Beberapa menit kemudian aku tersadar jika aku sudah tidak berada di gudang sekolah lagi. Terakhir yang aku ingat hanya Bintang yang menyelamatkanku dan tiba-tiba semuanya terasa gelap. Aku tidak ingat apa-apa lagi.
Kudapati om dan tante sudah duduk di tepi kasurku. Tante kelihatan cemas begitu juga dengan om Dana. Sedangkan Bintang hanya diam dengan ekspresi datar seperti biasa. Mungkin ia tak berniat kembali ke sekolah. Apa mungkin karna aku?
"Bintang! Papa kecewa sama kamu. Kenapa Kejora bisa seperti ini? Kamu nggak menjaganya?" suara om Dana menginterupsi.
Merasa dirinya bersalah karena sudah merusak kepercayaan papanya, Bintang hanya diam mendengarkan omelan om Dana. Tapi bagaimanapun Bintang nggak salah dalam kejadian ini, justru dia yang telah menolongku.
"Om, saya baik-baik aja kok. Saya hanya jatuh dan ini salah saya karna nggak berhati-hati. Bintang nggak salah apapun."
"Kamu nggak bohong kan?" tanya om Dana mencari kebenaran.
Aku mengangguk pelan. Om Dana seperti mencoba mempercayaiku meskipun raut wajahnya terlihat masih ragu. Alasanku memang nggak masuk akal. Aku bilang jatuh namun wajahku yang lebam dan memar, bukan tangan ataupun kakiku.
Setelah tante mengobati lukaku, dia mengajak om Dana keluar dari kamar dan menyuruhku untuk istirahat. Kepergian mereka membuat Bintang menghampiriku. Dia duduk di sampingku dan menatapku dalam-dalam. Pasti dia ingin mengintrogasi supaya aku berkata jujur. Tapi kalau sampai dia tahu pelaku semua ini adalah Natalie, Bintang bisa melabraknya detik ini juga.
"Siapa yang nglakuin ini sama lo?" tanya Bintang tanpa mengalihkan pandangannya.
Aku menunduk tak berani menatap balik.
"Gue jatuh."
"Lo pikir gue bego? Lo bisa bohongin kedua orang tua gue, tapi lo nggak bisa bohong dari gue."
"Gue emang jatuh, lo mau gue jawab apa?"
Aku kesal dengannya yang terus memaksaku. Aku masih ingat ancaman Natalie yang sekarang menjadi pengingat di kepalaku.
"Orang yang jujur akan menatap lawan bicaranya."
Bintang mengangkat daguku yang mau tak mau aku mengikuti tarikan tangannya. Mataku kini berkaca-kaca.
Aku tetap terdiam mengunci bibirku rapat-rapat, sampai Bintang jenuh menunggu jawaban dariku dan meninggalkan ku begitu saja.
***
"Kejora? Lo baik-baik aja kan?"
Keisha terlihat panik melihatku muncul memasuki kelas dengan tertatih karna lutut ku yang masih nyeri. Dia memapahku hingga aku duduk di bangku. Hari-hariku emang nggak baik sejak kematian papa dan mama.
"Lo tahu nggak? Pagi tadi kak Bintang nempelin sebuah pengumuman di kelas-kelas dari kelas X sampai XII."
Aku mengerutkan dahiku. Hari ini aku memang diantar sopir. Om Dana bilang, Bintang udah berangkat duluan pagi-pagi tadi. Mendengar itu aku sedikit lega karna semakin aku menjauhinya maka hidupku akan tenang lagi di sekolah ini.
"Emang dia nempelin pengumuman apa?"
"Nggak ngerti juga sih. Tapi intinya siapapun yang berani nyakitin lo, bakalan urusan sama dia. Lo sama dia ada hubungan apa sih? Terus isu yang lo di aniaya di gudang itu bener, Ra?" cecar Keisha dengan pertanyaannya.
Pengumuman macam apa itu? Pasti kelas Natalie juga sudah membaca pengumumannya. Apa sih maksud Bintang membuat acara semacam ini? Aku harus mendengar alasan dia langsung. Bagaimanapun dia memakai namaku tanpa seizinku dulu.
Sebelum bel pelajaran di mulai aku menaiki lantai dua dan mencari kelas Bintang. Ini baru pertama kali aku berani menginjakkan kaki di koridor kakak kelas. Keisha yang takut akan terjadi sesuatu denganku lagi tergopoh-gopoh mengejarku.
Ini dia kelas yang aku cari. Kebetulan banget saat itu ada seorang cowok yang keluar dari dalam kelas. Langsung aja aku menghalangi jalannya dan menyuruh dia memanggilkan Bintang keluar.
Tak lama orang yang ku cari keluar juga. Wajahnya dua kali lipat lebih garang dari sebelumnya. Niatku yang semula ingin memarahinya jadi menciut. Haruskah aku melanjutkan tujuanku tadi? Tapi bukankah seharusnya aku yang marah bukannya dia. Lagi-lagi aku tak berani menatap matanya. Apalagi teman-temannya satu kelas juga memandangiku yang berada di depan kelas mereka saat ini.
Ibaratin aja anak ayam lagi main ke kandang singa.
"Lo cari gue?" katanya dingin.
Dia bersandar di pintu kelas. Kedua tangannya dimasukkan ke saku celana. Gaya sok cool para cowok yang menurutku monoton. Aku membuang muka sebentar untuk mengumpulkan keberanian yang tadi sempat lenyap. Hanya beberapa detik, lalu aku memaksa mataku untuk menatapnya.
"Maksud lo apa sih bikin pengumuman kayak gitu?"
"Harusnya lo udah tau jawabannya," jawabnya acuh.
