya? Atau karna ada hal lain? Kenapa aku jadi berharap lebih gini.

"Lo juga nggak perlu ngejauhin gue. Karna suatu saat nati gue yang akan menjauh dari lo selamanya."

Lontaran kata itu seketika membuatku membeku di tempat. Aku membiarkan Bintang pergi begitu saja melewatiku yang masih cengo. Bibirku menjadi kelu saat ingin berkata-kata tapi tak mampu terucap. Kalimatnya mampu menghisap semua energiku.

Menjauh dariku selamanya? Memang dia mau kemana?

Kepalaku dipenuhi dengan segala pertanyaan. Rasanya aku seperti kehilangan benda berharga yang entah aku sendiri belum memilikinya. Cowok itu hobi banget ngucapin kata-kata dingin dan sama sekali tak mempunyai kejelasan. Aku jengkel sendiri.

***

Sekolah bubar setelah bel pulang berdering di setiap penjuru kelas. Di gerbang utama sudah nampak pak Dion sopirnya Bintang berdiri di samping mobil. Tentu dia sedang menungguku. Bintang nggak mungkin minta dijemput karena dia selalu membawa motor kesayangannya tiap hari.

Sudah dua hari ini aku dan Bintang tidak berangkat ke sekolah bersama. Sekilas, aku mengingat kata-katanya tadi saat di taman yang membuatku masih penasaran.

Semenjak aku memeluk Bintang di gudang kemarin, ada keanehan yang akhir-akhir ini membut hatiku janggal. Aku merasa nyaman dan tenang hanya karna pelukan singkatnya.

"Non kenapa bengong?"

Pak Dion menghampiriku yang masih berdiri di depan gerbang. Aku tersadar dari lamunan konyolku sendiri.

Sadar, Ra! Nggak seharusnya lo mikirin Bintang yang berhati dingin itu!

"Tuan sama nyonya sudah menunggu dirumah non, mari kita pulang," ajak pak Dion lagi.

Biasanya jam segini om dan tante belum ada di rumah karena mereka sering lembur di kantor. Tumben banget hari ini mereka pulang cepet?

Sekarang ini perusahaan papa memang dikelola oleh om Dana. Perusahaan itu bergerak di bidang properti yang mempunyai beberapa cabang di luar kota dengan kemajuan yang lumayan pesat. Hampir semua klien papa mengenal om Dana. Pengacara papa memang sengaja menitipkan semua aset perusahaan pada beliau sampai aku lulus kuliah dan bisa mengelolanya sendiri.

Aku berjalan di belakang pak Dion yang segera membukakan pintu mobil untukku. Kubiarkan dia membawaku pulang kerumah meski sebenarnya aku ingin mampir ke pemakaman dulu. Hal yang biasanya aku lakukan setelah pulang sekolah tiba.

Tapi hari ini aku nggak mau membuat pak Dion menunggu lebih lama lagi. Terlebih om dan tante menunggu ku di rumah. Aku juga nggak enak jika harus pulang sore terus meskipun aku nggak klayapan kemana-mana. Aku hanya nggak mau om dan tante berpikiran yang aneh-aneh terhadapku. Tinggal bersama orang lain memang dihantui rasa tidak enak terus menerus.

Sesampainya di rumah, motor kawasaki merah milik Bintang sudah bertengger di halaman. Aku menatap motor itu nanar.

Dia udah sampai di rumah duluan? Dia benar-benar nggak ada niatan untuk pulang bareng denganku?

Aku bertanya-tanya sendiri dalam hati.

"Nah kebetulan kamu sudah pulang. Kita lunch bareng yuk."

Kedatanganku disambut oleh tante Marisa yang langsung menggiringku ke meja makan. Disana sudah duduk om Dana dan juga putranya. Om Dana tersenyum lebar dan menyuruhku duduk di depan Bintang. Aku hanya mengikuti setiap perkataannya.

"Nah karna kalian sudah kumpul, ada yang mau om sampaikan."

Om Dana bicara layaknya seorang direktur ingin memulai metting di kantor. Aku mengerutkan dahiku. Ku lihat Bintang juga melakukan hal yang sama.

"Nanti sore kami akan berangkat ke luar kota karna ada proyek yang harus di tinjau lokasinya. Mungkin selama tiga hari. Jadi kalian baik-baik ya dirumah. Tapi jangan khawatir karna ada pak Dion yang menemani kalian berhubung bibi mendadak minta cuti," panjang om Dana menjelaskan.

"APA!"

Aku dan Bintang memekik secara bersamaan. Om dan tante yang mendengarnya malah saling pandang dan tertawa seperti melihat film komedi putar. Tapi ini memang nggak lucu! Aku dan cowok es batu itu?

"Kalian sudah kompak ya sekarang."

Kalimat tante Marisa justru membuat om Dana tertawa lebih lebar lagi. Dirumah berdua dengan Bintang memang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Meskipun masih ada Pak Dion tapi tetap saja aku belum terlalu akrab dengan Bintang.

"Tapi ma, pa, nggak bisa gitu dong! Kenapa mendadak gini sih? Bintang kan,-"

"Papa nggak tanya pendapatmu. Kamu tahu kan papa nggak menerima penolakan? Ingat pesan papa kemarin, kamu harus jagain Kejora. Jangan sampai kejadian kemarin terulang lagi. Dan selama papa dan mama pergi kamu jangan coba-coba keluar malam, kecuali kamu mengajak Kejora. Tapi ingat! Jangan berani macam-macam kamu," potong om Dana panjang lebar.

"Malamnya kan Bintang harus ngeband pa," protes Bintang nggak mau kalah.

"Sayang, kamu kan bisa ajak Kejora. Kasihan kalau dia dirumah sendirian. Tolong ngerti ya," sahut tante Marisa.

Aku hanya terus mendengarkan percakapan satu keluarga ini. Mungkin memang benar jika Bintang merasa terbebani semenjak kedatanganku di rumahnya. Entahlah. aku nggak bisa mendeskripsikan ekspresinya sekarang. Dia terlihat garang dan menakutkan.

Setelah makan siang selesai om dan tante menyiapkan barang-barang yang akan mereka bawa untuk tiga hari kedepan. Sedangkan aku masih sibuk membereskan meja makan dan mencuci piring kotor bekas makan siang tadi. Kasihan jika tante Marisa harus menyelesaikan ini semuanya.

Beberapa jam berselang, mereka berpamitan untuk berangkat. Aku mencium punggung tangan mereka dan mengantarkan sampai di teras depan disusul Bintang yang sudah mengekor di belakang ku. Aku memandang mobil sedan berwarna hitam itu sampai tak terlihat lagi. Kadang aku berpikir sampai kapan aku akan tinggal di rumah ini? Tinggal serumah dengan Bintang.

****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!