Beberapa detik aku mencerna kalimat yang padat itu di dalam otakku hingga tanpa sadar aku sudah beberapa detik juga bertatapan dengan Bintang yang jauh lebih tinggi dariku. Hingga lenganku yang ditarik oleh Keisha baru membuatku mengalihkan tatapan pada cewek itu.
"Jangan bikin ribut disini deh Ra. Lo lupa kita lagi di kandang singa?" bisik Keisha ketakutan.
Sebenarnya aku hanya butuh jawaban yang masuk akal dan tidak berbelit-belit. Namun Bintang sepertinya sungguh kaku dan tidak suka berbicara panjang lebar.
"Di pengumuman itu lo pakek nama gue! Lo nggak mikir apa?" tanyaku tak santai lagi.
Bintang maju selangkah hingga berdiri tepat di depanku. "Gue cuma nurutin bokap gue buat jagain lo. Dan lo belom paham juga?" bisiknya.
"TAPI CARA LO SALAH!"
Entah kenapa suaraku menjadi tidak terkontrol lagi. Beberapa teman Bintang sempat ada yang melihat dari kaca kelas, bahkan ada juga yang melihat terang-terangan di depan pintu. Kali ini aku menagis di depan dia. Menjadi bahan tontonan para anak kelas XII dadakan. Rasanya dadaku terasa sesak. Entah karena rasa malu atau hal lain yang justru mengganjal.
Tidak ingin memperburuk suasana, aku memilih berlari menuju kelas dan meninggalkan Bintang begitu saja. Samar-samar aku mendengar Keisha berlari menyusul di belakang sambil meneriaki namaku. Namun hal yang mengganjal tadi semakin membuatku ingin menangis dan pergi.
Bukannya Bintang memang hanya menjalankan tugas dari papanya?
***
...AUTHOR POV...
"Jadi itu cewek yang lo maksud?"
Cowok yang hobinya mengunyah permen karet itu mendekati Bintang yang masih terpaku memandangi punggung seorang cewek yang semakin mengecil.
Bintang menoleh sahabatnya yang bernama Adira itu. Bintang memang mempunyai personil band yang beranggotakan empat orang. Tiga temannya adalah Adira, Beval dan yang terakhir adalah Abel. Abel ini satu-satunya cewek yang ada di band itu. Dia sebagai drummer. Mereka membentuk band itu ketika mereka masih duduk di bangku kelas X. Selain mengisi acara pensi sekolah, band mereka juga pernah mengisi acara di kafe-kafe.
"Iya. Gue masih penasaran sama orang yang udah nyakitin dia di gudang kemarin."
"Gudang? Emang gudang mana?" sahut Abel yang ikut nguping pembicaraan mereka di ambang pintu.
"Gudang aset sekolah." jawab Bintang datar.
"Eh tunggu. Gue baru inget sekarang!"
Abel seperti menginggat sesuatu di otaknya.
Cewek tomboy itu tampak berpikir keras membuat tiga temannya saling tatap dengan bingung.
"Gudang aset itu ada CCTV-nya. Kenapa kita nggak muter CCTV itu?" tambah Abel kemudian.
"Lo tahu dari mana gudang itu ada CCTV-nya?" tanya Bintang penasaran.
"Gue pernah nguping pak kepsek lagi ngomong sama guru BK beberapa minggu lalu. Mereka sengaja naruh itu diam-diam karena biasanya banyak anak-anak yang ngrokok di situ. Bukan cuma ngrokok sih. Tapi sempat juga anak kelas X kerekam pacaran di situ. Nggak tahu deh ngapain. Makanya geng Alex Cs tempo hari disuruh ke ruang BK. Gue yakin pasti karena mereka tertangkap CCTV itu. Nggak banyak yang mengetahui rahasia ini," panjang Abel yang di akhiri bisikan supaya teman sekelasnya nggak mendengar obrolan mereka.
"Lo tahu rahasia besar gini kok nggak cerita ke kita sih?"
Beval menjitak kepala Abel membuat cewek itu menjerit sekarang. Tak terima dengan perlakuan itu Abel membalas menginjak kakinya.
"Sakit bego!"
"Untung gue kalo ngerokok nggak pernah di situ. Gue selain ganteng emang pinter. " ujar Adira sambil tertawa memuji dirinya sendiri.
Memang cowok itu pecandu rokok sejak dua tahun yang lalu. Sudah bisa ditebak dari bibirnya yang kehitaman. Mungkin dia mencoba untuk berhenti dengan cara mengonsumsi permen karet yang baru-baru ini dia lakukan.
"Gimana kalau kita cari CCTV itu?" sahut Bintang yang sedari tadi memikirkan sesuatu.
Idenya itu muncul dengan tiba-tiba. Dan tentu saja ia butuh ketiga temannya untuk menjalankan misi ini.
"Setuju. Berarti artinya kita bolos pelajaran pertama hari ini," seru Abel dengan girangnya.
"Lo seneng banget ya kalo masalah bolos. Inget ujian udah di depan mata. Otak lo pasti masih zonk," sahut Beval.
Abel yang kesal mengacak rambut cepak kesayangan milik Beval setelah mendengar kata-kata barusan. Beval menjulukinya dengan jambul keberuntungan. Setiap dia memainkan jambulnya di depan para cewek pasti mereka akan klepek-klepek terpesona, begitu dia berkata. Cuma Abel yang sepertinya nggak mempan dengan jurus itu.
"Udah nggak usah banyak omong!"
Bintang dan Adira berkata kompak dan menarik mereka satu-satu. Bel masuk 5 menit lagi. Kalau mereka masih dengerin Beval dan Abel debat pasti nggak akan ada kelarnya. Emang setiap hari sudah menjadi kebiasaan mereka berdua.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments